Brilio.net - Jumlah orang yang terjangkit virus Corona di dunia semakin melonjak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan virus Corona sebagai pandemi. Pengertian pandemi sendiri merupakan wabah penyakit menular yang dapat menyebar dari satu orang ke orang lainnya di banyak negara dalam waktu yang bersamaan. Hal ini membuat pemerintah membuat kebijakan baru untuk pencegahan virus Corona atau COVID-19.
Kebijakan baru yang dijalankan beberapa negara di antaranya memberlakukan lockdown. Sementara ada pula negara yang memberlakukan social distancing atau mengurangi aktivitas di luar rumah. Sehingga, banyak acara yang harus dibatalkan, perjalanan yang ditunda beberapa waktu, kantor yang memberlakukan karyawannya dengan sistem work from home, dan penanyangan film yang harus diundur karena wabah dari virus Corona. Bahkan, tempat ibadah dan pusat perbelanjaan juga ditutup untuk sementara waktu.
Namun siapa yang menyangka jika keputusan untuk tinggal di rumah dan menghindari berpergian keluar ternyata dapat membuat masalah baru. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Dilansir brilio.net dari vox.com pada Rabu (18/3), menurut Eric Klinenberg seorang sosiolog Universitas New York, seseorang akan masuk kepada masalah baru setelah mewabahnya virus Corona. Hal ini terkait dengan adanya jarak yang dianjurkan pemerintah untuk pencegahan virus.
Seseorang akan merasakan kesepian karena kehilangan interaksi sosial dengan sekitarnya. Orangtua dan orang sakit paling rentan terkena dampak dari COVID-19. Para peneliti menemukan bahwa sebelum virus Corona mewabah, sekitar seperempat orangtua yang terisolasi dari interaksi dengan kelompok sosialnya mengatakan jika mereka merasakan kesepian.
Jika ini terus berlanjut hingga berbulan-bulan maka bukan hal yang mustahil jika mereka akan kesulitan untuk berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini juga akan memperburuk kondisi kesehatan fisik dan mentalnya. Murthy mengatakan bahwa kesendirian mampu meningkatkan penyakit yang dapat membahayakan kesehatan.
"Kesendirian menyebabkan stres, dan stres jangka panjang atau kronis menyebabkan peningkatan hormonb stres utama, kortiso. Ini juga terkai dengan tingkat peradangan yang lebih inggi dalam tubuh. Hal ini pada gilirannya merusak pembuluh darah dan jaringan lain, meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes, penyakit sendi, depresi, obesitas, dan risiko kematian dini," ungkapnya.
Vivek mantan ahli bedah umum mengatakan untuk mengimbangi berkurangnya interaksi sosial perlu meningkatkan komunikasi bersama anggota keluarga di rumah. Dengan demikian, seseorang juga dapat memanfaatkan teknologi smartphone untuk menghubungi seseorang dengan jarak jauh. Sehingga, kamu tetap dapat berinteraksi meskipun harus mengisolasi diri di rumah masing-masing.
Tetapi, umumnya orangtua belum mengetahui cara menggunakan teknologi dengan benar. Sehingga diharapkan keluarga mampu meningkatkan kepeduliannya dengan orangtua di rumah dengan mengajaknya mengobrol agar lagi merasa kesepian. Jika hal ini tidak terjadi, maka bukan tidak mungkin penyakit yang lebih fatal dapat mengganggu seseorang.
Recommended By Editor
- 5 Video unik seleb ajak cuci tangan di tengah ancaman Corona
- 5 Panduan ibu hamil hadapi pandemi virus Corona
- Indadari mantan istri Caisar dituding suspek Corona, hasil tes negatif
- 4 Provinsi Indonesia dengan penambahan terbanyak pasien positif Corona
- Viral kisah dokter Handoko Gunawan, usia 80 tahun rawat pasien Corona
- Pilih isolasi di rumah, potret rumah 4 seleb ini bikin salah fokus
- Sempat viral, 9 cara penanganan virus corona ini ternyata hoaks