Dalam beberapa tahun terakhir, banyak orang di Amerika mulai beralih dari susu sapi ke susu nabati. Alasan di balik perubahan ini bervariasi, mulai dari intoleransi laktosa hingga kepedulian terhadap lingkungan dan etika peternakan sapi perah.
Tapi, apakah susu nabati benar-benar lebih baik? Beberapa ahli memperingatkan bahwa ada risiko kesehatan yang mungkin lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Menurut laporan dari NY Post, penelitian menunjukkan bahwa susu nabati tidak selalu memiliki kandungan gizi yang setara dengan susu sapi. Bahkan, sekitar sepertiga dari susu nabati mengandung kadar gula yang mirip dengan susu stroberi atau cokelat.
Selain itu, banyak produk susu nabati mengandung zat aditif dan pengemulsi yang membuatnya tergolong makanan ultra-olahan (UPF). Bahan-bahan seperti gelatin, protein whey, gom xantan, dan karboksimetilselulosa sering ditambahkan untuk menjaga tekstur dan mencegah pemisahan. Sayangnya, makanan ultra-olahan ini bisa mengganggu sistem mikroba dalam tubuh kita.
Gangguan pada mikrobioma usus dapat memicu peradangan, yang berpotensi merusak DNA dan meningkatkan risiko kanker. Para ahli percaya bahwa paparan berlebihan terhadap UPF mungkin menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka kanker usus besar di kalangan anak muda. Data menunjukkan bahwa 20 persen kasus kanker kolorektal pada 2019 terjadi pada individu di bawah 55 tahun, meningkat dari 11 persen pada 1995.
Menurut para dokter, kanker usus besar diperkirakan akan menyebabkan sekitar 53.000 kematian di AS tahun ini. Penelitian sebelumnya telah mengaitkan pengemulsi makanan seperti karboksimetilselulosa (CMC) dan polisorbat 80 dengan kanker usus besar pada tikus. Sementara itu, studi lain menunjukkan bahwa pengemulsi dapat mengganggu koloni bakteri yang mirip dengan yang ada di usus manusia.
Dr. Maria Abreu, seorang profesor di Universitas Miami, mengungkapkan bahwa bahan kimia dalam makanan olahan dapat mengganggu enzim usus, yang berpotensi menyebabkan peradangan dan kanker. Ia menekankan bahwa bahkan makanan yang kita anggap sehat, seperti yogurt tanpa lemak, dapat mengubah mikrobioma usus kita secara signifikan.
Namun, bukan hanya zat aditif yang menjadi perhatian. Lonjakan gula darah juga bisa menjadi masalah. Jessica Cording, seorang ahli diet, menekankan pentingnya manajemen gula darah. Ia menjelaskan bahwa susu gandum, misalnya, memiliki protein lebih rendah dan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan susu sapi, yang dapat menyebabkan lonjakan gula darah.
Studi terbaru di Nutrition 2023 mencatat bahwa hanya 28 jenis susu nabati yang memiliki kandungan protein dan vitamin D setara atau lebih tinggi dibandingkan susu sapi. Peneliti dari University of Minnesota juga menemukan bahwa sekitar setengah dari produk susu nabati diperkaya dengan vitamin D, dan dua pertiga diperkaya dengan kalsium.
Abigail Johnson, penulis utama studi tersebut, menegaskan bahwa meskipun susu sapi tidak sempurna, banyak orang keliru jika berpikir susu nabati dapat sepenuhnya menggantikan susu sapi. Hanya 38 dari 223 produk susu nabati yang mengandung protein setara dengan susu sapi, sementara banyak yang hanya mengandung sekitar 2 gram protein.
Jadi, sebelum Anda beralih sepenuhnya ke susu nabati, penting untuk mempertimbangkan semua aspek ini. Pastikan untuk memilih produk yang tepat dan tetap memperhatikan asupan nutrisi Anda!
Recommended By Editor
- Kanker usus besar di usia muda meningkat, ini 8 cara menjaga kesehatan usus
- 5 Kisah perjuangan Henky Solaiman lawan kanker usus, berhenti akting
- Ibunda kembali idap kanker usus, ini curhat haru Kiki Farrel
- 11 Penyebab kanker usus yang perlu kamu waspadai
- 10 Makanan alami cegah kanker usus, penyakit diderita George Toisutta