Brilio.net - Banyak orang masih berpikir bahwa pergi ke psikolog atau psikiater adalah sebuah aib, terlebih jika harus mendatangi rumah sakit jiwa. Stigma ini sering membuat orang ragu untuk mencari bantuan ketika menghadapi masalah kesehatan mental. Namun, hal berbeda dilakukan oleh Fisti Aliana Barezki, seorang perempuan asal Bandung yang justru dengan terbuka membagikan kisahnya di TikTok.

Bersama suaminya, Arief, mereka memutuskan untuk menjalani pengobatan demi pernikahan yang sehat. Fisti mengungkapkan bahwa ia didiagnosis Borderline Personality Disorder (BPD), yang kemudian menjadi sorotan warganet. Keputusannya untuk mencari bantuan justru mendapat dukungan banyak orang karena dinilai sebagai langkah berani.

BPD mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang. Apa sebenarnya Borderline Personality Disorder itu? Bagaimana cara mengenalinya, apa saja gejalanya, dan langkah apa yang bisa diambil untuk mengatasinya? Simak ulasannya seperti dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Minggu (20/10).

Apa itu Borderline Personality Disorder (BPD)?

Bordeline Personality Disorder  2024 brilio.net

foto: freepik.com

Borderline Personality Disorder (BPD) adalah gangguan kepribadian yang mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan berinteraksi dengan orang lain. Gangguan ini membuat penderitanya memiliki pola emosi, perilaku, dan hubungan interpersonal yang tidak stabil. Seseorang dengan BPD sering kali merasa takut ditinggalkan, memiliki citra diri yang tidak konsisten, dan mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem.

Gangguan ini termasuk dalam kategori gangguan kepribadian kelompok B menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). BPD sering kali disalahpahami sebagai gangguan mood biasa atau bahkan depresi, padahal gangguan ini lebih kompleks. Penderita BPD cenderung mengalami kesulitan dalam mengelola emosi mereka, yang kemudian memengaruhi hubungan mereka dengan orang lain, termasuk keluarga dan pasangan.

Pada kasus Fisti, ia dengan berani membuka diri kepada publik tentang diagnosisnya. Pengalamannya menunjukkan bahwa BPD adalah kondisi yang nyata dan memerlukan pemahaman serta penanganan yang tepat agar tidak memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan.

Penyebab Borderline Personality Disorder.

Hingga saat ini, para ahli belum dapat menemukan penyebab pasti dari Borderline Personality Disorder. Namun, beberapa faktor yang diyakini dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan ini adalah:

1. Faktor genetik.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan kepribadian ini bisa bersifat turun-temurun. Jika ada anggota keluarga yang memiliki gangguan kepribadian, risiko seseorang mengalami BPD lebih tinggi.

2. Faktor lingkungan.

Pengalaman masa kecil yang traumatis, seperti kekerasan fisik, emosional, atau pelecehan seksual, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami BPD. Selain itu, tumbuh dalam lingkungan keluarga yang kurang stabil juga berisiko memicu gangguan ini.

3. Ketidakseimbangan kimia otak.

Ketidakseimbangan neurotransmitter, seperti serotonin, dalam otak juga diduga memainkan peran dalam perkembangan BPD. Neurotransmitter adalah zat kimia yang membantu mengatur suasana hati dan perilaku seseorang.

Gejala Borderline Personality Disorder.

Bordeline Personality Disorder  2024 brilio.net

foto: freepik.com

BPD memiliki beberapa gejala utama yang bisa dikenali. Berikut adalah gejala-gejala yang paling umum:

1. Perubahan emosi yang ekstrem.

Penderita BPD sering mengalami perubahan suasana hati yang sangat cepat. Mereka bisa merasa sangat bahagia dalam satu waktu, lalu tiba-tiba merasa sedih atau marah tanpa alasan yang jelas.

2. Takut ditelantarkan.

Salah satu ciri khas BPD adalah rasa takut ditinggalkan oleh orang-orang terdekat. Rasa takut ini bisa memicu perilaku yang tidak rasional, seperti mencoba memanipulasi atau mengendalikan orang lain agar tetap bersama mereka.

3. Citra diri yang tidak stabil.

Penderita BPD sering merasa bingung tentang siapa mereka sebenarnya. Mereka bisa berubah dari satu identitas atau perasaan diri ke yang lain, bahkan dalam waktu singkat.

4. Perilaku impulsif.

Orang dengan BPD cenderung melakukan tindakan impulsif yang berisiko, seperti mengemudi dengan sembrono, penyalahgunaan obat-obatan, atau perilaku seksual yang berbahaya.

5. Hubungan interpersonal yang tidak stabil.

BPD sering kali membuat hubungan dengan orang lain, termasuk pasangan, keluarga, dan teman, menjadi tegang. Seseorang dengan BPD mungkin mengidolakan seseorang pada satu saat, kemudian merasa marah atau kecewa pada saat berikutnya.

Cara mengatasi Borderline Personality Disorder.

Bordeline Personality Disorder  2024 brilio.net

foto: freepik.com

Meskipun BPD terdengar menakutkan, gangguan ini dapat dikelola dengan baik melalui kombinasi terapi, dukungan sosial, dan pengobatan. Berikut beberapa cara yang umum digunakan untuk mengatasi BPD:

1. Terapi dialektika perilaku (Dialectical Behavior Therapy/DBT).

Ini adalah salah satu metode terapi yang paling efektif untuk menangani BPD. Terapi ini membantu penderita mempelajari cara mengelola emosi mereka, memperbaiki hubungan dengan orang lain, dan mengembangkan pola pikir yang lebih sehat.

2. Terapi kognitif perilaku (Cognitive Behavioral Therapy/CBT).

CBT membantu penderita BPD mengenali dan mengubah pola pikir serta perilaku negatif yang mungkin memperburuk kondisi mereka. Terapi ini juga mengajarkan keterampilan pemecahan masalah dan pengelolaan stres.

3. Pengobatan.

Meskipun tidak ada obat khusus untuk BPD, beberapa obat antidepresan, penstabil mood, atau obat antipsikotik mungkin diresepkan untuk membantu mengatasi gejala tertentu seperti depresi, kecemasan, atau perubahan suasana hati yang ekstrem.

4. Dukungan keluarga.

Dukungan dari orang-orang terdekat, seperti pasangan dan keluarga, sangat penting dalam proses penyembuhan. Dengan memberikan pemahaman dan ruang bagi penderita untuk berbagi perasaan mereka, keluarga dapat membantu penderita BPD merasa lebih diterima dan didukung.

5. Menghindari pemicu emosi.

Penderita BPD harus mengenali dan menghindari situasi atau hubungan yang dapat memicu gejala mereka. Belajar untuk mengelola stres dan mengatasi konflik secara sehat juga sangat membantu.