Brilio.net - Rumah produksi Visinema Pictures berkolaborasi dengan KawanKawan Media menggarap sebuah film drama crime distopia berjudul 24 Jam Bersama Gaspar. Film ini juga sekaligus menjadi film action pertama yang digarap oleh sutradara Yosep Anggi Noen.

Film anyar garapan Visinema Pictures dan KawanKawan Media ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Sabda Armandio. Film 24 Jam Bersama Gaspar juga dikabarkan telah merampungkan proses syuting. Bahkan film ini telah tayang perdana di Festival Film Internasional Busan pada 6 Oktober 2023 dan mengikuti kompetisi untuk meraih Kim Jiseok Award di ajang tersebut.

Tak sampai di situ, film ini juga diketahui berhasil meraih beberapa nominasi di Festival Film Indonesia 2023, di antaranya untuk kategori Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik, Pemeran Pendukung Wanita Terbaik, dan Penulis Skenario Adaptasi Terbaik. Film 24 Jam Bersama Gaspar pun berhasil meraih Piala Citra untuk kategori Penulis Skenario Adaptasi Terbaik.

Reza Rahadian perankan karakter unik di film 24 Jam Bersama Gaspar  berbagai sumber

foto: brilio.net/Dewi Suci

Penulis skenario sekaligus sutradara film 24 Jam Bersama Gaspar, Yosep Anggi Noen, mengatakan bahwa di film ini ia ingin memasukkan elemen-elemen yang belum pernah ia kerjakan di film sebelumnya. Selain itu, Anggi merasa selama proses produksi ia diberi banyak ruang untuk mengeksplor cerita.

"Ini film action pertama saya dan sangat senang karena Visinema mampu memberikan ruang untuk menampung pemikiran dan gagasan yang liar dan itu menurut saya penting diperhatikan untuk inovasi ragam sinema di Indonesia," tutur Anggi dalam sesi Press Briefing yang dihadiri brilio.net pada Jumat (8/3).

Anggi bersama M. Irfan Ramli yang juga penulis skenario film 24 Jam Bersama Gaspar mengaku mengunjungi Kota Semarang sebelum menulis skenario film. Menurutnya, beberapa sudut Kota Semarang punya potensi visual yang dapat menjadi modal untuk menulis cerita.

"Yang paling menarik dari proses penulisan adalah kita tidak breakdown scene dulu, tapi yang kita lakukan adalah pergi ke suatu tempat yang punya potensi visual untuk film. Kita eksplor beberapa sudut Semarang. Beberapa fenomena yang terjadi di sana jadi salah satu kunci cerita. Di situ kita melihat bahwa visualisasi ini adalah modal untuk menulis cerita," imbuh Anggi.