Brilio.net - Setiap bulan Maret, sejak tahun 1950 Indonesia memperingati Hari Film Nasional yang jatuh tepat pada tanggal 30 Maret mendatang. Tanggal tersebut dipilih karena merupakan hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa. Di mana film yang juga dikenal dengan judul Long March of Siliwangi ini dinilai sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia dan disutradarai oleh orang Indonesia asli.
Bertepatan dengan bulan film Indonesia, Viu, layanan video Over-the-Top telah menggelar kegiatan Viu Pitching Forum (VPF) pada hari ini (23/3/2018) yang berlangsung di Sleman Creative Space, Condongcatur, Yogyakarta. Kegiatan yang sudah digelar sejak 16 Maret kemarin ini merupakan sebuah acara yang didedikasikan untuk menjadi wadah pencarian projek untuk dijadikan Viu Originals yang diajukan oleh para sineas Indonesia kepada para ahli dalam industri film di Jakarta.
foto: Myra Suraryo, Andri Cung dan Nia Dinata pada acara Viu Pitching Forum/brilio.net/Annisa A Hapsari
Tidak hanya di Yogyakarta, kegiatan yang berupa Dialog Film ini juga mengadakan roadshow diskusi tentang pembuatan serial di beberapa kota lainnya, seperti Tangerang, Jakarta, Makassar dan Bandung. Di mana para sineas muda dan penggiat film dapat berdiskusi secara langsung bersama tim Viu dan Nia Dinata, seorang sutradara dan produser ternama di Indonesia.
foto: Suasana ketika diskusi berlangsung/dok. Viu
Acara forum diskusi yang akan berlangsung sampai tanggal 24 Maret 2018 ini diharapkan dapat menarik ratusan penulis skenario, sutradara dan sineas berbakat dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, Viu Pitching Forum diadakan sebagai bentuk dukungan dan komitmen dari Viu sebagai penyedia layanan aplikasi streaming video premium bagi industri perfilman Indonesia.
foto: Myra Suraryo dan Nia Dinata sebagai pembicara/dok. Viu
"Kami sangat bersemangat untuk terus menunjukkan komitmen kami bagi industri perfilman Indonesia. Melalui Viu Pitching Forum, kami ingin memberikan kesempatan kepada para sineas berbakat Indonesia untuk mewujudkann proyek serial mereka menjadi nyata. Viu Pitching Forum ini merupakan evolusi dari Viu Female Story Festival pada tahun 2017," ujar Myra Suraryo, Head of Marketing and AdSales Viu Indonesia.
Dalam acara forum tahunan ini para peserta dapat mengajukan proyek mereka selama roadshow berlangsung. Peserta yang terpilih nantinya akan diundang untuk mengikuti program mentoring selama lima hari untuk menyiapkan proposal dan mendapat kesempatan mempresentasikannya di depan para juri untuk menentukan proposal mana yang akan diterima dan diwujudkan menjadi serial tayangan di Viu.
Selain Nia Dinata, beberapa nama terkemuka dalam industri perfilman Indonesia juga akan berpartisipasi dalam Viu Pitching Forum seperti Andri Cung, seorang penulis skenario yang hadir dan ikut berdiskusi pada siang tadi (23/3). Bukan hanya itu, Andri Cung bersama Aline Jusria (editor), Sammaria Simanjuntak (sutradara dan produser) dan Lasja Susatyo (sutradara) akan menjadi mentor selama program mentoring. Sementara tim juri akan diisi oleh Nia Dinata, Lucky Kuswandi, Lasja Susatyo, Melissa Karim dan Myra Suraryo dari Viu Indonesia.
foto: Para pemain film "Kenapa Harus Bule?" bersama Nia Dinata dan Andri Cung/brilio.net/Annisa A Hapsari
Kegiatan Viu Pitching Forum ini juga turut dibarengi dengan acara promo film "Kenapa Harus Bule?" dan meet and greet dengan para pemain film tersebut. Film yang dibintangi oleh Putri Ayudya, Cornelio Sunny, Michael Kho dan Natalius Chendana ini merupakan film pertama produksi Viu Original Film di Indonesia yang berkolaborasi dengan Klayana Shira Films dan Good Ship Productions. Film bergenre komedi satir ini menceritakan tentang pencarian cinta seorang wanita bernama Pipin yang terobsesi mendapatkan jodoh pria bule.
Film ini sudah mulai tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia sejak tanggal 22 Maret 2018 kemarin. Film yang disutradarai oleh Andri Cung dan diproduseri Nia Dinata ini terinspirasi dari kisah nyata seorang sahabat dari sang sutradara. Menurut Nia Dinata film ini mengangkat tema tentang 'bule hunter' dimana Pipin digambarkan sebagai sosok perempuan yang keluar dari stereotype perempuan pada umumnya.
"Bule hunter yang tak sekadar bule hunter," terang Nia Dinata.