Brilio.net - Mengompol pada anak merupakan hal yang wajar terjadi, terutama di usia balita. Kebiasaan ini biasanya berkurang seiring bertambahnya usia anak dan kontrol kandung kemih yang lebih baik. Namun, jika anak sudah berusia lebih dari lima tahun dan masih sering mengompol, orang tua perlu waspada. Hal ini bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan yang lebih serius.

Mengompol berulang kali pada usia yang lebih tua tidak selalu sekadar masalah perkembangan. Terkadang, kebiasaan ini dapat menjadi gejala dari penyakit yang tidak terdeteksi. Orang tua sebaiknya tidak mengabaikan kondisi ini dan segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui penyebabnya. Dengan memahami tanda-tanda yang ada, pencegahan dan penanganan dini bisa dilakukan.

Beberapa kondisi medis dapat menyebabkan anak sering mengompol, mulai dari gangguan fungsi ginjal hingga masalah psikologis. Mengenali tanda-tanda awal dari kemungkinan penyakit serius sangat penting untuk kesehatan anak dalam jangka panjang. Orang tua perlu lebih peka terhadap perubahan kebiasaan dan pola kesehatan anak agar dapat mengambil langkah yang tepat.

Nah, berikut brilio.net himpun dari berbagai sumber, Kamis (3/10), tanda-tanda awal dari kemungkinan penyakit serius anak yang sering mengompol.

1. Infeksi Saluran Kemih (ISK).

nak sering mengompol  2024 brilio.net

foto: freepik.com

Infeksi saluran kemih sering menjadi penyebab anak mengompol secara tiba-tiba. ISK dapat menyebabkan anak merasa tidak nyaman saat buang air kecil dan sering kali tidak mampu menahan urin. Tanda-tanda lain yang mungkin menyertai adalah demam, nyeri saat buang air kecil, dan perasaan ingin buang air kecil yang mendesak tetapi tidak banyak urin yang keluar.

Jika anak mengalami infeksi saluran kemih, penting untuk segera membawanya ke dokter. ISK yang tidak diobati bisa menyebabkan komplikasi serius seperti infeksi ginjal. Antibiotik biasanya diberikan untuk mengatasi infeksi ini dan mengurangi gejala mengompol pada malam hari.

2. Diabetes tipe 1.

Sering mengompol juga bisa menjadi salah satu tanda awal diabetes tipe 1 pada anak. Kondisi ini terjadi ketika tubuh anak tidak memproduksi insulin yang cukup, sehingga kadar gula darah menjadi sangat tinggi. Kelebihan gula dalam darah membuat ginjal bekerja lebih keras untuk mengeluarkan cairan, yang dapat menyebabkan anak lebih sering buang air kecil, termasuk di malam hari.

Gejala lain yang perlu diwaspadai meliputi rasa haus yang berlebihan, penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya, dan kelelahan yang berlebihan. Jika Anda melihat tanda-tanda ini, segera periksakan anak ke dokter untuk dilakukan tes darah guna memastikan apakah anak mengidap diabetes tipe 1.

3. Masalah pada ginjal.

Anak yang mengalami masalah ginjal juga bisa sering mengompol. Ginjal yang tidak berfungsi dengan baik dapat menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengontrol produksi urin secara normal. Selain sering mengompol, anak mungkin akan merasa mudah lelah, bengkak di sekitar mata, dan tekanan darah yang tinggi.

Masalah ginjal pada anak harus segera mendapatkan penanganan medis yang tepat. Tes darah dan urine biasanya akan dilakukan untuk memeriksa fungsi ginjal anak dan mengetahui apakah ada masalah yang memerlukan pengobatan lebih lanjut.

4. Sleep apnea.

nak sering mengompol  2024 brilio.net

foto: freepik.com

Sleep apnea merupakan gangguan tidur di mana pernapasan anak terhenti sementara selama tidur. Kondisi ini bisa membuat anak mengompol karena tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen selama tidur, sehingga mengganggu kontrol kandung kemih. Anak yang mengalami sleep apnea biasanya juga mendengkur keras saat tidur, sering merasa lelah di siang hari, dan memiliki kesulitan berkonsentrasi.

Jika kamu mencurigai anak mengalami sleep apnea, konsultasikan segera ke dokter. Pengobatan sleep apnea dapat membantu anak tidur lebih nyenyak dan mengurangi frekuensi mengompol di malam hari.

5. Gangguan psikologis.

Stres atau gangguan psikologis juga dapat menyebabkan anak mengompol, terutama ketika anak menghadapi perubahan besar dalam hidupnya, seperti pindah rumah, kelahiran adik, atau masalah di sekolah. Ketidakmampuan untuk mengelola stres bisa mempengaruhi kontrol kandung kemih, sehingga menyebabkan anak kembali mengompol, meskipun sebelumnya sudah bisa mengontrolnya.

Jika kamu merasa anak mungkin mengompol karena masalah psikologis, dukungan emosional dan pendekatan yang lembut sangat diperlukan. Mengajak anak bicara tentang apa yang ia rasakan dan memberikannya rasa aman dapat membantu mengatasi masalah ini.

6. Gangguan hormonal.

Ketidakseimbangan hormon antidiuretik (ADH) juga bisa menjadi penyebab anak mengompol. Hormon ini berfungsi mengatur produksi urin pada malam hari. Pada beberapa anak, produksi ADH mungkin tidak mencukupi, sehingga menyebabkan produksi urin yang berlebihan dan berujung pada mengompol. Gangguan hormon ini sering kali memerlukan penanganan medis untuk menyeimbangkan kembali produksi ADH.

Dokter dapat meresepkan obat-obatan atau terapi hormon untuk membantu mengatur produksi urin pada malam hari dan mengurangi frekuensi mengompol.

7. Alergi makanan.

nak sering mengompol  2024 brilio.net

foto: freepik.com

Beberapa anak memiliki sensitivitas terhadap makanan tertentu yang dapat mempengaruhi kontrol kandung kemih mereka. Alergi makanan atau intoleransi makanan, terutama yang berhubungan dengan produk susu atau makanan berkafein, dapat memicu anak untuk lebih sering buang air kecil dan mengompol. Jika anak sering mengompol setelah mengonsumsi makanan tertentu, sebaiknya hindari makanan tersebut dan lihat apakah ada perubahan pada frekuensinya.

Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi bisa membantu mengidentifikasi makanan yang menjadi pemicu dan membuat rencana diet yang tepat untuk anak.

8. Keterlambatan perkembangan.

Pada beberapa kasus, anak mungkin mengalami keterlambatan dalam perkembangan kontrol kandung kemih. Ini bisa terjadi karena perkembangan sistem saraf yang lebih lambat dibandingkan anak seusianya. Meskipun kondisi ini umumnya tidak serius, penting bagi orang tua untuk tetap memberikan dukungan dan kesabaran.

Konsultasikan dengan dokter anak untuk menentukan apakah keterlambatan perkembangan ini normal atau memerlukan intervensi medis lebih lanjut.