Brilio.net - Pasca kebakaran hutan beberapa bulan lalu, Indonesia kehilangan puluhan ribu hektar luas hutan yang rusak karena terbakar. Hal ini tentu menjadi kegelisahan tersendiri karena hutan merupakan paru-paru dunia. Selain itu, hutan juga rumah bagi satwa-satwa yang hidup di dalamnya.
Di Kalimantan Tengah, tepatnya di Taman Nasional Tanjung Puting, area seluas 91.000 hektare (ha) terbakar dari 415.040 ha luas hutan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran karena Tanjung Puting merupakan bagian dari paru-paru dunia.
Kekhawatiran dan kepedulian inilah yang memotivasi komunitas CTP (Care for Tanjung Puting) untuk melakukan penanaman kembali bibit-bibit pohon di Taman Nasional Tanjung Puting. Komunitas ini melibatkan siswa, mahasiswa, dan masyarakat untuk turut serta dalam upaya konservasi hutan di Taman Nasional tersebut.
"Latar belakang berdirinya CTP ini adalah membuat sebuah komunitas yang terorganisis untuk sukarelawan di Tanjung Puting," ungkap Syarifudin, ketua dari komunitas CTP ketika dihubungi brilio.net, Kamis (10/12).
Tanjung Puting sendiri merupakan Taman Nasional yang terletak di Kalimantan Tengah. Tempat ini merupakan tempat hidup untuk sekitar 38 jenis mamalia. Tujuh di antaranya adalah primata yang cukup dikenal dan dilindungi seperti Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), Bekantan (Nasalis larvatus), Owa Kalimantan (Hylobates agilis), dan Beruang Madu (Helarctos malayanus). Tempat ini sering dikenal sebagai ibu kotanya orangutan di Indonesia.
"Tanjung Puting adalah satu-satunya hutan kami di Kalimantan Tengah. Hutan adalah paru-paru dunia, kalau hutan habis, apa yang akan menjadi benteng dunia? Dan lebih penting lagi, Tanjung Puting adalah ikon bagi Kalimantan Tengah," lanjut Syafrudin yang sehari-hari berprofesi sebagai tour agent tersebut.
Hingga saat ini, komunitas CTP telah menanami hutan yang terbakar dengan 3.000 pohon. Masih ada sekitar 18.000 bibit phon yang belum tertanam. Bibit tersebut berasal dari salah satu yayasan lokal di Kalimantan.
"Kami mendapat bibit pohon dari salah satu yayasan lokal. 3.000 pohon sudah kami tanam bersama volunteer, sekarang masih sisa 18.000 pohon. Tapi, jumlah itu masih sangat jauh dari cukup untuk lahan 91.000 ha," terang Syarifudin.
Selain bibit pohon, CTP juga menerima sumbangan dalam bentuk dana cair, obat-obatan, dan yang lainnya. Belum lama, mereka mendapat bantuan obat-obatan dari salah seorang alumni pondok pesantren di Solo.
"Kemarin ada bantuan obat-obatan dari alumni salah satu pondok pesantren di Solo, obat-obatan itu kami bagikan ke masyarakat yang tinggal di sekitar area kebakaran," sambung Syarifudin.
Yang paling mereka butuhkan sendiri, menurut Syarifudin, adalah peralatan untuk memadamkan kebakaran. Hal ini sangat perlu untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran selanjutnya. Menurutnya, selama ini volunteer membantu memadamkan kebakaran dengan peralatan seadanya.
"Ke depannya, kami pingin punya peralatan pemadam kebakaran yang standar. Kemarin itu kami menggunakan pelaratan seadanya untuk memadamkan api, tanpa helm, sepatu boat, dan sarung tangan," terang dia.
Segala bentuk bantuan sendiri bisa dihubungkan ke fan page CTP di Facebook yakni Care for Tanjung Puting. Hingga saat ini, ada 25 orang anggota inti yang mengurus CTP.
"Sekarang ada 25 pengurus ini, tapi kalau volunteer saat penanaman pohon tak terhitung ya karena masyarakat dari siswa, mahasiswa, dan warga turut serta membantu," pungkas Syarifudin.