Brilio.net - Stunting atau kekerdilan pada anak mungkin terdengar seperti istilah medis yang berat, tapi masalah ini nggak bisa dianggap remeh. Faktanya, stunting itu nggak cuma bikin anak kelihatan lebih pendek dari teman-temannya, tapi juga bisa berpengaruh besar ke kesehatan dan perkembangan otak mereka.

Nah, di Indonesia, stunting masih jadi masalah serius, dan salah satu cara yang dipakai pemerintah buat menanggulanginya adalah lewat program makan siang gratis di sekolah. Tapi, pertanyaannya, apakah program makan siang gratis ini beneran bisa mencegah stunting?

Stunting itu lebih dari sekadar anak yang lebih pendek. Efeknya juga bakal ada gangguan pada perkembangan otak, sistem kekebalan tubuh yang lemah, bahkan masalah tumbuh kembang yang bisa berdampak seumur hidup. Nggak hanya itu, anak yang stunting juga bisa kesulitan belajar dan berkembang secara optimal.

Di Indonesia, meskipun pemerintah udah banyak banget ngeluncurin program untuk menurunin angka stunting, kenyataannya, masalah ini masih cukup tinggi. Bahkan, pemerintah menargetkan angka stunting turun jadi 14,1 persen pada 2024, tapi sayangnya target ini belum tercapai.

Jadi, pemerintah pun memperpanjang targetnya sampai 2029. Artinya, meski banyak program yang udah dilakuin, kita masih perlu banyak banget kerja keras untuk menyelesaikan masalah stunting ini.

Salah satu program yang sedang gencar dijalankan adalah program makan siang gratis di sekolah. Program ini bertujuan untuk memberi anak-anak makanan bergizi agar mereka bisa tumbuh dengan sehat dan terhindar dari kekurangan gizi, yang sering jadi penyebab utama stunting.

Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UNISA) Yogyakarta, Dr. Joko Murdiyanto, Sp. An, MPH., FISQua, program makan siang gratis itu memang salah satu langkah yang positif dan penting.

Terutama buat anak-anak yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi, karena dengan makan siang gratis, mereka bisa dapetin makanan bergizi yang nggak selalu bisa mereka dapatkan di rumah.

"Program makan siang gratis adalah salah satu upaya buat menekan stunting. Angka stunting kita masih tinggi, jadi pemerintah menargetkan penurunan jadi 14,1 persen pada 2024, tapi kenyataannya belum tercapai. Jadi, target ini diperpanjang sampai 2029," jelas dr. Joko kepada Brilio.net.

Jadi, dengan adanya program makan siang gratis, anak-anak bisa mendapatkan makanan yang bergizi di sekolah. Tentunya ini bisa bantu mereka tumbuh dengan lebih sehat dan kuat, serta menghindari masalah gizi buruk yang bisa berujung ke stunting.

Meskipun program makan siang gratis jelas bermanfaat, dr. Joko mengingatkan kalau itu nggak bisa jadi solusi tunggal untuk mengatasi masalah stunting. Stunting itu masalah yang kompleks, karena dipengaruhi banyak faktor, bukan cuma soal makan siang.

Faktor lain yang nggak kalah penting adalah pola makan yang kurang bergizi, sanitasi yang buruk, kurangnya akses ke layanan kesehatan, dan minimnya pengetahuan orang tua soal pentingnya gizi yang seimbang.

Ketika tenaga medis diuji © 2024 brilio.net

foto: istimewa

"Baik aspek kesehatan, kepandaian, tumbuh kembang anak, semua itu harus diperhatikan. Jadi, untuk menekan stunting, perlu kerjasama banyak pihak," tambah dr. Joko kepada Brilio.net.

Artinya, pemerintah nggak bisa cuma mengandalkan satu program seperti makan siang gratis. Untuk benar-benar menurunkan angka stunting, kita butuh pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan.

Program ini harus diimbangi dengan kebijakan lain yang mendukung kesehatan dan gizi anak-anak, seperti pendidikan gizi yang lebih baik, perbaikan layanan kesehatan, dan penyuluhan kepada orang tua.

Program makan siang gratis bukan pertama di dunia
Dosen Prodi Gizi, FKM, Universitas Ahmad Dahlan, Muhammad Ridwan Ansari mengatakan, sebenarnya, program makan siang gratis atau biasa disebut school lunch program (SLP) buat anak sekolah ini sebenarnya udah banyak diterapin di banyak negara, termasuk Jepang sejak 1889.

Jepang bahkan bikin program ini wajib di SD dan SMP sejak 1957 dan terbukti punya dampak positif banget buat kesehatan dan gizi anak.

Menurut Ridwan, studi di Jepang dan Bogor nunjukin kalau program makan siang ini bisa bantu anak-anak makan lebih sehat dan juga turunin masalah kesehatan kayak anemia.

Jadi, biar program ini berhasil, ada beberapa hal yang harus diperhatikan banget. Pertama, masalah pengadaan makanan dan distribusi harus jelas, supaya nggak ada masalah korupsi atau makanan nggak aman, apalagi buat anak yang punya alergi atau harus makan halal. Kedua, makanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan gizi anak, jangan sampai malah bikin anak jadi obesitas, masalah lain yang nggak kalah serius dari stunting.

Melihat pengalaman program bantuan sosial di Indonesia, banyak yang khawatir kalau program makan siang ini malah jadi beban baru buat negara atau jadi celah korupsi. Misalnya, di Jepang, satu anak SD dianggarkan sekitar 39 USD per bulan, jadi kalau diterapin di Indonesia, biayanya pasti besar.

Makanya, banyak yang berpendapat kalau program ini bukan solusi utama buat atasi stunting di Indonesia. Program lain yang fokus ke 1.000 hari pertama kehidupan malah bisa lebih efektif. Pemerintah juga perlu mendorong riset-riset yang bisa cari solusi masalah kesehatan dengan melibatkan pelaksana di lapangan.

Program suplementasi tablet tambah darah buat ibu hamil dan remaja contohnya, udah lama ada tapi selalu ketemu masalah klasik kayak kurangnya stok atau nggak ada yang ngonsumsi sesuai dosis.