Brilio.net - Orang tua selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, terutama asupan nutrisi hingga gizi anak supaya tumbuh kembangnya jadi lebih baik. Namun sayangnya, banyak orang tua salah kaprah sehingga kerap memberikan berbagai jenis makanan ataupun minuman tanpa mempertimbangkan nilai gizi untuk buah hati.

Ramai kasus yang dibincangkan warganet pengalaman dr. Jatikusuma. SPA sekaligus pemilik akun TikTok @dr.jatikusuma.spa memberikan himbauan agar orang tua tidak sembarangan memberikan minuman kepada anak balita, khususnya teh. Diketahui pada unggahannya tersebut, sang dokter menjumpai pasien anak balita usia 2 tahun dengan kadar hemoglobin (Hb) rendah yakni Hb sekitar 8,7 padahal balita dua tahun seharusnya Hb diatas 11.0.

Setelah dianalisis sang anak ternyata mengalami anemia defisiensi besi. Usai uji laboratorium anemia ternyata penyebab utamanya bronkopneumonia. Kondisi seperti termasuk dalam kekurangan mikronutrien yang sulit dideteksi atau hidden hunger. Pada intinya si balita tersebut mengalami malnutrisi secara tidak bergejala.

Nah, usut punya usut ternyata si balita sering diberikan teh oleh neneknya. Pasalnya menurut neneknya sang balita senang diberikan teh. Padahal, teh pada balita bisa menghambat penyerapan zat. Menurut pengakuan dokter dr.Jatikusuma bahwa kasus seperti tidak hanya sekali dua kali. Namun, kerap ditemukan di daerah perkotaan.

Alhasil melalui konten TikTok-nya tersebut ia menghimbau agar orang tua tidak sembarangan memberikan teh kepada anak kecil, khususnya pada balita. Sebab IDAI telah merekomendasikan pemberian suplementasi zat besi di usia bayi sangat penting agar menghindari terjadinya anemia.

Menilik peristiwa tersebut tentu jadi pelajaran bagi setiap orang tua agar lebih waspada dalam memberikan asupan minuman maupun makanan pada buah hatinya. Selain menghambat penyerapan zat besi, lantas apa saja bahaya teh bagi balita?

Yuk simak ulasan selengkapnya di bawah ini yang brilio.net sadur dari berbagai sumber, Minggu (13/10).

Bahaya memberikan teh kepada balita

Bahaya memberikan teh kepada balita © 2024 freepik.com

foto: freepik.com

Memberikan teh kepada balita memang dapat menimbulkan beberapa risiko kesehatan yang perlu diperhatikan oleh orang tua. Adapun bahaya memberikan teh kepada balita, diantaranya:

1. Gangguan penyerapan zat besi

Salah satu bahaya utama memberikan teh kepada balita yakni gangguan penyerapan zat besi. Teh mengandung senyawa yang disebut tanin, yang dapat mengikat zat besi lalu menghambat penyerapannya di dalam tubuh. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena balita berada dalam fase pertumbuhan yang pesat sehingga membutuhkan asupan zat besi yang cukup untuk perkembangan optimal.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zijp et al. (2000) dan diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition menunjukkan bahwa konsumsi teh dapat mengurangi penyerapan zat besi non-heme hingga 60%. Zat besi non-heme ialah jenis zat besi yang umumnya ditemukan dalam sumber makanan nabati serta menjadi sumber utama zat besi bagi banyak balita.

Kekurangan zat besi pada balita dapat menyebabkan anemia, yang dapat mengganggu perkembangan fisik maupun kognitif. Penelitian oleh Lozoff et al. (2006) yang diterbitkan dalam Nutrition Reviews menunjukkan bahwa anemia defisiensi besi pada masa bayi maupun balita dapat menyebabkan gangguan perkembangan motorik hingga mental jangka panjang.

2. Risiko kecanduan kafein

Meskipun kandungan kafein dalam teh lebih rendah dibandingkan dengan kopi, teh tetap mengandung kafein yang dapat mempengaruhi sistem saraf balita. Balita memiliki sistem metabolisme yang belum sepenuhnya berkembang, sehingga kafein dapat memberikan efek yang lebih kuat serta bertahan lebih lama dalam tubuh mereka dibandingkan pada orang dewasa.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Temple et al. (2017) diterbitkan dalam Journal of Nutrition menunjukkan bahwa konsumsi kafein pada anak-anak dan remaja dapat menyebabkan gangguan tidur, kecemasan, bahkan risiko kecanduan kafein di kemudian hari. Meskipun penelitian ini tidak secara khusus dilakukan pada balita, hasilnya menunjukkan potensi risiko jangka panjang dari paparan kafein pada usia dini.

Selain itu, American Academy of Pediatrics merekomendasikan agar anak-anak di bawah usia 12 tahun tidak mengonsumsi kafein sama sekali, termasuk yang berasal dari teh.

3. Gangguan tidur

Kafein dalam teh dapat mengganggu pola tidur balita. Balita membutuhkan tidur yang cukup dan berkualitas untuk pertumbuhan maupun perkembangan optimal. Gangguan tidur akibat konsumsi teh dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan serta perilaku.

Berdasarkan riset oleh Owens et al. (2014) dan diterbitkan dalam Pediatrics menunjukkan bahwa konsumsi kafein pada anak-anak/remaja berhubungan dengan penurunan durasi tidur sekaligus meningkatkan risiko gangguan tidur. Meskipun penelitian ini tidak secara khusus membahas balita, hasilnya menunjukkan potensi risiko gangguan tidur akibat konsumsi kafein pada usia muda.

Kurangnya tidur pada balita dapat menyebabkan berbagai masalah, termasuk gangguan mood, kesulitan konsentrasi, bahkan dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik. Sebuah studi oleh Taveras et al. (2014) yang diterbitkan dalam Pediatrics menunjukkan bahwa durasi tidur yang pendek pada usia balita berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas di kemudian hari.

4. Risiko dehidrasi

Teh memiliki sifat diuretik ringan, yang berarti dapat meningkatkan produksi urin. Pada balita, yang memiliki kebutuhan cairan yang tinggi dan sistem pengaturan cairan tubuh yang belum sepenuhnya matang, konsumsi teh berlebihan dapat meningkatkan risiko dehidrasi.

Dehidrasi dapat menyebabkan gejala seperti mulut kering, kelelahan, dan dalam kasus yang lebih parah, dapat berakibat serius bagi kesehatan anak. Balita membutuhkan cairan yang cukup untuk menjaga keseimbangan elektrolit sekaligus fungsi tubuh yang optimal, sehingga lebih baik untuk memberikan air putih atau minuman yang sesuai untuk anak.

American Academy of Pediatrics merekomendasikan air putih dan susu sebagai minuman utama untuk balita, bukan minuman yang mengandung kafein seperti teh.

5. Peningkatan risiko kerusakan gigi

Teh, terutama jika ditambahkan gula, dapat meningkatkan risiko kerusakan gigi pada balita. Balita memiliki email gigi yang lebih tipis dibandingkan orang dewasa, sehingga lebih rentan terhadap kerusakan akibat minuman yang mengandung gula ataupun asam.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Lingstrom et al. dalam European Journal of Oral Sciences menunjukkan bahwa konsumsi minuman yang mengandung gula dan asam, termasuk teh manis, dapat meningkatkan risiko erosi gigi hingga karies pada anak-anak.

Selain itu, penelitian oleh Chaffee et al. (2015) yang diterbitkan dalam Journal of Public Health Dentistry menunjukkan bahwa konsumsi minuman manis pada usia balita berhubungan dengan peningkatan risiko karies gigi di kemudian hari.

6. Potensi interaksi dengan obat-obatan

Meskipun jarang terjadi pada balita, perlu diperhatikan bahwa teh dapat berinteraksi dengan beberapa jenis obat-obatan. Kandungan tanin dan kafein dalam teh dapat mempengaruhi penyerapan dan efektivitas beberapa obat.

Sebuah review yang dilakukan oleh Albassam dan Markowitz (2017) dan diterbitkan dalam Drugs menunjukkan bahwa teh dapat berinteraksi dengan berbagai obat, termasuk antibiotik, obat jantung, dan obat antikoagulan. Meskipun penelitian ini tidak secara khusus membahas interaksi pada balita, hal ini menunjukkan pentingnya berhati-hati dalam memberikan teh kepada balita yang sedang dalam pengobatan.

7. Pengaruh terhadap pola makan

Memberikan teh kepada balita juga dapat memengaruhi pola makan mereka. Rasa teh yang kuat dapat mengurangi nafsu makan anak, sehingga mereka tidak mendapatkan asupan nutrisi yang cukup dari makanan.

Terutama jika anak merasa kenyang setelah mengonsumsi teh, mereka mungkin menolak makanan bergizi yang seharusnya menjadi bagian penting dari diet seimbang. Asupan cairan yang tidak tepat, termasuk teh, dapat memengaruhi kebiasaan makan dan pertumbuhan anak.

8. Masalah kesehatan jangka panjang

Penggunaan teh pada anak-anak dalam jangka panjang dapat berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius. Konsumsi kafein yang terus-menerus dapat mengganggu perkembangan neurologis anak, serta meningkatkan risiko ketergantungan kafein di kemudian hari.

Selain itu, kebiasaan mengonsumsi minuman manis atau berkalori tinggi yang sering disajikan bersamaan dengan teh dapat berkontribusi pada masalah berat badan dan kesehatan jantung di masa depan. Penelitian dalam Journal of Pediatrics menunjukkan bahwa kebiasaan makan serta minum yang dibentuk pada usia dini dapat berpengaruh besar pada kesehatan di masa depan.