Brilio.net - Selama ini orang Indonesia Timur selalu diidentikkan sebagai kelompok masyarakat yang keras, temperamental, dan selalu berkutat pada urusan “baku pukul” alias berkelahi. Tak heran jika mereka kerap dilekatkan pada kehidupan premanisme, bodyguard, dan penjaga lahan-lahan kosong. 

Mereka kerap dipandang sebagai masyarakat yang mengandalkan otot ketimbang otak. Wajar jika mereka selalu disandarkan pada profesi penagih hutang (debt collector). Tetapi di sisi lain, orang Indonesia Timur juga dipandang sebagai kelompok masyarakat yang memiliki talenta berkesenian, piawai dalam urusan tarik suara dan menari.         

Stereotip inilah yang mencuat dalam “Kaka Boss” sebuah film besutan Imajinari. Film komedi keluarga ini terasa sangat kental nuansa Indonesia Timur. Maklum, film ini disutradarai komedian Arie Kriting, pria kelahiran Kendari, Sulawesi Tenggara. Ini merupakan debut Arie sebagai penulis dan sutradara.

Dari sisi cerita, film ini sejatinya menyajikan kisah sederhana tentang sebuah keluarga. Bernarasi tentang kecintaan tulus seorang ayah kepada anak perempuannya yang beranjak remaja. Sebuah kisah yang sangat dekat dengan banyak penonton. Bukan cerita yang istimewa.

Film Kaka Boss © 2024 brilio.net foto: brilio.net/yani andriyansyah

Namun dengan kepiawaian Arie meramu cerita, film ini menjadi menarik dengan unsur budaya kehidupan masyarakat Timur Indonesia yang diracik secara komedi sekaligus keharuan yang bisa mengucurkan air mata. Istilahnya, meski film ini bernuansa komedi tetapi juga “mengandung bawang”.     

Dalam film ini bagaimana seorang ayah, sosok Ferdinand ‘Kaka Boss’ Omakare yang diperankan Godfred Orindeod, debt collector asal Indonesia Timur yang ditakuti di Jakarta ingin membuktikan dirinya bisa menjadi kebanggaan anak perempuan semata wayangnya. Kaka Boss ingin melakukan apa saja demi sang putri, Angel (Glory Hillary). Ia ingin Angel bangga pada profesinya. Sayangnya, debt collector di mata Angel tak lebih dari sekadar preman, bukanlah profesi yang bisa dibanggakan.

Dari sinilah muncul keinginan “Kaka Boss” untuk beralih profesi sebagai seorang penyanyi. Konflik pun dimulai. “Kaka Boss” tidak memiliki talenta menyanyi seperti kebanyakan orang Indonesia Timur. Namun orang di sekitarnya, karena merasa takut mengecewakan, terpaksa menyanjung “Kaka Boss” memiliki suara emas yang “amazing”.

Belakangan, “Kaka Boss” tahu dirinya tidak memiliki suara emas seperti yang digembar-gemborkan. Ia marah dan kecewa sejadi-jadinya. Keluarlah watak aslinya sebagai orang Indonesia Timur. Namun pada akhirnya, ia menyadari bahwa untuk menjadi kebanggaan putrinya, tak harus menjadi penyanyi. Ia memiliki bakat lain yang bisa diperlihatkan pada sang putri sekaligus membanggakannya.