Brilio.net - Begitu cepatnya penyebaran virus corona membuat pemerintah, mengacu pada instruksi Badan Kesehatan Dunia (WHO), mengimbau masyarakat untuk melakukan jaga jarak fisik dan isolasi diri. Hal tersebut sangat penting dilakukan sebagai upaya dalam mengurangi penyebaran Covid-19 dan diharapkan dapat menekan jumlah kematian akibat virus ini.
Kendati demikian, tak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial. Mereka telah berevolusi selama ribuan tahun untuk bergantung pada interaksi sosial kompleks dengan yang ada dalam spesies manusia itu sendiri.
Oleh karenanya, ketika social distancing atau pembatasan sosial semakin ketat diberlakukan, para ahli kesehatan mental pun memperingatkan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan risiko psikologis yang tinggi.
Dilansir brilio.net dari Aljazeera, Kamis (16/4), jaga jarak sosial dan isolasi diri secara fisik yang telah diterapkan untuk membatasi penyebaran virus corona mengakibatkan peningkatan jumlah orang yang merasa kesepian.
"Kesepian bukan hanya perasaan; itu adalah peringatan biologis dari tubuhmu untuk mencari orang lain. Koneksi manusia penting untuk bertahan hidup dan berkembang, dan tubuhmu mengetahui hal ini," jelas Dr Amir Khan.
Lagi-lagi, dalam konteks ini, lansia adalah pihak yang sangat rentan selama masa isolasi. Diperkirakan bahwa orang lanjut usia yang kesepian tidak terlibat dalam kegiatan, seperti bercakap dengan orang lain, menghabiskan lebih sedikit waktu di luar rumah, dan kurang aktif secara fisik.
Semua itu dapat memicu adanya tekanan mental yang signifikan yang mana dapat menyebabkan penurunan kognitif, penyakit alzheimer, dan bahkan kematian yang lebih dini.
"Dengan lebih sedikit orang yang berpelukan dan saling menyapa selama pandemi, kita kehilangan satu lagi dari koneksi manusia kita yang esensial, sentuhan," jelasnya.
Di samping itu, depresi dan kecemasan juga lebih umum muncul di antara mereka yang mengisolasi diri selama pandemi.
Khan mengatakan bahwa perasaan kesepian dan isolasi sosial, yang meningkat akibat krisis kesehatan masyarakat saat ini, dapat memiliki konsekuensi kesehatan yang parah bagi sejumlah kelompok sosial ekonomi.
"Lebih jauh, membatasi akses ke kegiatan sehari-hari yang normal, tidak hanya bekerja, tetapi interaksi sosial yang normal dengan orang lain memicu masalah kesehatan mental, dan melemahkan kesehatan fisik bagi mereka yang sudah berjuang untuk mempertahankan kesehatan dan kesejahteraan yang baik," ujar Khan.
Untuk itu, ia pun menyarankan jika seseorang mengalami atau merasa bahwa kondisi psikologisnya tidak baik-baik saja agar segera bertemu dengan ahli profesional.
"(Karenanya), jika kamu sedang berjuang mengatasi kesehatan mental, segera konsultasi dengan petugas kesehatan," pungkasnya.
Beda social distancing dan physical distancing.
foto: freepik.com
Dilansir dari The Atlantic, social distancing merupakan tindakan yang bertujuan mencegah orang sakit melakukan kontak dalam jarak dekat dengan orang lain. Hal ini bertujuan untuk mengurangi peluang penularan virus.
Sedangkan menurut Center for Disease Control (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, social distancing adalah menjauhi perkumpulan, menghindari pertemuan massal, dan menjaga jarak antar-manusia. Pemerintah berharap masyarakat dapat mengarantina diri sendiri di rumah masing-masing, setidaknya selama 14 hari.
Sebab itu, masyarakat termasuk Warga Negara Indonesia (WNI) terlihat mulai saling menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan lebih memilih untuk mengerjakan segala aktivitas dari rumah. Imbauan sosial distancing diartikan sebagai kegiatan pembatasan sosial.
Kendati demikian, dilansir brilio.net dari aljazeera, pada jumpa pers harian pada 20 Maret 2020, pejabat badan kesehatan global mengatakan bahwa menjaga jarak fisik atau physical distancing juga sangat penting di tengah pandemi global. Itu tidak berarti bahwa secara sosial orang harus memutuskan hubungan dengan orang lain. Termasuk orang yang dicintai.
"Kami merubah jarak fisik 'physical distancing' itu sengaja, karena kami ingin orang-orang tetap terhubung," kata ahli epidemiologi WHO, Maria Van Kerkhove.
Sebab itu WHO telah mulai menggunakan frasa 'physical distancing' dan tidak lagi 'social distancing' sebagai cara untuk mencegah penyebaran corona. WHO berharap agar negara-negara yang terkena dampak corona tetap menjaga jarak, tapi juga harus mementingkan urusan komunikasi sosial. Suatu langkah disambut baik oleh banyak orang, termasuk para ahli. WHO dinilai menunjukkan ketanggapan lebih baik.
Martin W Bauer, profesor psikologi sosial dan metodologi penelitian di London School of Economics menyambut baik perubahan WHO dalam 'terminologi'. Menurutnya, pemilihan bahasa yang digunakan sebelumnya tidak mencakup memutus paparan corona. Padahal yang dibutuhkan sebenarnya ialah jarak fisik, bukan sosial. Menurutnya juga penting untuk membedakan antara kedua istilah tersebut.
"Jarak sosial 'social distancing', terdengar seperti orang harus berhenti berkomunikasi satu sama lain. Sementara sebaliknya kita harus menjaga komunitas sebanyak yang kita bisa, sementara kita menjaga jarak fisik 'physical distancing' kita satu sama lain," tambah Jeremy Freese, selaku profesor sosiologi di Universitas Stanford di Amerika Serikat.
Di masa-masa penyebaran virus ini, masyarakat ingin terus menjaga jarak, tetapi pada saat yang sama pula mereka tetap harus dekat satu sama lain 'secara sosial'.
Karena corona menyebar terutama melalui tetesan pernapasan, terutama ketika orang batuk atau bersin, menjaga jarak yang aman dianjurkan untuk mengurangi penularan. WHO merekomendasikan jarak lebih dari satu meter (tiga kaki) dari orang terdekat. Sementara beberapa pakar kesehatan lain menyarankan untuk menjaga jarak setidaknya dua meter dari orang lain.
Adapun beberapa langkah yang bisa dilakukan ialah, tetap tinggal di rumah lebih sering, bekerja dari rumah jika mungkin, bertemu dengan orang yang dicintai secara online (bukan secara langsung), dengan ketat membatasi jumlah pengunjung ke rumah, menghindari pertemuan publik yang besar atau transportasi umum, dan menjaga jarak dengan orang lain ketika berada di ruang publik.
Recommended By Editor
- Cerita wanita Inggris usia 106 tahun sembuh dari virus corona
- Begini skenario pemulangan TKI di tengah wabah corona
- 5 Cara mencegah jerawat muncul karena sering pakai masker kain
- Lawan corona, ini pesan semangat BTS untuk masyarakat Indonesia
- Ini daftar penyakit yang bisa memberatkan pasien corona Covid-19