Brilio.net - Peristiwa kehilangan orang terdekat dan tersayang dijamin bakal mematahkan hati kamu. Bikin kamu galau berhari-hari, mengurung diri seharian di kamar, sampai lupa kapan terakhir makan. Ya, namanya juga kehilangan memang butuh waktu untuk bisa mengikhlaskan.

Namun rupanya kehilangan seseorang yang dicintai tak hanya berpengaruh pada perasaan tapi juga kondisi jantung. Menurut penelitian terbaru mengungkapkan bahwa detak jantung cenderung jadi tak teratur ketika seseorang ditinggal pergi oleh pasangan hidupnya. Terutama jika pasangan hidupnya meninggal di usia yang masih muda atau meninggal secara mendadak.

Seorang peneliti asal Denmark melaporkan bahwa detak jantung yang nggak teratur ini dapat menyebabkan stroke dan penyakit jantung 41 persen lebih tinggi di antara orang-orang yang berkabung atas kematian pasangannya, dibandingkan dengan orang lain yang sedang nggak berduka.

"Penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya hubungan antara masalah irama jantung dan gejolak emosi," kata Dr Mark Estes, direktur New England Cardiac Arrhythmia Center di Tufts Medical Center di Boston.

Estes menambahkan bahwa detak jantung orang yang sedang berduka semakin memburuk pada saat mengalami stres emosional. Penelitian lainnya melaporkan bahwa orang yang berusia di bawah 60 tahun lebih berpeluang mengalami masalah dengan jantung jika kehilangan pasangannya. Selain itu, orang yang punya pasangan relatif sehat di bulan sebelum meninggal tercatat 57 persen lebih berpeluang terkena fibrilasi atrium (AF). Peningkatan risiko ini tak terlihat pada seseorang yang pasangannya sedang sakit parah sehingga diharapkan segera meninggal dunia.

"Dalam kasus tersebut tampak bahwa shock karena kematian pasangan merupakan dampak dari korban yang tampak sehat sebelum akhirnya meninggal. Ini menunjukkan kematian secara tiba-tiba atau tak disangka-sangka berkontribusi pada fibrilasi atrium," kata Dr. Mary Norine Walsh, direktur medis bagian gagal jantung dan transplantasi jantung di St. Vincent Heart Center di Indianapolis.

Para peneliti menyatakan bahwa orang-orang yang kehilangan pasangan mereka tak hanya berisiko untuk mengalami irama jantung yang abnormal, tapi juga kondisi lain yang mungkin berkontribusi terhadap gangguan jantung. Risiko terbesar dialami delapan sampai 14 hari setelah kematian pasangan, setelah itu secara bertahap akan mereda.

Dr Suzanne Steinbaum, direktur Womens Heart Health di Lenox Hill Hospital di New York City, mengatakan bahwa penelitian menunjukkan mengapa orang yang pasangannya pernah mengalami kematian tragis membutuhkan dukungan dari teman-teman dan keluarga. Jadi, sangat penting bagi kamu untuk mendapatkan dan memberikan dukungan ketika ada orang kehilangan pasangan yang dicintai. Selain membantu untuk perlahan mengikhlaskan juga membuat kondisi jantung tak mengalami gangguan.