Brilio.net - Kurikulum Merdeka Belajar mulai diterapkan oleh pemerintah sejak 2022. Melalui Kurikulum Merdeka, harapan besar ditempatkan pada penyempurnaan proses belajar, agar lebih fokus dan memberi siswa waktu lebih untuk memahami konsep secara mendalam.
Di bawah Kurikulum Merdeka, pembelajaran berlangsung dengan cara lebih variatif. Peserta didik diajak untuk memahami materi bukan hanya melalui hafalan, melainkan lewat penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, dalam pelajaran matematika, siswa tidak hanya dihadapkan pada soal hitungan sederhana, tetapi juga diajak untuk menalar dan menemukan solusi dari berbagai pendekatan. Namun, tidak semua orang tua merasa nyaman dengan perubahan ini, terutama bagi mereka yang anaknya masih berada di kelas awal sekolah dasar.
foto: freepik.com
Baru-baru ini, seorang ibu di media sosial memprotes soal matematika kelas 1 SD yang dia nilai terlalu sulit untuk dipahami anak-anak di usia tersebut. Ibu tersebut membagikan pengalamannya melalui unggahan di akun TikTok @rumahrakarai, di mana ia menunjukkan soal matematika dari buku pelajaran anaknya.
Dalam gambar yang diunggah, terlihat sebuah soal yang meminta siswa kelas 1 SD untuk mencari kombinasi penjumlahan angka yang menghasilkan 10. Ada berbagai kombinasi yang harus diisi, misalnya 3+7, 5+5, dan seterusnya.
Soal ini mungkin tampak sederhana. Namun menurut sang ibu, soal ini terlalu sulit bagi anak-anak yang baru belajar matematika selama tiga minggu.
"Pelajaran anak kelas 1 kaya gini?? Anak baru belajar 3 minggu udah ngitung kaya gini? Logikanya belum masuk," tulisnya.
Ia juga menyindir, "Kurikulum Merdeka kebablasan", menilai bahwa kurikulum tersebut tidak sesuai dengan kemampuan anak-anak kelas 1 SD.
foto: TikTok/@rumahrakarai
Unggahan ini memicu berbagai reaksi dari warganet. Banyak yang setuju dengan keluhan ibu tersebut, menganggap soal itu memang terlalu berat untuk siswa baru yang masih berada di tahap awal belajar matematika.
Namun, beberapa warganet lain justru mendukung penerapan soal dengan model tersebut. Mereka berpendapat bahwa soal seperti ini mengajak anak untuk berpikir lebih logis dan kreatif.
"tdk kebabalasan kok bun ..klo gurunya bisa menjelaskan dengan mengumpamakan dengan kehidupan sehari- hari contohnya dengan buah atau kue mungkin jd menyenangkan," tulis @helda17_17
"woow... bagus banget tipe soalnya. Udah nggak model 5+5 =...? Tapi bagaimana membentuk angka 10? Anak diajak menalar dan mencari alternatif solusi," komentar @walawalia
"ini mah pelajaran anak BIMBA anakku udh hafal kl ky bgtu," ujar @aretha_kf
"tp ga semua anak secepat itu menangkap pelajaran di usia segitu ga semua anak org tua nya mampu untuk kasih Les," sahut @makeupkuriani
"komennya astaga ini tuh bukan masalah les atau enggaknya buuk, tp konsep belajar anak kls 1sd seharusnya tdk langsung seperti ini. tp bertahap," timpal @strawberrynougat
Pro kontra terkait soal matematika dalam Kurikulum Merdeka ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan dalam mengimplementasikan kurikulum baru, terutama dalam hal adaptasi siswa dan orang tua. Meski tujuannya baik, yakni mendorong siswa untuk berpikir logis dan kritis sejak dini, cara penyampaian materi dan kesiapan mental siswa juga perlu dipertimbangkan agar semua siswa bisa mengikuti pembelajaran dengan baik.
Recommended By Editor
- Tak harus langsung kerja, ini 7 alternatif pilihan untuk mahasiswa usai selesaikan pendidikan
- Kasus bully di pesantren kian marak, masihkah pendidikan berbasis agama jadi pilihan bagi anak?
- Bukan fokus pada hafalan, ini cara belajar terbaik yang harus diterapkan dalam kurikulum pendidikan
- Survei sebut rerata gaji lulusan universitas tak sampai Rp5 juta, bukti pendidikan tak diperhitungkan?
- Fenomena joki tugas, normalisasi ketidakjujuran dalam pendidikan?
- Ketika pendidikan jadi dagangan, SPP gratis cuma angan-angan
- 5 Contoh teks anekdot Kurikulum Merdeka, singkat dan jadi kritik tajam
- Pengertian mujahid dan peranannya dalam sejarah Islam
- Simbol harapan dan keyakinan dalam setiap doa, begini penjelasan kata amin dan cara penggunaannya