Brilio.net - Konsumsi gula berlebihan telah menjadi masalah kesehatan serius di banyak negara. Para ahli kesehatan Amerika Serikat menyatakan gula sama berbahaya dan adiktif seperti alkohol atau tembakau sehingga perlu diregulasi. Mereka mengusulkan kebijakan baru seperti pengenaan pajak untuk mengendalikan lonjakan konsumsi gula dan pemanis.

Beberapa negara telah menerapkan pajak pada makanan tidak sehat, seperti Denmark dan Hungaria yang mengenakan pajak lemak jenuh, serta Prancis yang menyetujui pajak minuman ringan. Kini peneliti di AS mengusulkan kebijakan serupa untuk gula dan pemanis tambahan, di tengah kekhawatiran tentang jumlah gula dalam pola makan. Konsumsi gula telah meningkat tiga kali lipat di seluruh dunia selama 50 tahun terakhir, dengan kaitan ke obesitas, tekanan darah tinggi, dan diabetes.

Dilansir dari News Medical, Prof Robert Lustig dari University of California menyatakan pemerintah perlu mempertimbangkan pergeseran besar dalam kebijakan. Langkah-langkah tersebut bisa berupa pengenaan pajak, pembatasan penjualan makanan dan minuman manis selama jam sekolah, atau bahkan melarang anak-anak membelinya di bawah usia tertentu. Menurutnya, gula memenuhi semua kriteria untuk intervensi sosial seperti halnya alkohol dan tembakau.

Bukti yang berkembang menghubungkan konsumsi fruktosa berlebihan dengan masalah kesehatan termasuk hipertensi dan diabetes. Studi awal juga mengaitkannya dengan kanker dan penurunan kognitif. Mereka berpendapat, gula seperti tembakau dan alkohol, mempengaruhi otak untuk mendorong asupan selanjutnya.

Lalu, apakah mengonsumsi gula berlebih punya dampak yang sama dengan merokok? Berikut brilio.net himpun faktanya dari berbagai sumber pada Kamis (15/8).

Gula berlebih vs merokok, lebih berbahaya yang mana?

mengonsumsi gula berlebih dampaknya mirip merokok  2024 brilio.net

foto: Pixabay.com

Perbandingan antara bahaya gula dan rokok menunjukkan hasil yang mengejutkan. Awalnya, orang tidak menyadari bahaya rokok bagi kesehatan karena efeknya tidak langsung terasa. Satu batang rokok justru membantu meredakan stres dan kecemasan, memberikan rasa tenang dan lonjakan energi.

Dilansir dari Diabets Daily, dampak buruk merokok baru terlihat setelah jangka waktu lama. Perokok menghadapi peningkatan risiko berbagai masalah kesehatan seperti kerusakan genetik, kanker, serangan jantung, stroke, dan penyakit paru obstruktif kronis. Meski berbahaya, orang tetap merokok karena kandungan nikotin yang adiktif.

Gula ternyata bisa sama beracunnya dengan rokok. Gula sulit dihindari karena terdapat di banyak makanan, bahkan yang dianggap sehat seperti roti, yogurt, smoothie, saus tomat, dan kacang panggang. Menghindari gula lebih sulit dibandingkan rokok dan nikotin.

Konsumsi gula berlebihan dapat dengan cepat menurunkan kesehatan. Riset menunjukkan semakin banyak gula tambahan yang dikonsumsi, semakin sedikit pilihan makanan sehat yang dimakan. Hal ini karena gula dapat mengganggu indera pengecap dan sistem tubuh.

Dampak gula pada tubuh mirip dengan rokok, yaitu tidak langsung terasa namun merusak organ secara perlahan. Konsumsi gula berlebihan dapat menyebabkan obesitas, penyakit jantung, dan diabetes. Studi juga menunjukkan makanan manis bisa sama adiktifnya dengan nikotin dan kokain.

Makanan dan minuman tinggi gula harus diperlakukan seperti rokok.

mengonsumsi gula berlebih dampaknya mirip merokok  2024 brilio.net

foto: Unsplash.com

Beberapa negara telah menerapkan label peringatan pada makanan kemasan seperti pada bungkus rokok untuk memperingatkan konsumen akan risikonya. Dikutip dari Time, kebijakan label "tinggi kandungan" di Chile pada minuman manis secara dramatis mengurangi konsumsi minuman tersebut.

Di Prancis, pemerintah telah menyetujui pengenaan pajak pada minuman ringan sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi minuman tinggi gula. Sementara itu, Denmark dan Hungaria telah menerapkan pajak pada makanan dengan kandungan lemak jenuh tinggi.

Para ahli menyerukan agar FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) segera menerapkan pelabelan wajib di bagian depan kemasan untuk makanan kemasan di AS. Hal ini penting agar konsumen dapat dengan mudah memahami nilai gizi makanan dan membuat keputusan berdasarkan informasi tentang apa yang mereka konsumsi. Terutama untuk bahan-bahan yang berbahaya jika dikonsumsi berlebihan, seperti gula.

FDA merekomendasikan orang dewasa mengonsumsi tidak lebih dari 50 gram gula tambahan per hari (berdasarkan diet 2.000 kalori). Namun rata-rata orang Amerika mengonsumsi sekitar sepertiga pon gula setiap hari, lebih dari tiga kali jumlah yang direkomendasikan. Ini setara dengan lebih dari 100 pon gula per orang per tahun. Dengan konsumsi gula sebanyak itu, tidak mengherankan jika 49% orang dewasa Amerika menderita diabetes atau pra-diabetes.

mengonsumsi gula berlebih dampaknya mirip merokok  2024 brilio.net

foto: Pixabay.com

Penelitian akademis yang diterbitkan dalam jurnal medis peer-reviewed mendukung pengetahuan umum bahwa konsumsi gula berlebihan dapat menyebabkan kondisi kronis serius. Efek buruknya meliputi kelelahan, kecemasan, kehilangan ingatan, ADHD, dan bahkan umur yang lebih pendek. Fakta bahwa gula sangat adiktif secara biologis - studi menunjukkan delapan kali lebih adiktif daripada kokain - membuat kenyataan bahwa gula tersembunyi di begitu banyak makanan menjadi lebih berbahaya.

Para ahli menyerukan agar makanan dan minuman tinggi gula diperlakukan seperti rokok dalam hal pelabelan dan regulasi. Mereka berpendapat bahwa konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas dan mudah dilihat tentang kandungan gula dalam makanan yang mereka makan. Langkah ini dapat meningkatkan kesadaran, mengurangi dampak negatif gula, dan membantu jutaan orang hidup lebih sehat dan lebih lama.

Dengan menerapkan kebijakan pelabelan yang jelas dan membatasi konsumsi gula seperti halnya rokok, diharapkan masyarakat dapat membuat pilihan yang lebih sehat. Langkah ini diyakini dapat membantu mengurangi dampak negatif konsumsi gula berlebihan terhadap kesehatan masyarakat secara luas. Diharapkan kesadaran akan bahaya gula berlebih juga dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di masa mendatang.