Brilio.net - Pandemi corona atau Covid-19 masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat dunia, walaupun sebagai negara sudah menyatakan bebas dari virus tersebut, namun sebagian negara masih menjadi pandemi yang menghantui masyarakatnya termasuk Indonesia.
Meski angka pasien sembuh secara signifikan meningkat, namun kasus Covid-19 di Indonesia belum berhenti. Beragam kisah dan cerita mewarnai pandemi corona ini. Salah satunya kisah pilu tentang seorang istri prajurit saat hendak melahirkan.
Sang istri yang awalnya dinyatakan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) corona ini, sempat ditolak beberapa kali di rumah sakit. Padahal, saat itu air ketuban mulai keluar dan sudah terjadi pembukaan.
Dilansir dari akun YouTube TNI AD, pada tanggal 22 April 2020, RSPAD Gatot Soebroto menerima pasien ibu hamil yang hendak melahirkan. Dr Nisa Fathoni, dokter spesialis kandungan dan kebidanan mengatakan, saat itu kondisi pasien sudah mengalami mulas teratur.
"Dan dari pemeriksaan kami, sudah dalam proses persalinan pembukaan 4. Kemudian, dari ketuban sudah mulai keluar dan akhirnya observasi berikutnya pasien di pembukaan 6. Di kurang lebih jam 8.15 WIB, kami monitor bahwa pasien pembukaan sudah lengkap. Sehingga, pertolongan persalinan sudah mulai kami lakukan," ungkap dr Nisa Fathoni, dokter spesialis kandungan dan kebidanan, RSPAD Gatot Soebroto.
foto: YouTube/@TNI AD
Perasaan takut dan cemas rupanya dirasakan oleh pasien. Terlebih pada kondisi bayi yang masih berada di dalam kandungannya. Dikatakan sebelumnya, pasien sebelumnya merupakan seorang PDP Covid-19.
"Saya takut, takut saya. Jadi, saya takut seperti apa ya, kalau misalkan kandungan saya bagaimana. Anak saya yang berada di kandungan seperti apa nanti," papar pasien yang bernama Dyah Setyaningrum itu.
Istri prajurit TNI ini juga mencemaskan kondisi anaknya nomor satu. Tak hanya itu, pasien juga mencemaskan kondisi sang suami.
"Terus, (kondisi) anak saya nomor satu, suami saya, semuanya," sambungnya.
Ketakutan tidak hanya mengenai kondisi keluarganya saja. Wanita berhijab ini juga mengaku takut dikucilkan oleh masyarakat. Hal ini lantaran status PDP yang menderanya berubah menjadi pasien positif Covid-19.
"Saya takut juga dikucilkan. Lebih takut lagi, saya nanti harus ke mana, saya harus lahiran di mana," ungkap Dyah tak kuasa menahan kesedihannya.
foto: YouTube/@TNI AD
Kisah dramatis ini ternyata dibawa ke dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Kasad Jenderal Andika Perkasa. Saat Kasad Jenderal Andika Perkasa menanyakan kebenaran informasi terkait kondisi pasien saat masuk RSPAD, dr Yenny Purnama, dokter spesialis anak RSPAD Gatot Soebroto membenarkan kondisi pasien sudah mengalami pecah ketuban.
"Menurut informasi, demikian bapak. Jadi, lahir di UGD, sempat pecah ketuban. Kemudian, rapid test nya positif. Kemudian, kita lakukan swab di RSPAD dan dinyatakan positif (Covid-19)," papar dr. Yenny Purnama, dokter spesialis anak RSPAD Gatot Soebroto.
Dalam rapat tersebut, Kasad Jenderal Andika Perkasa juga mengutarakan informasi yang diterimanya. Dikatakan, pasien sempat ditolak di beberapa rumah sakit hingga akhirnya diterima di RSPAD Gatot Soebroto, sehingga sampai melahirkan.
"Saya dapat info soalnya. Jadi, si ibu istri Pratu ini rupanya sudah ke satu atau dua rumah sakit sebelum ke RSPAD tetapi ditolak," ungkap Kasad Jenderal Andika Perkasa saat di dalam rapat dengan pihak RSPAD Gatot Soebroto.
Usai dilakukan serangkaian tes, pasien yang awalnya sebagai PDP, dinyatakan positif terinfeksi Covid-19. Ini menjadi tantangan besar bagi tim medis yang membantu proses persalinan istri prajurit TNI ini. Apalagi selama proses persalinan, akan banyak ditemukan cairan tubuh pasien.
foto: YouTube/@TNI AD
"Tantangan yang kami temui adalah karena bagaimana pun pada proses persalinan, akan ada paparan dari cairan tubuh dari pasien baik itu darah maupun ketuban dan juga paparan dari aerosol, yaitu percikan dari droplet atau cairan dari mulut pasien. Di mana cairan tubuh dan droplet ini adalah salah satu sumber penularan yang sangat krusial," ungkap dr. Nisa Fathoni.
Mengetahui pasien positif Covid-19, tim medis yang membantu proses persalinan harus melaksanakan dan menaati aturan sesuai prosedur. Mulai dari perlindungan diri, ruangan hingga tata laksana selanjutnya.
"Sehingga, kita harus melindungi diri dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat. Dan juga untuk ruangan yang digunakan yaitu ruangan dengan tekanan negatif dan juga prosedur isolasi pasien untuk tata laksana selanjutnya," sambungnya.
foto: YouTube/@TNI AD
Tidak hanya itu saja upaya penanganan yang dilakukan tim medis RSPAD Gatot Soebroto. Sejak mendengar akan ada bayi yang lahir dari ibu positif Covid-19, dr. Yenny Purnama langsung membentuk dua tim medis, yakni tim penjemputan dan tim perawatan.
"Tim yang menjemput pun, tim yang sudah terlatih dan menggunakan APD level 3. Ketika menjemput, kita menggunakan inkubator. Harapan kita, inkubator tersebut sudah steril. Sehingga, bayi tidak akan menularkan (Covid-19) ke orang lain," jelas dr Yenny Purnama.
Sesuai dengan kebijakan pimpinan, bapak si bayi atau prajurit TNI tersebut harus melakukan tes swab. Tes swab dan rapid Covid-19 ini juga harus dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto.
"Tes rapid dan swab di kami (RSPAD Gatot Soebroto), pada tanggal 24 April 2020 yang hasilnya bapaknya pun positif," terang Titin Nurmaningsih, kepala ruang bayi RSPAD Gatot Soebroto.
Mengetahui pasangan suami istri ini sama-sama positif Covid-19, pihak rumah sakit memutuskan untuk menggabungkan ruangan mereka. "Kebijakan dari pimpinan kami juga, saat itu ibu dan bapak bayi dijadikan satu ruangan saat perawatannya," sambungnya.
Setelah dinyatakan positif, Pratu Didi Prasetyo Nugroho langsung di karantina di Paviliun Soehardo, RSPAD Gatot Soebroto. Selama di karantina, Pratu Didi mengatakan sudah melakukan tes swab sekitar 4 kali.
"Hasil saya juga reaktif, kemudian saya diisolasi di IGD sambil menunggu administrasi," ungkap Pratu Didi Prasetyo Nugroho, anggota Sekolah Tinggi Hukum Militer DITKUMRO.
foto: YouTube/@TNI AD
Lebih lanjut, dr Yenny Purnama menjelaskan, bayi tersebut lahir dalam kondisi bugar dan sehat. Karena lahir dari ibu yang positif terinfeksi Covid-19, maka pihaknya menganggap si bayi sebagai bayi yang kontak sangat erat tinggi. Dari hasil swab pertama dan kedua, 24 jam dan 48 jam ternyata negatif. Dan diputuskan bahwasanya bayi ini tidak tertular.
Mengetahui kedua anaknya tidak terpapar Covid-19, pasien menganggap ini semua sebagai kuasa Allah SWT. Pasalnya anak pertamaya selama ini tidur bersamanya dan ia tak pernah menyangka jika anak yang dikandungnya selama 9 bulan itu juga ternyata negatif.