Brilio.net - Akhir Januari 2018, pelataran Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki dipenuhi ribuan warga yang ingin menyaksikan penampakan gerhana super blue blood moon. Fenonema ini hanya terjadi 150 tahun sekali. Jadi wajar saja mereka begitu antusias.
Tapi ada yang menarik lho. Sebagian orang justru tampil dengan pakaian lebih formal dibanding warga Jakarta yang ingin menyaksikan gerhana. Mereka terlihat lebih rapih. Kenapa ya?
Rupanya, mereka adalah penonton Jakarta Concert Orchestra (JCO) yang menampilkan The Resonanz Music Studio (TRMS) di bawah pimpinan konduktor Avip Priatna. Konser yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation itu mengangkat tema Invitation To The Dance yang diambil dari karya komposer Jerman, Carl Maria von Weber.
Sebagai salah satu konduktor yang aktif di Indonesia, Avip Priatna senantiasa menghadirkan pertunjukan musik klasik dalam upaya mendekatkan masyarakat dan memajukan musik klasik orkestra di Indonesia, kata Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian.
Acara yang dimulai sekitar pukul 19.30 WIB dibuka dengan sajian tarian musik pertama, Spanish Dance No. 1 karya Manuel de Falla. Penampilan JCO pun mendapat tepuk tangan setelah Avip berbalik dan menunduk sebagai ucapan salam sapa kepada penonton.
Invitation To The Dance menjadi kompisisi pembuka yang dimainkan sekitar 55 musisi profesional. Nggak cuma itu sih, para penikmat musik klasik juga disuguhkan karya-karya komposer dunia yang bertema musik tarian. Konser malam itu semakin apik dengan penampilan soprano muda Indonesia Isyana Sarasvati dan pianis muda berbakat Jonathan Kuo.
Bersama Jakarta Concert Orchestra yang didirikan Avip Priatna bersama Toeti Heraty Roosseno, para penikmat musik klasik disuguhkan karya-karya kelas dunia yang dimainkan para musisi muda berbakat yang menjadikan konser Invitation To The Dance ini patut dinantikan, lanjut Renitasari.
Setelah mendengarkan alunan apik komposisi Invitation To The Dance, para penonton kembali dibuat terpukau dengan penampilan JCO yang memainkan berbagai komposisi klasik karya sejumlah komposer legendaris seperti Manuel de Falla, Gabriel Faure, Franz Liszt, Leo Delibes, Edvard Hagerup Grieg, Johan Strauss II, Camile Saint-Seans, juga komposer Indonesia Fero Aldiansya Stefanus.
Yang jelas, malam itu konser yang berbalut suasana gerhana super blue blood moon di luar teater menyajikan harmonisasi apik tiap gesekan dawai, tiupan horn, tarikan suara, dentingan piano, dan tabuhan perkusi.
Terlebih saat karya Fero Aldiansya Stefanus berjudul Panen Raya dimainkan, musikalisasinya memberikan nuansa berbeda. Irama musik bernuansa Sumatera Barat dibalut dengan musik klasik makin menambah kemeriahan harmonisasi yang disajikan JCO. Uniknya, suara kicauan burung ditambah lenguhan kerbau bisa diterjemahkan dalam notasi musik yang apik. Oh iya, ini menjadi penampilan perdana Panen Raya dibawakan ke atas panggung musik.
Penampilan JCO malam itu semakin memukau dengan performa Jonathan Kuo yang memainkan komposisi Totentanz (tarian kematian) yang beruansa antagonis karya komposer Franz Liszt. Nuansa musik yang kejam sangat kentara ketika Jonathan memainkan jemarinya begitu energik di atas tuts piano yang diikuti gesekan biolin dan cello. Jonathan begitu bergairah memainkan komposisi ini sekaligus menjadi penutup sesi pertama sebelum konser disitirahatkan selama 25 menit.
Memasuki sesi kedua, sajian Norwegian Dances, Op 35 karya komposer Edvard Hagerup Grieg semakin membuai para penonton dengan alunan musik klasik. Setelah itu Isyana muncul dengan balutan gaun panjang putih membawakan dua komposisi.
Setelah itu konser pun memainkan komposisi terakhir karya Camile Saint-Saens, Danse Bacchanale. Tapi rupanya itu bukanlah komposisi penutup. Avip tak lama kembali naik ke panggung dan memainkan satu tarian musik lagi. Sontak penonton pun gemuruh mendapat sajian komposisi bonus yang sekaligus menjadi penutup acara.
Avip yang sekaligus Direktur TRMS mengatakan, Indonesia sudah mampu menunjukkan kepada dunia internasional memiliki potensi yang patut diperhitungkan melalui beragam kompetisi paduan suara yang berhasil dimenangkan.
Melalui konser Invitation To The Dance ini, saya ingin menunjukkan bahwa kita memiliki orkestra yang terdiri dari para musisi berbakat yang mampu menampilkan karya komposer dunia, ujar Avip.
Dia juga bermimpi besar mendekatkan masyarakat Indonesia dengan musik simfoni, baik simfoni orkestra maupun simfoni lokal. Inilah yang akhirnya mendorong Avip mendirikan JCO sekitar 15 tahun silam.
Recommended By Editor
- Harga tiket konser 3 musisi dunia ini jadi yang termahal di Indonesia
- 6 Anak band ini menjajal peruntungannya sebagai produser musik
- 8 Band Tanah Air ini pernah berganti nama di tengah popularitasnya
- Proyek baru usai Nidji, 6 penyanyi ini isi posisi Giring Ganesha
- 5 Kontestan audisi Indonesian Idol ini 'kembaran' penyanyi terkenal