Brilio.net - Siapa saja bisa terkena gangguan emosional, tak terkecuali kalangan remaja. Menurut hasil survei Indonesia-national Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) pada 2022 menemukan, ada sebanyak 15,5 juta atau 1 dari 3 remaja Indonesia (34,8%) mengalami masalah kesehatan mental.

Lebih jauh, pada laporan WHO terdapat 1 dari 7 anak berusia 10-19 tahun memiliki masalah psikologi seperti depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku yang menjadi penyebab utama sakit mental pada remaja.

Menelisik laman Medical Daily, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Epidemiologi dan Kesehatan Masyarakat, menemukan bahwa individu yang punya kemampuan mental buruk saat remaja punya risiko tiga kali lipat terkena dampak stroke di usia 50 tahun.

Selanjutnya pada penelitian tersebut menemukan bahwa remaja yang sulit konsentrasi, punya problem solving, hingga kesulitan belajar meningkatkan risiko alami stroke ketika di usia tua nanti. Kondisi ini diungkapkan lebih mendetail dalam penelitian yang melibatkan Israel National Stroke Registry.

Pada penelitian itu, mereka menggunakan data dari 1,7 juta anak muda Israel menjalani tes fungsi kognitif sebelum wajib militer, pada rentang usia 16-20 tahun dari 1987 sampai 2012. Kemudian para peserta dikelompokkan dalam tiga kategori yakni kecerdasan rendah (IQ di bawah 89), sedang (IQ 89-118), atau tinggi (IQ di atas 118). Tercatat 908 kasus stroke, di mana ada 767 stroke iskemik serta 141 stroke hemoragik. Tingkat kematian mencapai 5%, sedangkan 62% kematian terjadi dalam satu bulan setelah stroke.

Hasilnya, individu yang punya kemampuan mental rendah memiliki risiko 2,5 kali lebih besar alami stroke sebelum usia 50 tahun. Dibandingkan dengan orang yang memiliki skor tinggi pada tes kognitif tersebut yakni 78% lebih rendah alami stroke. Benang merahnya, ketika remaja sudah memiliki riwayat kondisi mental yang kurang baik, kemungkinan bisa mengalami stroke di usia tua.

Oleh karena penting banget menyadari apa saja kebiasaan yang bisa memicu gangguan mental. Terlebih untuk anak remaja saat ini, agar semakin memahami apa saja kebiasaan yang tanpa disadari sebabkan gangguan kesehatan mental, simak ulasan di bawah ini, Senin (1/7).

Kebiasaan yang bisa merusak kesehatan mental pada remaja.

Kebiasaan yang tidak disadari bisa merusak kesehatan mental © 2024 freepik.com

Kebiasaan yang tidak disadari bisa merusak kesehatan mental
pixabay.com

Masalah kesehatan mental pada seseorang tidak hanya dipicu dari trauma tetapi kebiasaan kecil yang terus dilakukan ternyata bisa memicu adanya kesehatan mental. Melansir dari laman Health, Thrive Global, dan Harvard Medical School menjelaskan beberapa kebiasaan yang bisa mengganggu kesehatan mental, diantaranya:

1. Terlalu sering main HP.

Gawai atau HP nggak bisa lepas dari kehidupan seseorang. Nggak cuma sebagai alat komunikasi ternyata HP juga sering dijadikan sarana untuk hiburan. Sering main HP memang picu dopamin tersendiri yang membuat seseorang ketagihan. Jika terlalu sering menggunakan HP bisa menyebabkan gangguan mental. Oleh karena itu, pentingnya seorang remaja mengurangi penggunaan HP supaya mudah menjalin interaksi dengan orang lain.

2. Jarang interaksi dengan orang lain.

Tidak jarang, ada remaja yang punya kebiasaan mengurung diri di kamar. Alhasil, tidak ada interaksi di kehidupan sosialnya. Jangankan di sekolah bahkan di rumah saja sang anak jarang ikut berkumpul bersama teman-teman, keluarga, hingga orang terdekat lainnya.

Apabila terus-menerus lakukan hal tersebut bisa sebabkan gangguan mental seperti stres hingga depresi karena tidak mampu mengekspresikan perasaan atau kebutuhan sendiri. Oleh karena itu, ajak anak-anak untuk rutin jalin komunikasi dengan siapa saja terutama anggota keluarga.

3. Sering menunda makan.

Kebiasaan menunda makan ternyata tidak baik untuk tubuh sebab tidak terpenuhinya nutrisi maupun gizi harian tubuh. Menyadur dari Mental Health Foundation, kurangnya nutrisi bisa sebabkan gangguan kesehatan mental. Karena itu, jangan sesekali menunda makan serta pentingnya atur pola makan sehat maupun perbanyak aktivitas fisik agar selalu menjaga mental dengan baik.

4. Mager alias males gerak.

Kondisi seperti ini ternyata punya risiko merusak kesehatan mental lho. Malas gerak memang menyenang karena kamu hanya bersantai tanpa melakukan apapun. Tetapi sadar nggak sih kalau mager bisa picu depresi. Oleh karena itu, sebaiknya rutin olahraga mulai dari jalan kaki, bersepeda, atau naik turun tangga.

5. Sering disepelekan stres.

Stres bisa dialami siapa saja, bila dialami sesekali cukup wajar. Hanya saja bila sering terjadi dan tak kunjung diselesaikan bisa masuk tahap depresi. Alhasil bisa seseorang alami kondisi kesehatan mental yang lebih parah. Gejala depresi tidak lepas dari hilangnya semangat, sulit tidur, sulit konsentrasi, hingga mudah marah.

6. Kurang tidur.

Kebiasaan tidur cukup berpengaruh pada kondisi fisik maupun mental seseorang. Menyadur dari Harvard Medical School kebiasaan kurang tidur tidak hanya mengganggu kesehatan tidur tetapi lebih parahnya lagi memicu alami kesehatan mental. Contohnya depresi, gangguan bipolar, bahkan gangguan kecemasan.

7. Perasaan rendah diri.

Cara menilai diri sendiri menjadi salah satu kebiasaan yang bisa memicu gangguan kesehatan mental. Orang yang cenderung menilai dirinya serba kurang, sering bandingin diri sendiri dengan orang, atau bahkan seringkali menyalahkan diri sendiri lebih mudah stres dan depresi. Oleh karena itu, penting untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini.

Alasan adanya masalah kesehatan mental pada remaja.

Kebiasaan yang tidak disadari bisa merusak kesehatan mental © 2024 freepik.com

Kebiasaan yang tidak disadari bisa merusak kesehatan mental
pixabay.com

Menyadur dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), terdapat beberapa faktor yang memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku pada anak, diantaranya:

1. Faktor individu.

Faktor individu tidak terlepas dari genetik. Tidak bisa dipungkiri anak yang lahir dari seorang ibu yang punya gangguan kepribadian, gangguan tingkah laku, dan masalah psikologi lainnya berisiko alami gangguan mental.

Selain itu, kurangnya kemampuan remaja dalam interaksi sosial bisa memicu adanya gangguan mental. Misalnya sulitnya menghadapi rasa takut, sering rendah diri, dan merasa tertekan. Nggak cuma itu, sulitnya anak meregulasi amarahnya bisa menyebabkan gangguan mental pada remaja.

2. Faktor psikososial.

Faktor ini tidak lepas dari peran orang tua, lingkungan sekolah dan masyarakat memicu seorang remaja alami kesehatan mental. Faktor orang tua berkaitan dengan kehidupan keluarga yang tidak harmonis, temperamen, hingga pola asuh yang tidak empatik serta cenderung dominasi memicu timbulnya perilaku agresif pada anak maupun remaja.

Kemudian, faktor lingkungan sekolah yakni teman sebaya berpengaruh pada kesehatan mental. Misalnya sering alami bullying di sekolah menyebabkan anak/remaja alami masalah kesehatan mental. Selanjutnya, kondisi masyarakat seperti kalangan sosial masyarakat pengangguran, kemiskinan, dan perceraian orang tua bisa memicu adanya masalah kesehatan mental.

Cara menjaga kesehatan mental pada remaja.

Kebiasaan yang tidak disadari bisa merusak kesehatan mental © 2024 freepik.com

Kebiasaan yang tidak disadari bisa merusak kesehatan mental
pixabay.com

1. Ajari anak tentang self awareness, ditandai dengan rasa keyakinan diri serta kesadaran atas kekurangan dan kelebihan diri sendiri. Harapannya anak lebih mudah mengenali diri sendiri sehingga mengurangi risiko gangguan mental.

2. Sempatkan waktu untuk mendengarkan perasaan anak. Ketika menjadi orang tua sebaiknya tidak menjudge saat sang anak berbagai cerita. Berikan empati yang tulus sehingga anak secara bebas ekspresikan emosi yang dialaminya.

3. Luangkan waktu agar terus beri dukungan kepada anak. Di masa pertumbuhan anak cenderung mencari jati dirinya. Karena itu, orang tua seharusnya mendampingi anak dengan bimbingan yang bijak. Bantulah anak untuk bertukar pikiran mencari solusi dari masalah yang dihadapinya.

4. Bentuk keluarga yang harmonis. Sebuah keluarga seharusnya memberikan kasih sayang kepada anak. Ekspresikan rasa cinta kepada anak-anak maupun anggota keluarga lainnya. Hal ini membantu anak meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga terhindar dari risiko gangguan mental.