Brilio.net - Program vaksinasi Covid-19 nasional sudah mulai digulirkan sejak Januari 2021. Kini sudah lebih dari lebih dari 10 juta orang telah mendapatkan vaksinasi dosis pertama dan 5,9 juta dosis kedua.
Namun sayangnya, pasca program vaksinasi, penyebaranvirus corona di Indonesiamasih belum turun signifikan. Kasus harian masih ada, bahkan sudah mulai 6.000-an lagi per harinya. Dokter Spesialis Paru, dr Erlina Burhan, mengatakan bahwa kondisi ini cukup mengkhawatirkan.
Dokter yang bertugas di Rumah Sakit Persahabatan itu menambahkan, saat ini Indonesia berada di peringkat ke-18 di dunia, dari sisi jumlah kasus Covid-19. Indonesia masih perlu waspada, karena baru melakukan vaksinasi 2 persenan dari target jumlah orang yang divaksin.
"Harus diingatkan menjalankan 5M dan juga menjaga imunitas tubuh adalah sesuatu yang penting, agar pencegahan bisa benar-benar dilaksanakan. Kita sudah sangat menderita, karena pandemi tidak kunjung selesai," ujar Erlina kepada media dalam acara Virtual Talkshow Kesehatan bertajuk 'Pentingnya Menjaga Imunitas Tubuh Meski Sudah Vaksin' yang diselenggarakan SOHO Global Health baru-baru ini.
Selain itu, Erlina juga mengingatkan kepada masyarakat yang sudah melakukan vaksinasi harus tetap mematuhi protokol kesehatan. Pasalnya tak ada jaminan seseorang yang sudah divaksinasi, tidak akan terinveksi Covid-19 lagi.
Menurutnya, Indonesia bisa belajar dari India, yang baru-baru ini mengalami 'tsunami' Covid-19, hingga jumlah kasus yang terinfeksi mencapai 200 ribu per harinya. Bahkan, angka kematian akibat Covid-19 juga meningkat.
"Itu terjadi karena masyarakat abai dengan protokol kesehatan dan karena mereka merasa sudah divaksin. Belajar dari India, maka vaksin bukan segala-galanya. Kalau sudah divaksin, jangan euforia dan abai dengan prokes," tegasnya.
Lantas apa saja sih, alasan atau penyebab seseorang bisa kembali terinfeksi Covid-19 meski sudah vaksinasi? Berikut ulasannya, seperti dirangkum brilio.net dari berbagai sumber pada Jumat (30/4).
1. Efikasi vaksin tak sampai 100 persen.
foto: pixabay.com
Istilah efikasi memang masih asing di kalangan masyarakat. Kalaupun pernah dengar, mungkin beberapa orang menyamakannya dengan efektivitas. Padahal, kedua hal tersebut berbeda.
Efikasi adalah persentase penurunan kejadian penyakit pada kelompok orang yang divaksinasi. Jadi, efikasi menunjukkan kemampuan vaksin tapi dalam konteks penelitian.
Menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultasi Alergi Immunologi, dr Gatot Soegiarto, efikasi vaksinasi ini tak sampai 100 persen. Dalam kondisi sekarang, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan memberikan perlindungan 50 persen saja melalui vaksin sudah bisa dilakukan.
Perlindungan 50 persen artinya bila dibandingkan orang yang tidak divaksin, orang yang divaksin risiko tertularnya 50 persen lebih rendah. BPOM sendiri telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization pada vaksin Sinovac dengan efikasi 65,3 persen.
Artinya, risiko tertularnya 65,3 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak divaksin. Tentu saja vaksin yang digunakan telah melewati serangkaian uji klinis, fase 1 sampai fase 3, sehingga aman digunakan.
Angka ini juga berarti orang yang divaksin pun masih tetap ada kemungkinan terinfeksi Covid-19. Namun kemungkinan lebih kecil ketimbang mereka yang tidak divaksin. Termasuk yang sudah pernah terinfeksipun masih bisa terkena.
2. Antibodi belum terbentuk sempurna.
foto: pixabay.com
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat (AS), perlu waktu beberapa hari hingga berminggu-minggu untuk antibodi yang terbuat dari vaksin corona dapat terbentuk sempurna. Oleh karena itu, bisa saja orang terkena Covid-19 sebelum antibodi terbentuk.
"Butuh beberapa saat untuk tubuh mengembangkan respons kekebalan," kata Dr Robert Salata, direktur University Hospitals Roe Green Center for Travel Medicine & Global Health di Cleveland.
3. Terinfeksi Covid-19 sebelum divaksin.
foto: pixabay.com
Orang tetap bisa terkena Covid-19 meski sudah divaksin, karena sempat terinfeksi virus beberapa hari sebelum disuntik vaksin. Hal ini biasanya terjadi pada beberapa tenaga medis.
4. Adanya mutasi virus.
foto: pixabay.com
Bila herd immunity karena vaksinasi ini tidak tercapai, penularan akan terus terjadi. Dan kalau penularan terus terjadi, potensi mutasi virus juga akan terus terjadi.
Sebab, mutasi virus itu sesuatu yang normal, karena virus memang cenderung bermutasi. Terutama kalau penularannya terus berlangsung. Jadi selain cakupan vaksinasi yang masih kecil, ada juga risiko mutasi virus.
"Kalau kita ingin mencegah mutasi, yang harus dilakukan adalah mencegah penularan yang terus menerus terjadi itu," tambahnya.
5. Respons tubuh setiap orang berbeda.
foto: pixabay.com
Dokter Gatot mengatakan, orang yang telah dilakukan vaksinasi responsnya bisa macam-macam. Tergantung usia, gender, kualitas gizi, memiliki penyakit penyerta, dan stres.
Orang yang usianya muda dibandingkan dengan yang tua, respons atau titer antibodi yang dibentuk lebih rendah yang berusia lebih tua. Karena orang tua mengalami penurunan fungsi, salah satunya fungsi imun yang menurun.
Perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Orang dengan gizi bagus, respons antibodi lebih tinggi dibandingkan dengan yang bergizi buruk. Orang yang memiliki penyakit penyerta, kemampuannya untuk membentuk antibodi juga lebih rendah dibandingkan orang yang tidak memiliki penyakit penyerta.
Faktor stres juga berpengaruh. Orang yang stres, kemampuan membentuk antibodinya juga menurun. Termasuk untuk mereka yang mengonsumsi antibiotika, respons imun atau kemampuan untuk membentuk antibodi juga turun.
Oleh sebab itu, ia menyarankan untuk tetap mengonsumsi immunomodulator meski sudah melakukan vaksin. Salah satunya immunomodulator yang memiliki kandungan echinacea purpure.
"Echinacea purpure ini bahan herbal yang ternyata bisa meningkatkan titer antibodi terhadap vaksinasi. Respons tubuh menjadi lebih baik," jelas Gatot.
Bagi lansia, disarankan mengonsumsi immunomodulator seperti dengan kandungan tersebut, karena sifatnya kalau imun lemah dia membantu meningkatkan, kalau sudah berlebihan akan mengerem.
"Lansia itu mengalami penurunan fungsi imun. Jadi sangat diharuskan untuk mengonsumsi suplemen dengan kandungan echinace purpurea untuk merangsang sistem imun," pungkasnya.
Recommended By Editor
- 10 Orang Indonesia sudah tertular virus corona seperti WN India
- Kemenkes teliti mutasi baru Covid-19 yang dibawa WN India, lebih ganas
- 5 Seleb ini terinfeksi Covid-19 dua kali, terbaru Atta Halilintar
- 4 Cerita Nia Anggia positif Covid-19, sempat hilang indra penciuman
- Viral video haru pasien sembuh Covid-19 lalu 'diwisuda' tenaga medis