Brilio.net - Bau ketiak sering menjadi masalah yang meresahkan bagi banyak orang, terutama saat beraktivitas di cuaca panas atau melakukan kegiatan fisik yang intens. Fenomena ini tidak hanya mengganggu kenyamanan diri sendiri, tetapi juga dapat memengaruhi interaksi sosial dengan orang lain.

Menariknya, masyarakat di beberapa negara Asia, khususnya Jepang dan Korea, dikenal memiliki kecenderungan tidak mengalami masalah bau ketiak yang signifikan. Diketahui sekitar 80 sampai 95% orang Asia Timur, seperti Korea dan Jepang ternyata jarang mengalami bau ketiak.

Nggak heran bila banyak orang penasaran alasan orang Korea maupun Asia Timur tidak bau ketek. Melansir dari NBC News, menurut dr Madalyn Nguyen bahwa hal ini bisa terjadi karena mereka mengalami disfungsi gen ABCC11 yang terkait dengan bau ketiak.

Alhasil, tubuh orang Jepang maupun orang Asia Timur lainnya tidak mengeluarkan bau asam yang sama seperti yang dikeluarkan orang lain ketika terpapar suhu panas dan berkeringat. Umumnya bau badan khususnya kelenjar keringat apokrin ditemukan pada area ketiak dan selangkangan.

Namun bagi orang tidak memiliki mutasi gen ABCC11, protein dalam kelenjar keringat tersebut membantu mengangkat senyawa lemak atau lipid dari sel ke dalam keringat. Selanjutnya, bakteri pada kulit memecah lipid tersebut dalam keringat yang lebih berminyak dan lebih kental untuk menghasilkan bau badan. Sayangnya bagi orang yang punya mutasi gen ABCC11 umumnya protein dalam kelenjar keringat tidak berfungsi demikian.

Selain mutasi, terdapat beberapa faktor lainnya yang mendukung orang Jepang dan Korea ataupun Asia Timur tidak memiliki bau keringat, apa saja? Yuk simak ulasan lengkap di bawah ini, seperti dilansir brilio.net dari berbagai sumber, Kamis (29/8).

Alasan orang Jepang dan Korea nggak bau ketek.

Alasan orang Jepang & Korea nggak bau ketek © 2024 freepik.com

Alasan orang Jepang & Korea nggak bau ketek
freepik.com

1. Faktor genetik

Alasan utama mengapa orang Jepang dan Korea cenderung tidak memiliki bau ketiak yang kuat ialah karena faktor genetik. Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Genetics pada 2006 oleh Yoshiura et al. menemukan bahwa sebagian besar orang Asia Timur, termasuk Jepang dan Korea, memiliki varian genetik yang disebut ABCC11. Varian ini menyebabkan kelenjar apokrin di ketiak memproduksi keringat yang kurang berbau.

Secara spesifik, gen ABCC11 mengatur produksi zat kimia dalam keringat yang disebut asam 3-metil-3-sulfanilheksanol (3M2H). Orang dengan varian gen ini memproduksi lebih sedikit 3M2H, yang merupakan salah satu komponen utama penyebab bau badan.

Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 80-95% orang Jepang dan Korea memiliki varian gen ini, dibandingkan dengan hanya sekitar 2% orang Eropa dan Afrika.

2. Tipe kelenjar keringat

Manusia memiliki dua jenis kelenjar keringat utama yakni kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin. Kelenjar ekrin menghasilkan keringat yang sebagian besar terdiri dari air dan garam, yang tidak berbau. Kelenjar apokrin, di sisi lain, menghasilkan keringat yang lebih kental dan mengandung protein serta lipid yang dapat diuraikan oleh bakteri, sehingga menghasilkan bau badan.

Penelitian yang dilakukan oleh Harker et al. (2014) dalam jurnal Journal of Investigative Dermatology menunjukkan bahwa orang Asia Timur, termasuk Jepang dan Korea, cenderung memiliki lebih sedikit kelenjar apokrin dibandingkan dengan populasi lain. Hal ini berkontribusi pada produksi keringat yang lebih sedikit dan kurang berbau di area ketiak.

3. Perbedaan mikrobioma kulit

Bau badan sebagian besar disebabkan oleh bakteri yang hidup di kulit kita, terutama di area ketiak. Bakteri ini memecah komponen dalam keringat menjadi senyawa yang berbau. Menyadur studi dari BMC Microbiology oleh Callewaert et al, mengungkapkan bahwa komposisi mikrobioma kulit berbeda-beda antar populasi.

Lebih jauh dijelaskan bahwa orang Asia, termasuk Jepang dan Korea, cenderung memiliki populasi bakteri Staphylococcus yang lebih tinggi di kulit mereka dibandingkan dengan bakteri Corynebacterium. Staphylococcus umumnya menghasilkan bau yang lebih ringan dibandingkan dengan Corynebacterium, yang lebih umum ditemukan pada populasi Kaukasia dan Afrika.

4. Faktor gaya hidup

Meskipun bukan faktor utama, gaya hidup dan pola makan juga dapat memengaruhi bau badan. Masyarakat Jepang dan Korea umumnya mengonsumsi lebih banyak sayuran, ikan, maupun makanan fermentasi dalam keseharian mereka. Makanan-makanan ini cenderung menghasilkan senyawa yang kurang berbau ketika dimetabolisme oleh tubuh.

Riset yang dilakukan oleh Havlicek dan Lenochova (2006) dalam jurnal Chemical Senses menunjukkan bahwa konsumsi daging merah dapat meningkatkan intensitas maupun ketidaknyamanan bau badan.

5. Praktik kebersihan

Budaya Jepang dan Korea sangat menekankan kebersihan personal. Mandi secara teratur, mengganti pakaian setiap hari, hingga penggunaan produk kebersihan diri yang tepat, sehingga dapat membantu mengurangi bau badan. Meskipun ini bukan faktor utama mengapa mereka tidak berbau, praktik kebersihan yang baik dapat membantu meminimalkan bau badan yang mungkin ada.

Sebuah studi oleh Prokop-Prigge et al. (2016) dalam jurnal Chemical Senses menunjukkan bahwa frekuensi mandi serta menggunakan deodoran dapat mempengaruhi intensitas bau badan. Meskipun penelitian ini tidak spesifik untuk populasi Jepang dan Korea, hal ini menunjukkan bahwa praktik kebersihan yang baik dapat berkontribusi pada berkurangnya bau badan.