Brilio.net - Penggunaan pengawet dalam makanan kemasan telah menjadi bagian yang umum dalam industri makanan modern. Namun, terdapat kekhawatiran yang semakin meningkat terhadap dampak kesehatan yang mungkin ditimbulkan oleh penggunaan zat kimia ini. Beberapa penelitian telah menyoroti potensi bahaya pengawet makanan yang mengandung zat kimia tertentu, seperti BHA (Butylated Hydroxyanisole) dan BHT (Butylated Hydroxytoluene). Penggunaan zat-zat ini dapat meningkatkan risiko gangguan pada jantung serta masalah kesehatan lainnya.

Salah satu masalah utama terkait dengan pengawet makanan ini adalah potensi terjadinya gangguan pada jantung. BHA dan BHT, dua zat kimia yang sering digunakan sebagai pengawet, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah kesehatan kardiovaskular. Studi pada hewan menunjukkan bahwa BHA dan BHT dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yang merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung.

Selain masalah kesehatan jantung, pengawet makanan tertentu juga dapat berkontribusi pada risiko gangguan kesehatan lainnya. Misalnya, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa konsumsi BHA dan BHT dapat berhubungan dengan peningkatan risiko kanker tertentu, meskipun belum ada kesimpulan yang pasti dalam hal ini. Namun, potensi bahaya zat kimia ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan alternatif yang lebih aman dalam pengawetan makanan.

Untuk mengurangi risiko dampak kesehatan yang mungkin ditimbulkan oleh pengawet makanan, langkah-langkah pencegahan dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan memilih makanan yang tidak mengandung pengawet berbahaya atau beralih ke makanan segar yang tidak mengandung zat tambahan kimia. Selain itu, penting juga untuk membaca label makanan dengan cermat dan menghindari makanan yang memiliki daftar bahan yang sulit diucapkan atau tidak dikenal.

Semakin meningkatnya kekhawatiran tentang pengawet makanan berbahaya, penting bagi konsumen untuk memperhatikan dan mengambil tindakan yang tepat terhadap makanan yang mereka konsumsi. Ini termasuk memilih makanan dengan hati-hati, menghindari pengawet berbahaya, dan lebih memilih makanan alami yang sehat. Dengan demikian, kita dapat mengurangi risiko dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh pengawet makanan dalam makanan kemasan.

Berikut bisa disimak bahaya pengawet pada makanan kemasan bagi kesehatan yang telah dilansir brilio.net dari rangkuman beberapa sumber agar membantumu selalu berhati-hati demi menjaga diri, Senin (29/4).

Bahaya pengawet pada makanan © 2024 brilio.net

foto: pixabay.com

 

 

1. Nilai gizi dalam tubuh.

Nilai gizi pada tubuh dipengaruhi pada makanan yang dikonsumsi. Banyak makanan di zaman sekarang menggunakan bahan dan cara tertentu untuk mengawetkan. Padahal, tak selamanya hal tersebut memperbaiki kondisi. Bahkan, pada kenyataannya jelas sebaliknya. Beberapa metode pengawetan makanan melibatkan pemanasan atau pemrosesan yang berlebihan, seperti pemanasan tinggi atau pengeringan. Cara ini membuat vitamin C yang larut dalam air dapat hancur oleh panas yang tinggi.

Selain itu, pengawetan dengan panas tinggi dapat menghancurkan mikroorganisme baik yang penting untuk pencernaan dan penyerapan nutrisi. Sedangkan, pengeringan dapat mengurangi kandungan vitamin B kompleks dan mineral yang larut dalam air.

Kedua, pengawet makanan tak jarang menggunakan bahan-bahan kimia sebagai campuran utamanya. Bahan kimia yang bereaksi bisa merusak nutrisi dalam makanan. Misalnya, penggunaan sulfida untuk mengawetkan makanan dapat mengurangi kandungan tiamin (vitamin B1).

Bahaya pengawet pada makanan © 2024 brilio.net


foto: pixabay.com

2. Penurunan tingkat energi.

Penggunaan pengawet tertentu dapat mengganggu keseimbangan nutrisi dalam makanan. Beberapa pengawet makanan mengandung bahan kimia yang bisa mempengaruhi kualitas nutrisi makanan, seperti vitamin dan mineral. Jika nutrisi tersebut terganggu, maka tubuh akan kekurangan zat-zat penting untuk memproduksi energi.

Selain itu, pengawet makanan tertentu juga dapat menyebabkan reaksi alergi atau intoleransi makanan pada beberapa individu. Ini dapat menyebabkan gejala seperti lemas, mual, atau gangguan pencernaan, yang dapat mengurangi energi dan membuat seseorang merasa lesu.

Pengawet makanan juga dapat menyebabkan penumpukan toksin dalam tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Toksin ini dapat mengganggu metabolisme tubuh dan menyebabkan penurunan energi.

Penting untuk memperhatikan jenis pengawet makanan yang digunakan dalam produk makanan yang dikonsumsi dan mengonsumsinya dengan bijak untuk menjaga keseimbangan nutrisi dan energi tubuh.

foto: pixabay.com

3. Meningkatkan kemungkinan obesitas

Pengawet sintetis seperti natrium nitrat dan natrium nitrit, telah dikaitkan dengan peningkatan berat badan. Pengawet ini dapat mengganggu metabolisme tubuh, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penumpukan lemak. Tak hanya itu, pengawet tertentu dapat mempengaruhi selera makan seseorang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengawet tertentu dapat merangsang nafsu makan atau membuat seseorang merasa lapar lebih sering, yang pada akhirnya dapat menyebabkan konsumsi kalori yang berlebihan dan penambahan berat badan.

Beberapa pengawet makanan dapat mengganggu sistem hormonal tubuh, terutama hormon yang terlibat dalam pengaturan berat badan dan metabolisme, seperti insulin dan leptin. Gangguan pada hormon ini dapat menyebabkan penumpukan lemak dan peningkatan berat badan. Makanan yang mengandung pengawet cenderung memiliki nilai gizi yang rendah dan tinggi kalori. Konsumsi makanan seperti ini secara berlebihan dapat menyebabkan asupan kalori yang tidak seimbang, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada obesitas.

Selain itu, beberapa telah diketahui dapat memengaruhi mikrobiota usus, yaitu kumpulan bakteri yang hidup di dalam usus dan berperan penting dalam metabolisme tubuh. Gangguan pada mikrobiota usus dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi dan metabolisme lemak, yang dapat berkontribusi pada peningkatan berat badan.

foto: pixabay.com

4. Sakit kepala

Sakit kepala setelah mengonsumsi pengawet makanan bisa terjadi karena beberapa alasan. Salah satunya adalah reaksi alergi terhadap pengawet tertentu, seperti sulfat, yang dapat menyebabkan gejala seperti sakit kepala, bersin-bersin, dan ruam kulit. Selain itu, pengawet makanan seperti monosodium glutamat (MSG) telah dikaitkan dengan sakit kepala pada beberapa individu yang sensitif terhadap zat tersebut.

MSG dikenal dapat menyebabkan reaksi yang dikenal sebagai "sindrom restauran Cina", yang meliputi sakit kepala, keringat berlebih, dan rasa terbakar di leher dan dada.

Selain reaksi alergi atau sensitivitas terhadap pengawet tertentu, sakit kepala juga bisa disebabkan oleh konsumsi makanan yang mengandung pengawet dalam jumlah besar. Pengawet tertentu, seperti natrium nitrat dan natrium nitrit, jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan, dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah yang dapat memicu sakit kepala.

Selain itu, pengawet makanan juga sering dikaitkan dengan makanan olahan yang kurang sehat, seperti makanan cepat saji, yang bisa menjadi pemicu lain bagi sakit kepala.

foto: pixabay.com

 

5. Perilaku hiperaktif pada anak

Pengawet makanan tertentu, terutama pewarna dan pengawet sintetis tertentu, telah dikaitkan dengan kecenderungan perilaku hiperaktif pada anak-anak. Contohnya, pewarna makanan seperti tartrazin, yang sering digunakan dalam makanan dan minuman, telah dikaitkan dengan peningkatan gejala hiperaktif pada anak-anak yang sensitif terhadap zat tersebut.

Selain itu, beberapa pengawet makanan tertentu, seperti benzoat, sulfat, dan nitrat, juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko perilaku hiperaktif pada anak-anak.

Meskipun hubungan antara pengawet makanan dan perilaku hiperaktif belum sepenuhnya dipahami, beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat-zat kimia dalam pengawet makanan dapat mempengaruhi neurotransmitter dalam otak, seperti dopamin dan serotonin, yang berperan dalam pengaturan mood dan perilaku. Selain itu, pengawet makanan juga dapat menyebabkan reaksi alergi atau intoleransi pada anak-anak, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perilaku mereka.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi anak-anak dan memilih makanan yang sehat dan alami untuk mengurangi risiko efek negatif dari pengawet makanan.

foto: unsplash.com

6. Memicu terkena penyakit kanker

Beberapa pengawet makanan mengandung senyawa nitrat dan nitrit, yang dapat berubah menjadi senyawa nitrosamin ketika terpapar panas tinggi, seperti pada proses memasak atau pencernaan dalam tubuh.

Nitrosamin diketahui sebagai senyawa karsinogenik yang dapat meningkatkan risiko terkena kanker, terutama kanker lambung, usus besar, dan kanker lainnya. Selain itu, pengawet makanan juga dapat mengandung senyawa lain seperti asam benzoat dan butilhidroksianisol (BHA), yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker pada beberapa studi.

Oleh karena itu, penting untuk mengonsumsi makanan yang mengandung pengawet dengan bijaksana dan memilih makanan segar dan alami sebanyak mungkin untuk mengurangi paparan terhadap bahan tambahan berpotensi berbahaya tersebut.

foto: Freepik.com

7. Kelemahan jaringan hingga sebabkan gangguan jantung

Senyawa nitrat dan nitrit dapat merusak sel endotel pembuluh darah, yang dapat mengganggu fungsi normal pembuluh darah dan meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis adalah kondisi di mana plak lemak menumpuk di dinding arteri, yang dapat menyebabkan penyempitan arteri dan membatasi aliran darah ke jantung.

Akibatnya, jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kelemahan jaringan jantung dan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner serta gagal jantung. Oleh karena itu, penting untuk mengurangi konsumsi makanan yang mengandung pengawet berpotensi berbahaya tersebut untuk menjaga kesehatan jantung.

Magang: Robiul Adil Robani