Pelanggan dari berbagai kota bahkan mancanegara
Tahu goreng ini sudah cukup terkenal dan legend di Bantul. Kendati warungnya tergolong tak mewah dan tampak sederhana, pembeli datang silih berganti. Dalam satu hari, Tini mengungkapkan bisa menjual sampai 2.400 tahu goreng.
"Sehari bisa jual 10-12 ember. Satu ember itu isi (tahu) ada 240 biji," imbuhnya.
Tahu pong milik Mbah Tini ini disukai banyak kalangan, termasuk dari luar kota. Ada yang berasal dari Jepara, Jakarta, bahkan Sumatera. "Jauh. Solo, Prambanan, Magelang. Ada yang jauh dari Swiss datang kesini," ungkap Mbah Tini.
Pelanggan yang datang pun tak hanya membeli satu bungkus tahu. Disebutkan, jika mereka ada yang memborong sampai puluhan ribu. Kala Brilio.net mendatangi warungnya, ada pelanggan yang sengaja memborong hingga Rp 100 ribu dengan membawa keranjang sendiri. Pelanggan tersebut bukanlah satu-satunya, sebab ada yang membeli hingga raturan ribu untuk mencicipi tahu miliknya.
"Rp 200 ribu, Rp 400 ribu juga pernah," papar Mbah Tini.
Banyak pelanggan yang yang terus kembali tak lain karena cita rasa tahu pong yang konsisten sejak dulu. Seperti yang diungkapkan Ismi, pelanggan dari Solo.
"Lebih gurih sih ini. Biasanya beli Rp 20 ribu. Kalau pulang ke Jogja (dari Solo) selalu mampir kesini," katanya.
Juga yang diungkapkan oleh Edi, pelanggan setia tahu pong Mbah Tini. Sejak pertama kali membeli, pria yang tinggal di Giwangan, Yogyakarta ini selalu mampir membeli tahu pong ketika pergi ke daeah Bantul.
"Emang disini beda, enak, gurih, renyah. Bumbunya merata," ujarnya.
Nggak hanya dinikmati sendiri, Edi bahkan membeli untuk dibagikan kepada saudara-saudaranya yang tinggal tak jauh dari lokasi warung Mbah Tini.
"Ini beli buat saudara juga. Di Sanden jadi sekalian mampir," tambah Edi.
Warung tahu pong ini buka setiap hari pukul 14.00-18.30.
"Mboten tau prei kulo, nyeliki, eman-eman, priyayi adoh-adoh (Tidak pernah libur saya, membuat kecele, sayang, orang jauh-jauh)," kata Mbah Tini.
Terbantu karena pelanggan setia
Namun demikian, membangun usaha tahu pong yang bisa dikenal banyak hingga mancanegara terbilang cukup sulit. Di awal jualannya, mereka bahkan masih kesusahan menggaet pembeli. Ia mengisahkan, jika kala itu ia menjual tahu pong dengan porsi yang tak menentu.
"Dulu jualan sampai jam sore itu saja kita cuma laku kadang 3 kadang 4 biji," kata Mbah Tini sambil tersenyum.
Meski begitu, Mbah Tini dan suaminya yakin pada saatnya akan semakin banyak orang mengenal tahu pong yang mereka jajakan. Titik balik jualannya terjadi kala pelanggan yang ternyata penyiar radio, menyiarkan warungnya kepada pendengar setianya. Sejak itulah, banyak orang yang melirik warung tahu miliknya.
"Bapak Rujito penyiar Retjo Buntung dulu, sekarang udah meninggal. Nyiarin di radio. Dia setiap hari datang beli tahu. 'Jangan lupa membeli tahu Mbah Tini di Jalan Srandakan'," begitu ujarnya.
Hingga kini, banyak pelanggan dan YouTuber yang berdatangan ke warungnya. Mbah Tini pun menceritakan pernah mendapatkan pelanggan dari pecinta kuliner dengan membeli 100 kantong untuk dibagi-bagikan gratis.
Tak berniat membuka cabang
Warung ini, kini menjadi sumber kehidupan keluarga Mbah Tini dan suaminya. Mereka merasa cukup dengan usahanya dan tak terpikir untuk mencoba melebarkan sayap dan membuka cabang di mana-mana.
Tapi ia tak menampik, jika anaknya ada yang berkenan meneruskan usaha ia akan mendukung untuk membuka cabang.
"Besok. Anak saya yang tinggal di Imogiri mungkin mau buka cabang disana. Tapi sekarang anaknya masih kecil-kecil," paparnya.
Ibu lima anak ini pun menuturkan jika ia tak pelit ilmu jika ada orang yang bertanya tentang resep maupun rahasia bisa ramai pembeli. Katanya, tetangganya ada yang juga menjual tahu pong setelah sebelumnya belajar berjualan dengannya.
"Tetangga saya, di depan pasar bantul. Sebelah selatan jalan," ucapnya.
Selama satu tahun, tetangganya belajar banyak. Bukan hanya cara meracik bumbu tahu agar menghasilkan citarasa yang gurih, namun juga cara menggoreng. Mbah Tini bahkan tak segan meminjamkan motor untuk jadi moda transportasi tetangganya yang kala itu masih kesusahan ekonomi.
"Dulunya belum punya apa-apa. Pakai motor ini juga (sembari menunjukkan motor tua yang jadi transportasi membawa tahu) ke rumah," cerita Mbah Tini
Recommended By Editor
- Lezatnya mi mercon buatan muazin Masjid Gedhe, tetap diburu pembeli walau ada di gang sempit
- Jelajahi kuliner khas India di hotel, bersama Chef Ranjit Debnath
- Kisah sukses warung ayam geprek pertama di Jogja, gara-gara pesanan sepele dan bingung menamai menu
- Kisah dibalik makanan legendaris Yogyakarta, Jadah Tempe Mbah Carik suguhan favorit Sultan
- Mencicipi pedas dan segarnya Rujak Mak Tas, kuliner khas pantura yang murah meriah
- Tak lanjutkan pendidikan kuliner di Singapura, ini kisah sukses pemilik Mi Sapi Banteng di Jogja