Brilio.net - Sound horeg belakangan menjadi perbincangan hangat di berbagai platform media sosial. Sistem suara besar yang digunakan dalam karnaval ini tak jarang menimbulkan kegaduhan karena volume suaranya yang sangat keras. Salah satu kasus yang sempat viral adalah seorang warga Pati, Jawa Tengah, yang hampir dikeroyok massa setelah menyiram rombongan sound horeg karena merasa terganggu dengan suara yang ditimbulkan.
Tak hanya membuat suasana menjadi bising, sound horeg juga sering dikeluhkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi karnaval. Bahkan, beberapa laporan menyebutkan bahwa getaran suara yang dihasilkan bisa mengakibatkan kerusakan pada bangunan dan rumah warga. Fenomena ini semakin memperkuat anggapan bahwa sound horeg adalah bentuk nyata dari polusi suara yang berbahaya.
Sound horeg sendiri merupakan rangkaian dari perangkat sound system besar yang menghasilkan getaran suara yang sangat kuat. Volume suara yang dihasilkan dapat mencapai lebih dari 135 desibel (dB), melebihi batas toleransi suara yang aman bagi pendengaran manusia. Suara yang begitu keras ini tentu berdampak tidak hanya pada kenyamanan, tetapi juga pada kesehatan masyarakat.
Kasus-kasus terkait sound horeg terus bermunculan, termasuk kejadian viral di Pati. Kondisi ini memicu banyak pihak untuk mempertanyakan dampak kesehatan jangka panjang dari paparan suara yang begitu intens. Hal ini membuat sound horeg semakin mendapat perhatian, bukan hanya dari segi sosial, tetapi juga dari segi kesehatan.
Simak informasinya dihimpun brilio.net dari berbagai sumber pada Senin (26/8).
Sound horeg sebagai polusi suara.
foto: YouTube/Laser Official
Fenomena sound horeg sering kali disebut sebagai polusi suara karena volume yang dihasilkan sangat melebihi ambang batas kenyamanan. Suara yang mencapai lebih dari 135 desibel (dB) dapat membahayakan pendengaran manusia dalam waktu singkat. Menurut pakar kesehatan telinga, hidung, dan tenggorokan (THT), batas toleransi pendengaran manusia terhadap suara keras adalah sekitar 85 dB dalam durasi 8 jam.
Namun, pada tingkat kebisingan yang lebih tinggi, durasi toleransi tersebut menjadi jauh lebih singkat. Suara sebesar 135 dB, misalnya, setara dengan suara mesin pesawat saat diparkir, yang hanya bisa ditoleransi oleh telinga manusia dalam hitungan menit. Pada level kebisingan ini, bahkan pekerja yang berada di sekitar mesin tersebut diwajibkan menggunakan alat pelindung pendengaran.
Selain itu, getaran yang ditimbulkan oleh suara keras seperti sound horeg bisa merambat ke bangunan-bangunan di sekitarnya. Hal ini sering kali menyebabkan kerusakan struktural pada rumah-rumah warga yang berada di dekat lokasi karnaval. Tak heran jika masyarakat semakin khawatir terhadap tren sound horeg ini.
Penggunaan sound horeg yang masif dalam acara-acara karnaval menimbulkan perdebatan tentang perlu atau tidaknya regulasi yang lebih ketat terkait polusi suara. Para ahli merekomendasikan pembatasan volume suara dalam acara-acara publik demi melindungi kesehatan pendengaran masyarakat. Selain itu, kesadaran akan dampak suara keras bagi kesehatan perlu terus ditingkatkan di tengah masyarakat.
Dengan meningkatnya jumlah acara karnaval dan penggunaan sound horeg yang tidak terkendali, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mengurangi dampak negatif dari polusi suara ini. Tanpa adanya upaya yang nyata, risiko terhadap kesehatan masyarakat akan terus meningkat.
Bahaya sound horeg bagi kesehatan.
foto: YouTube/Bayu Pratama Channel
Sound horeg tidak hanya sekadar mengganggu ketenangan, tetapi juga membawa sejumlah risiko kesehatan yang serius. Dampak dari suara keras ini jauh lebih luas daripada yang banyak orang duga. Berikut beberapa bahaya kesehatan yang bisa timbul akibat paparan suara sound horeg, dilansir dari Hearing Associates pada Rabu (21/8).
1. Risiko Gangguan Mental
Paparan suara keras secara terus-menerus dapat meningkatkan risiko gangguan mental seperti kecemasan dan depresi hingga 200%. Ini terjadi karena suara keras sering kali menyebabkan kehilangan pendengaran, yang jika tidak segera diatasi, bisa memperburuk kondisi mental seseorang.
2. Peningkatan Risiko Demensia
Kehilangan pendengaran yang parah dapat meningkatkan risiko seseorang terkena demensia hingga lima kali lipat. Bahkan, gangguan pendengaran ringan pun bisa melipatgandakan risiko demensia, yang dapat dicegah dengan penggunaan alat bantu dengar yang tepat.
3. Bahaya Bagi Jantung
Paparan suara keras dapat meningkatkan tekanan darah dan memengaruhi ritme detak jantung, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penyakit jantung. Sebuah studi di Jerman menemukan bahwa 3% dari serangan jantung disebabkan oleh paparan suara keras secara terus-menerus.
4. Memperlambat Proses Penyembuhan
Suara keras di rumah sakit, seperti dari alarm atau monitor jantung, dapat memperlambat proses penyembuhan pasien. Hal ini karena kebisingan tersebut dapat mengganggu tidur dan ketenangan pasien, yang keduanya sangat penting untuk proses penyembuhan.
5. Merusak Pita Suara
Sebagian besar guru mengalami kerusakan permanen pada pita suara mereka setelah bertahun-tahun berbicara di kelas yang bising. Suara keras membuat mereka harus berteriak untuk didengar, yang akhirnya merusak pita suara.
6. Meningkatkan Biaya Kesehatan
Paparan suara keras juga dapat menyebabkan seseorang lebih sering mengambil cuti sakit, kesulitan mempelajari hal baru di tempat kerja, serta menjadi kurang produktif. Ini semua berujung pada peningkatan biaya kesehatan, baik untuk individu maupun masyarakat.
Recommended By Editor
- Tanpa disadari, 5 kebiasaan sehari-hari ini dapat meningkatkan risiko hipertensi
- Inner child adalah, lengkap dengan penyebab, dan cara menyembuhkannya
- 7 Cara menghilangkan bekas luka jahitan, pahami perawatannya agar tak salah kaprah
- Kerap diabaikan, ini 6 masalah kesehatan seksual dan reproduksi yang kerap menghantui remaja
- Penularan Flu Singapura pada anak meningkat, kenali gejala, penyebab, dan cara mengatasinya
- Jangan disepelekan, ini alasan jagung parut bahaya untuk penderita cacar
- Berat badan turun drastis bisa jadi gejala 10 penyakit ini, dari depresi hingga kanker