Brilio.net - Tak mengizinkan kelima anaknya, Ida Saraswati, Dika Sistrandari, Sikla Estriningsih, Agus Siklawida, dan Ifa Siklawati meneruskan pendidikan formal, bahkan tak lulus SMA sekalipun, bukan berarti Djaka Sasmita, membiarkan kelima buah hatinya menjadi manusia tak berilmu pengetahuan.
Lewat tangan dinginnya, anak-anaknya malah berhasil menciptakan berbagai penemuan dan karya ilmiah yang tak kalah dengan para akademisi. Bersama lima anaknya, Djaka berhasil membuat alat-alat yang bermanfaat bagi dunia medis.
Alat-alat ini antara lain pengetes gelombang otak, pengetes emosi diri, pengetes penyakit kanker getah bening dan kanker hati, magnetic resonance imaging (MRI), alat pemeriksa saraf, otot, dan jantung, serta modem.
Produk yang disebut terakhir ini belakangan direncanakan untuk diproduksi dalam jumlah lebih banyak. Sebelumnya Djaka juga lebih dulu berhasil menciptakan biochip sebagai alat pengetes kesehatan tubuh, yang sangat bermanfaat di bidang kedokteran, serta biochip sebagai alat terapi.
Djaka Sasmita mempelajari alat-alat penemuannya.
Biochip adalah benda organik sebagai materi inti. Ramuan dari sari hewan dan tumbuhan ini diracik hingga menjadi hanya seberat kurang dari satu gram, lalu dilekatkan pada lempengan kecil kawat, dan disambungkan oleh media penghantar berupa lembaran-lembaran kabel. Alat ini berbeda dengan biochip-biochip lain yang, meski juga dibuat sebagai hasil teknologi, bahan utamanya dari anorganik.
Pada setiap kegiatan pengecekan dan terapi kesehatan terhadap pasien-pasiennya, Djaka mentransfer materi inti pengobatan ini lewat gelombang (udara maupun listrik), disalurkan ke tubuh penderita.
Hantaran energi melalui gelombang ini pada tahap berikutnya, memampukan Djaka mengobati pasien secara jarak jauh. Dengan menggunakan telepon biasa ataupun seluler, pengobatan yang berpusat dalam sistem komputer di rumahnya akan dihantar masuk ke pasien melalui gelombang.
”Saya berpikir bahwa ilmu dapat dimanfaatkan seluas-luasnya. Dan, bentuk pengobatan ini sangat dapat dijelaskan secara ilmiah,” tuturnya.
Berkat biochip dan sejumlah penemuan bidang medis lainnya, Djaka pun menjadikan rumahnya, yang juga dijadikan pesantren Isiteks (Islam Teknologi dan Seni) di Imogiri, Bantul, Yogyakarta, sebagai tempat pengobatan.
Di tempat sederhana Djaka terus bergelut dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tapi, Djaka bercerita jika banyak orang yang menyalahartikan pengobatan yang dilakukan adalah pengobatan alternatif, padahal bukan demikian. Djaka bersama anak-anaknya melakukan pengobatan dengan alat temuannya sendiri dengan berbagai perlakukan sesuai dengan penyakitnya.
Jangan bayangkan tempat pengobatan seperti klinik mewah, tempat pengobatan Isitek begitu sederhana, jauh dari kesan mewah. "Makanya di tempelan ditulis pengobatan bukan alternatif, karena memang ini bukan pengobatan alternatif," terang Desiana Miranti, menantu Djaka, yang membantu kegiatan praktik di tempat tersebut kepada brilio.net, Senin (28/9).
Sudah banyak pasien yang disembuhkan berkat temuannya ini. Atas kehebatannya itu, tak heran jika banyak orang yang menyebutnya sebagai Ibnu Sina dari Bantul.
Recommended By Editor
- 10 Bukti kedermawanan Mark Zuckerberg yang patut diacungi jempol
- Mark Zuckerberg mendapat kejutan sederhana sambut buah hati
- Facebook kenapa warnanya biru ya? Ini penjelasannya!
- Ini foto-foto bahagia Mbah To bertemu dengan istrinya
- Ini cerita panjang ditemukannya Mbah To hingga diantar ke kampungnya
- Akhirnya Mbah To berhasil ditemukan!
- Kepedulian warga kepada Mbah To terus mengalir