Brilio.net - Tak dipungkiri jika di Indonesia sangat banyak memiliki grup band bergenre metalcore. Namun beruntung bagi COLDHAVEN. Meski baru setahun terbentuk sebagai band metalcore, penikmat karya mereka justru banyak datang dari luar negeri, bukan dari Indonesia.

COLDHAVEN adalah salah satu unit terbaru modern metalcore asal Yogyakarta. Dibentuk Januari 2022, beberapa anggota COLDHAVEN bisa dibilang tak asing lagi di permusikan kota Jogja.

Ada musisi senior Jexx (drummer Monrever, Dexter, 8 Digit) yang sudah melakukan aktivasi musiknya sejak era 2000an. Ada Ian Anatha (music producer/audio engineer Kotak, kibordis Alectrona), kemudian disusul musisi muda Harlend Apriyanto (gitaris Rage of Caliban). Terakhir ada Argha Dichandra atau Gaga yang dipercaya mengisi departemen vokal.

Data statistik yang diambil dari dashboard milik Polarity Records, music label yang menaungi mereka, menjelaskan bahwa secara keseluruhan pendengar COLDHAVEN didominasi dari United States (US) atau Amerika Serikat.

Dari YouTube pendengar COLDHAVEN dari Amerika Serikat menembus angka 33,5%. Kedua dari Indonesia sebanyak 9.1%, dan ketiga dari Brasil dengan 4,2%. Para pendengar itu mulai datang sejak single pertama dan kedua COLDHAVEN yang dirilis pada 2022 lalu.

"Kalau dirangkum dari semua streaming service, Amerika Serikat tetap menjadi teritori terbanyak jumlah audience COLDHAVEN. Angkanya menembus 56,23%. Indonesia hanya 3,32%, kalah dengan Australia dan Kanada yang sama-sama 4,18%," papar Ian Anatha.

Ditanya soal penyebabnya, menurut COLDHAVEN, konsep mereka sejak awal memang sudah mengacu pada grup-grup band Amerika Serikat. COLDHAVEN serius dalam meramu konsep musik, lirik, genre, dan sound design lagu-lagu mereka. Usaha tersebut ternyata 'terbaca' oleh algoritma YouTube, lalu pada akhirnya merekomendasikan lagu-lagu COLDHAVEN pada pendengar-pendengar dari Amerika Serikat.

"Kalau dari kami sih, faktornya mungkin adalah 'all out'. Kami nggak pernah mikir lagunya akan laris, lagunya akan terkenal. Tapi kami berusaha 'all out' dan ikhlas dalam menciptakan karya. Ketika kamu mereferensikan band-mu untuk ke arah musik Amerika, ya udah, all out aja. Kemas dari segi penulisan lirik, genre, sound design, ya all out ngikutin apa yang pasar Amerika mau," kata Gaga.

"Dan yang paling penting, zaman sekarang semua seniman, khususnya kalau kamu seniman musik, ya harus jeli soal pendistribusian karya. Sekarang era digital, pelajari bagaimana cara menjual karyamu, karena apa-apa harus serba cepat, adaptif, dan gesit membaca apa yang sedang diinginkan oleh pasar," imbuh Ian Anatha menutup obrolan.

Mengenai makna COLDHAVEN, mereka mengaku tak ada yang spesial dengan pemilihan nama itu. Keempat personelnya hanya ingin nama yang simpel.

"COLDHAVEN berarti tempat berlindung yang dingin, aman dan tenang. Karena kata orang nama adalah doa, semoga tentunya diharapkan COLDHAVEN menjadi 'tempat atau rumah yang aman' untuk para personelnya," kata Jexx menjelaskan.


Rilis single ketiga, 'Left to Burn'

Ada dua karya yang sudah dirilis oleh COLDHAVEN, yakni 'Sea of Memories' pada 1 Agustus 2022 dan 'No Shore' pada 9 September 2022. Kedua karya itu juga dikemas menjadi format video klip hingga video lirik.

Belum lama ini, COLDHAVEN kembali merilis karya lagu perkenalan ketiga mereka bertajuk 'Left to Burn'.

Diceritakan oleh Argha Dichandra selaku vokalis, 'Left to Burn' ini merupakan unek-unek pribadinya tentang menyikapi banyak permasalahan dalam hidup yang dialami banyak orang. Dalam 'Left to Burn', pendengar diajak untuk menghadapi dan menyelesaikan problema mereka dengan dewasa.

"Liriknya lebih ngasih tahu seberapa sulitnya bagi orang yang nggak terbiasa terbuka dan memendam semuanya sendiri. 'Left to Burn' ngasih pandangan tersendiri dari orang yang ngerasa bahwa nggak semua hal atau masalah itu perlu/bisa dijelasin," kata cowok yang akrab disapa Gaga.

Selain itu, ditambahkan Gaga, 'Left to Burn' juga ngasih pelajaran tersendiri bahwasanya closure itu kita yang bikin bukan orang lain.

"Dan ya, setelah ngelewatin jatuh, sakit, sedih, marah, dan sebagainya, pada akhirnya 'Left to Burn' ini jadi bagian dari proses pendewasaan," tambahnya.

Proses pembuatan 'Left to Burn' ini sama seperti dua single sebelumnya. Semuanya digarap mandiri dari proses workshop, recording, sampai mixing dan mastering-nya.

Workshop dan instrument recording dilakukan di Polarity Audio. Namun beruntungnya, kali ini COLDHAVEN diberi fasilitas rekaman gratis untuk merekam drum di studio milik Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta. Sedangkan untuk vokal direkam di Rumah Tua Record.

Meski semua prosesnya dilakukan COLDHAVEN sendiri, namun single 'Left to Burn' ini juga berbeda secara teknis pengerjaannya. Kali ini mereka melangsungkan rekaman audio hingga pembuatan video klipnya secara LDR alias jarak jauh.

"Karena sekarang Harlend gitaris kami berada di Kalimantan dan belum akan ke Jogja dalam waktu dekat. Bagan musik kami buat dulu, kemudian kami kirim ke Harlend untuk direkam di sana. Video klip juga demikian. Harlend take terpisah dan sisanya dilakukan di Jogja, lalu disatukan saat editing," papar Ian Anatha.

Video klip 'Left to Burn' sudah dirilis sejak Senin 13 Maret 2023 di YouTube. Sedangkan untuk format audionya juga telah mengudara serentak di gerai-gerai musik digital pada hari yang sama. Pendistribusian karya COLDHAVEN masih di bawah naungan Polarity Audio Indonesia (music production & record label), yang secara spesifik digarap oleh tim Polarity Records.

Setelah rilisnya lagu ketiga ini, COLDHAVEN akan menyelesaikan penggarapan album yang diharapkan selesai pada pertengahan tahun dan nantinya sudah bisa diperdengarkan akhir tahun.

"Album pertama ini nantinya akan sangat penting bagi COLDHAVEN karena sebagai bentuk bukti eksistensi dan tanggung jawab para personelnya dalam berkarya. Setelah rilis kami juga berencana melakukan promo tur di beberapa kota. Tak menutup kemungkinan kami juga akan mencari peluang di panggung-panggung mancanegara," pungkas Ian Anatha.