Brilio.net - Membuat film yang bisa sukses di pasaran bukan hal mudah. Seluruh kru film yang terlibat dalam produksi harus benar-benar bisa memperkirakan pasar mereka dan bagaimana film diproses dengan baik. Selain itu, yang harus dilakukan sedari awal adalah soal ide dan semua properti yang dibutuhkan.
Soal ide dan properti seringkali adalah soal orisinalitas atau keaslian seluruh ide yang ditampilkan dalam film. Hal ini sama sekali tidak bisa dilakukan asal-asalan karena bisa merugikan rumah produksi dan menghadapi tuntutan hukum.
Hal ini terjadi pada drama Squid Game yang menampilkan nomor telepon asli seseorang. Seseorang tersebut jelas dirugikan karena data pribadinya yang berupa nomor telepon disalahgunakan tanpa persetujuan.
Selain itu, salah satu film Batman harus tersendat karena harus menghadapi seorang wali kota yang mengaku punya kota dengan nama yang sama. Tuntutan-tuntutan tersebut seringkali diselesaikan menurut undang-undang yang berlaku dan mengharuskan pihak produksi mengganti rugi.
Dirangkum brilio.net dari berbagai sumber, Rabu (29/9), berikut 9 film yang pernah mengalami sengketa hukum.
1. Squid Game (2021)
foto: imdb.com
Seorang berinisial A harus mengalami nasib sial saat nomor telepon pribadinya diserbu ribuan nomor tak dikenal. Dilansir dari Korea Herald, ia mengaku menerima ribuan telepon dan pesan teks setelah serial Squid Game ramai diperbincangkan banyak orang. Penyebab utama yang menimpa si A adalah nomor pribadinya tampil dalam drama thriller tentang permainan hidup dan mati tersebut.
"Orang-orang menelepon nomor saya, secara keliru mengira itu adalah nomor di acara itu," ujar korban lain berkeluh kesah melalui sebuah unggahan di Twitter. Hal ini terjadi karena tim produksi hanya menghapus tiga digit pertama yang menjadi tanda kode area, sementara angka selanjutnya tidak diganti.
Hal ini kemudian si A harus mengurus nomor yang sudah 10 tahun lebih dipakainya. Pihak Netflix bersama tim Siren Picture menyatakan sudah menghubungi korban. Meskipun begitu, berdasarkan hukum di Korea Selatan, Netflix terancam denda hingga 50 juta Won atau sekitar Rp 601 juta.
2. The Dark Knight (2012)
foto: imdb.com
The Dark Knight merupakan salah satu dari film Batman yang diproduksi pada 2012. Namun, selama pembuatan film ini, Christopher Nolan dan Warner Bros dihadapkan gugatan tak terduga dari seseorang di Turki.
Seseorang tersebut mengaku sebagai wali kota Batman, sebuah kota kuno di Turki. Bagi pria tersebut, pihak sutradara dan rumah produksi telah menggunakan nama kota mereka tanpa izin.
Selain itu, dalam gugatan tersebut, wali kota Batman menyampaikan bahwa film Batman telah membuat kotanya tidak mungkin mendirikan bisnis di luar negeri. Selain itu, mereka juga menuntut bahwa semua pembunuhan yang belum terpecahkan dan semua tindak kriminal di kota Batman tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh Christopher Nolan dan Warner Bros.
3. Suicide Squad (2016)
foto: imdb.com
Saat trailer, poster, dan pemasaran film Suicide Squad pada 2016, Jared Leto yang berperan sebagai Joker tampil mendominasi semua bahan promosi film ini. Hal ini membuat antusiasme para penonton meningkat dan mengundang animo penonton untuk hadir ke bioskop.
Namun, pada saat film ini dirilis, para penggemar terkejut melihat karakter Joker sangat sedikit sekali ditampilkan. Hal ini membuat beberapa penggemar film ini mengancam menuntut Warner Bros ke pengadilan atas dugaan iklan palsu.
4. Monster-in-Law (2005)
foto: imdb.com
Bagaimana jadinya ketika sebuah film bisa persis dengan kehidupan seseorang di dunia nyata? Hal itulah yang terjadi saat Sheri Gilbert, seorang perempuan merasa kesal saat mengetahui cerita dalam film Monster-in-Law yang tayang pada 2005 mirip dengan kisah hidupnya.
Gilbert menuntut Jennifer Lopez, Jane Fonda, dan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan film karena dianggap mencuri idenya. Kejadian tersebut membuat pengacara Warner Bros harus menjelaskan bahwa pihaknya sama sekali tidak meniru dari mana pun dan hal itu murni sebagai sebuah kreativitas semata.
5. Drive (2011)
foto: imdb.com
Pada Oktober 2011, Sarah Deming dari Michigan, Amerika Serikat menuntut film Drive karena dianggap berbeda jauh dari yang ditampilkan ketika trailer film. Menurut Sarah, saat promosi film ini ditampilkan seperti film seri Fast and Furious.
Namun, saat ia menonton, film ini ternyata film seni metodis yang mirip aksi kejar-kejaran atau balapan mobil biasa dengan dengan sedikit aksi. Sarah menyebut bahwa pihak film dan menonton bioskop tempatnya menonton atas pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen di negaranya.
Selain itu, film tersebut juga dinilai memuat anti-Semit dan mengandung stereotip terhadap orang Yahudi. Kasus ini sampai di pengadilan, tetapi tuntutan Sarah tidak dikabulkan walaupun sudah naik banding.
6. The Hangover Part II (2011)
foto: imdb.com
Pada 2011 S Victor Whitmill, seniman tato, menggugat Warner Bros atas pelanggaran hak cipta dalam film Hangover Part II. Dalam sebuah adegan, film tersebut memuat replika tato suku seperti di wajah Mike Tyson.
Ia mengklaim bahwa dirinya khusus membuat tato tersebut untuk Mike Tyson dan ia berhak atas hak cipta tersebut. Gugatan tersebut hampir saja mempengaruhi perilisan film.
Namun, pihak Warner Bros akhirnya menyelesaikan persoalan tersebut dan memberikan ganti rugi sebesar USD 581,4 juta untuk penayangan tato tersebut di seluruh dunia.
7. Borat: Cultural Learning of America for Make Benefit Glorious Nation of Kazakhstan (2006)
foto: imdb.com
Film dengan judul yang cukup panjang ini harus menghadapi gugatan dari Christopher Rotunda dan Justin Seay, dua bersaudara dari Universitas Carolina Selatan atas kasus pencemaran nama baik dan komentar rasis di film tersebut. Dalam gugatan pada awal 2007 itu mereka meminta pihak rumah produksi menghapus beberapa bagian film yang dianggap rasis dan merugikan pihak lain.
8. Black Swan (2010)
foto: imdb.com
Pada 2011 pihak Fox, rumah produksi film Black Swan, menerima gugatan dari dua orang yang pernah magang saat produksi film Black Swan. Mereka adalah Eric Glatt yang bekerja di bidang akuntansi dan Alexander Footman yang bekerja di bagian produksi.
Pihak produksi dinilai tidak membayar dua pekerja tersebut dan dianggap melanggar undang-undang perburuhan negara bagian dan federal. Glatt mengklaim sudah bekerja lima hari seminggu selama 40-50 jam per minggu lebih dari setahun, sementara Footman bekerja dengan jadwal yang sama selama 95 hari.
Hakim Pengadilan Federal memutuskan bahwa di bawah Fair Labor Standards Act dan New York Labor Law, mereka harus dianggap sebagai karyawan, bukan magang yang tidak dibayar. Keputusan ini tidak serta merta dituruti pihak Fox dengan mengajukan banding di pengadilan.
9. Avatar (2009)
foto: imdb.com
Pada 2013, pihak sutradara film Avatar (2009) dan juga pihak Twentieth Century Fox dianggap melanggar undang-undang hak cipta yang diajukan oleh William Roger Dean, seorang ahli sampul album. Dalam gugatan tersebut, ia menyatakan bahwa planet Pandora dalam film tersebut mirip dengan lanskap yang digambarnya dalam buku Magnetic Storm, Views, dan Dragon's Dream.
Gugatan tersebut mengutip sejumlah contoh dari film 3D Cameron, termasuk dedaunan dunia asing, pulau terapung, lengkungan batu, dan desain makhluk. Namun, gugatan tersebut belum ada kejelasan lebih lanjut dan akhirnya tidak diproses.
-
Recommended By Editor
- 7 Film berlatar peristiwa 1998, terbaru AUM! dibintangi Jefri Nichol
- 7 Potret Benedict Cumberbatch di film Marvel, penolong para superhero
- Ghosted, film reuni Avengers Scarlett Johansson dan Chris Evans
- 10 Film Indonesia tentang perselingkuhan, 'Selesai' menuai kritik
- 5 Potret kostum Spider-man dalam Marvel Cinematic Universe
- Sinopsis film Free Guy, terjebak di dunia game yang mematikan
- 7 Rekomendasi film religi terbaik, cocok ditonton lagi saat Idul Adha