Brilio.net - Hampir semua anak muda berangan-angan menjadi superstar dan dikenal publik. Di era digital seperti sekarang, popularitas bisa dengan mudah diraih. Cukup posting hal-hal tertentu, lalu viral. Tapi, umumnya popularitas ‘instan’ yang didapat bersifat semu. Hanya sekelebat saja. Tenar sebentar, setelah itu lindap.
Alasan ini pula yang membuat Supermusic kembali menggelar kompetisi Dare To Be The Next Superstar (DTBTNS) Season 2 tahun ini. Ajang ini untuk menjaring bakat para musisi muda dan seniman visual berbakat di Tanah Air. Tentu saja, penjaringan bakat tersebut melalui proses penjurian dan kurasi dari para ahli yang kompeten terhadap karya yang diciptakan. Kompetisi ini kembali digelar mengingat tingginya animo peserta di ajang yang sama tahun lalu, yaitu hampir mencapai seribu submissions.
Nggak heran jika Perwakilan Supermusic, Nathaniel W Utomo menyebut ajang yang berhadiah total Rp 450 juta ini sebagai ‘radar’ untuk mengorbitkan para talenta muda berbakat di bidang musik dan visual art Indonesia, yang sebagian besar belum terekspos dan menemukan pasarnya.
“Ajang ini sekaligus sebagai bentuk dukungan dan terobosan Supermusic bagi generasi muda kreatif Indonesia agar bisa terus berkarya dan membuktikan bahwa pandemi bukan suatu hambatan,” ungkap Nathan.
Oh iya, bukan sekadar pencarian bakat, ajang ini juga menjadi wadah aspirasi, sarana komunikasi dan berekspresi bagi para seniman muda, khususnya di bidang musik dan visual art.
Berikut fakta mengenai DTBTNS Season 2 yang bisa menjadi sarana pengembangan bakat dan kreatifitas anak-anak muda di bidang musik dan visual art.
1. Begini prosesnya
Setelah proses pendaftaran alias submission mulai 17 Januari hingga 28 Februari 2022, rangkaian DTBTNS Season 2 berlanjut ke tahap penjurian (kurasi, coaching, final), lalu diakhiri dengan eksplorasi pemenang. Pada proses penjurian, para juri di setiap kategori akan memilih karya terbaik dari para peserta yang dinyatakan layak untuk menjadi pemenang. Setiap dewan juri memiliki kriteria penilaian masing-masing.
2. Line up juri
(Ki-Ka) Rekti Yoewono dan Oom Leo Berkaraoke
Line up dewan juri akan dibagi dalam dua kategori yakni musik dan visual art. Untuk lineup juri kategori musik ada Rekti Yoewono, penata musik Ronald Steven, serta pegiat musik dan bisnis Nadia Yustina. Sedangkan kategori art diisi jajaran seniman visual dan ilustrator papan seperti Oom Leo Berkaraoke, Popo Mangun, Hana Madness, Bunga Fatia, dan Streoflow.
Kelima juri di kategori visual art berasal dari disiplin seni rupa yang berbeda-beda. Sedangkan di kategori musik, panel juri diisi sejumlah sosok yang mewakili kompetensi dari sisi musisi, music arranger, dan praktisi industri.
3. Lebih menarik
Pentolan band The Sigit Rekti Yoewono yang kembali didapuk sebagai juri kategori musik, menilai ajang ini bakal lebih menarik dan penting untuk diikuti oleh musisi-musisi muda yang belum berhasil mengorbit ke ‘permukaan’. Menurutnya DTBTNS Season 2 bisa menjadi jembatan bakat-bakat terpendam untuk menampilkan karya-karya mereka dan lebih dikenal publik secara luas.
Hal ini setidaknya bisa berkaca dari ajang tahun lalu di mana para pesertanya saat ini sudah ada yang mulai aktif berkarier dan mulai mandapatkan perhatian dari penyuka musik yang sesuai target market mereka masing-masing.
“Di era digital ini semua orang dimudahkan berkarya dan menampilkan karyanya. Dengan begitu maka dibutuhkan juga sebuah wadah kurasi untuk menjaring talenta-talenta yang menarik dan punya kualitas,” ungkap Rekti.
4. Bisa jadi batu loncatan nih
Menurut Oom Leo, DTBTNS Season 2 bisa menjadi batu loncatan penting bagi seniman visual berbakat untuk mempresentasikan sekaligus meletakan pondasi kuat untuk karya mereka ke mata publik. Seniman visual multi-platform ini menganggap, dengan adanya konsep kurasi yang menjadi rangkaian proses penjurian di ajang ini merupakan sebuah elemen ‘sakral’ yang jarang ditemukan dan menjadi nilai plus.
Oom Leo juga menjelaskan, pada level lokal maupun dunia saat ini, tidak banyak wadah dan gelaran masif yang menggunakan pola kurasi serta metode penilaian untuk memilih karya-karya yang kelak akan dipresentasikan kepada publik.
Kemudahan akses dan arus informasi terkini menyebabkan kegiatan penciptaan karya lebih bersifat 'pintas'. Artinya, popularitas diraih tanpa harus mengalami beragam proses awal berupa kritik, diskusi, bahkan inspirasi dan aspirasi di tahap penciptaan.
“Gelaran ini sesungguhnya mencoba merefleksikan ulang beragam prosesi penting tersebut. Bagaimanapun, dunia kesenian masih sangat membutuhkan proses kurasi," ujar pemilik nama asli Narpati Awangga itu.
Yuk ikutan!
Recommended By Editor
- Heboh kisah Ghozali, ini 10 karya di NFT termahal dunia
- 7 Potret miniatur olahraga dari masker ini bikin lihat dua kali
- Potret 8 karakter Pokemon jika ada di dunia nyata, hasilnya imut abis
- Suara Kayu rilis EP kedua, Kumpulan Cerita Pendek bernuansa folk-pop
- Asyiknya kolaborasi The S.I.G.I.T x Pure Saturday di Smooth Session