Brilio.net - Kondisi Bell’s palsy dan stroke sering dianggap serupa karena gejala keduanya bisa tampak mirip. Banyak orang yang bingung ketika mendapati wajah seseorang mendadak menurun sebelah dan langsung mengira itu stroke, padahal belum tentu. Mengetahui perbedaan antara keduanya penting agar kamu bisa segera mengambil langkah yang tepat saat menghadapi situasi serupa.

Bell’s palsy dan stroke memang sama-sama menyerang saraf yang memengaruhi gerakan wajah. Bell’s palsy lebih sering terjadi pada satu sisi wajah dan sifatnya sementara, sedangkan stroke lebih serius dan berdampak pada otak. Stroke disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak, sementara Bell’s palsy lebih sering dipicu oleh infeksi virus yang menyerang saraf wajah.

Penanganan pertama untuk stroke harus segera dilakukan agar kerusakan otak tidak meluas. Bell’s palsy, meski biasanya tidak terlalu berbahaya, juga memerlukan pengobatan agar pemulihan lebih cepat dan lengkap.

Nah, supaya bisa mencegah risiko lebih lanjut dan mendapatkan perawatan yang sesuai sejak awal, yuk simak ulasan lengkapnya seperti brilio.net himpun dari berbagai sumber, Selasa (29/10).

Apa itu bell’s palsy dan stroke?

enali perbedaan bell's palsy dan stroke © 2024 brilio.net

foto: freepik.com/8photo

Bell’s palsy adalah kondisi medis yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan mendadak pada otot wajah, biasanya hanya pada satu sisi wajah. Kondisi ini terjadi ketika saraf wajah yang mengontrol otot mengalami peradangan atau pembengkakan, sering kali dipicu oleh infeksi virus. Virus herpes simplex penyebab herpes adalah salah satu jenis virus yang sering dikaitkan dengan Bell’s palsy, menurut penelitian dalam jurnal Neuroscience.

Stroke adalah gangguan kesehatan yang jauh lebih serius, disebabkan oleh terputusnya aliran darah ke bagian otak tertentu. Stroke bisa terjadi akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Kedua jenis stroke ini menyebabkan sel-sel otak kekurangan oksigen, yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen atau bahkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat.

Gejala Bell’s palsy dan stroke.

Gejala Bell’s palsy dan stroke memang memiliki kemiripan, tetapi ada tanda-tanda yang bisa membantu kamu membedakannya. Bell’s palsy biasanya ditandai dengan kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi wajah, kesulitan menutup mata, dan hilangnya kemampuan untuk mengontrol ekspresi wajah pada sisi tersebut. Selain itu, kamu mungkin merasa nyeri di sekitar telinga atau mengalami gangguan rasa pada lidah.

Gejala stroke jauh lebih serius dan melibatkan bagian tubuh lainnya, bukan hanya wajah. Stroke bisa menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh, kesulitan berbicara atau memahami percakapan, dan gangguan penglihatan. Bahkan, beberapa orang mengalami kebingungan, pusing atau hilang kesadaran. Menurut American Stroke Association, gejala ini memerlukan pertolongan darurat sesegera mungkin untuk mengurangi risiko kerusakan otak yang lebih parah.

Penyebab Bell’s palsy dan stroke.

enali perbedaan bell's palsy dan stroke © 2024 brilio.net

foto: freepik.com

Penyebab Bell’s palsy sering dikaitkan dengan infeksi virus yang memicu peradangan pada saraf wajah. Beberapa virus yang dapat menyebabkan Bell’s palsy termasuk virus herpes simplex, Epstein-Barr, dan herpes zoster. Paparan cuaca dingin atau stres juga dipercaya bisa memperburuk kondisi ini pada beberapa orang.

Stroke memiliki penyebab yang lebih kompleks, melibatkan faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, diabetes, kolesterol tinggi, serta kebiasaan merokok dan pola makan yang buruk. Menurut penelitian dari American Heart Association, riwayat keluarga dengan stroke juga bisa meningkatkan risiko seseorang. Stroke lebih sering terjadi pada orang yang memiliki gaya hidup kurang sehat atau riwayat penyakit tertentu, sehingga faktor pencegahan memainkan peran penting.

Cara membedakan Bell’s palsy dan stroke.

Untuk memastikan apakah kelumpuhan wajah yang dialami adalah Bell’s palsy atau stroke, kamu bisa mengamati beberapa hal. Bell’s palsy umumnya tidak disertai gejala tubuh lain, sedangkan stroke biasanya disertai kelemahan di lengan atau kaki, kesulitan berbicara, dan gangguan pada penglihatan. Jika kamu merasa ada gejala tambahan di luar wajah, sebaiknya segera pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan.

Tes medis seperti MRI atau CT scan bisa membantu menentukan apakah ada masalah pada otak yang mengarah ke stroke. Bell’s palsy umumnya bisa didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Dokter mungkin juga melakukan tes tambahan seperti EMG (Elektromiografi) untuk menilai fungsi saraf wajah jika gejalanya masih tidak jelas.

Pencegahan Bell’s palsy dan stroke.

enali perbedaan bell's palsy dan stroke © 2024 brilio.net

foto: freepik.com

Meskipun penyebab Bell’s palsy sering kali di luar kendali, kamu bisa mengurangi risiko dengan menjaga kekebalan tubuh, menghindari stres berlebihan, dan menjaga kesehatan secara umum. Menghindari paparan cuaca ekstrem juga bisa membantu, terutama bagi mereka yang pernah mengalami kondisi ini sebelumnya.

Untuk stroke, pencegahan lebih kompleks dan mencakup kontrol tekanan darah, menjaga kadar kolesterol, berhenti merokok, dan mengatur pola makan. Penelitian menunjukkan bahwa olahraga rutin dan menjaga berat badan ideal juga efektif dalam menurunkan risiko stroke. Bahkan perubahan kecil dalam pola hidup, seperti mengurangi konsumsi garam dan lemak jenuh, dapat memberikan efek signifikan terhadap kesehatan jantung dan pembuluh darah.

Penanganan Bell’s palsy dan stroke.

Penanganan Bell’s palsy biasanya melibatkan penggunaan kortikosteroid untuk mengurangi peradangan pada saraf wajah. Fisioterapi wajah juga dapat membantu mempercepat pemulihan otot yang lemah. Pada beberapa kasus, antivirus mungkin diresepkan jika dicurigai ada infeksi virus yang mendasarinya, meski efektivitasnya masih diperdebatkan dalam studi klinis.

Stroke memerlukan penanganan darurat di rumah sakit. Pada stroke iskemik, tindakan cepat berupa pemberian obat trombolitik untuk melarutkan gumpalan darah bisa menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerusakan otak. Stroke hemoragik, di sisi lain, mungkin membutuhkan operasi untuk menghentikan perdarahan. Setelah fase kritis, pasien stroke biasanya menjalani rehabilitasi fisik, terapi bicara, dan terapi okupasi untuk memulihkan kemampuan tubuh yang terdampak.