Brilio.net - Nama Hakim Parlas Nababan belakangan melambung karena putusan kontroversial kebakaran hutan. Seperti yang diketahui, hakim Pengadilan Negeri Palembang itu menolak gugatan Kementerian Lingkungan Hidup, terhadap PT Bumi Mekar Hijau (BMH) senilai Rp 7,8 triliun. Gugatan tersebut sebagai ganti rugi materiil atas kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Palembang.

Emosi masyarakat Indonesiapun meluap atas putusan tersebut. Masyarakat menilai pertimbangan Hakim Parlas tidak adil, apalgi dia mengatakan kerusakan hutan bukan sebuah kesalahan karena hutan masih bisa ditanami lagi.

Reaksi masyarakat pun beragam, salah satunya munculnya meme pengecaman hingga deklarasi petisi online yang menuntut Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa Hakim Parlas Nababan pada Kamis (7/1).

"Tidak kah bapak bisa melihat kami? korban asap? Harapan kami cuma satu hukumlah seberat-beratnya para pembakar lahan. Tapi apa yang bapak/ibu hakim lakukan? Malah membebaskan gugatan ke pembakar lahan. Pemerintah sendiri yang menggugat dan bapak/ibu hakim menolak? Sulit dipercaya sungguh teramat sulit untuk mempercayainya," tulis petisi di laman change.org yang digagas oleh akun Pedjoang Empat Lima tersebut.

Tidak hanya di media online. Salah seorang netizen dengan nama akun Ichwan Susanto juga melakukan aksi. Aksi yang dilakukan Ichwan dan rekan-rekannya adalah dengan menyumbang puluhan buku tentang pengetahuan Hukum Lingkungan dan Kehutanan. Buku-buku tersebut diantarkannya langsung ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang tempat Hakim Parlas Nababan bertugas.

Bikin keputusan kontroversial, Hakim Palas dapat kado istimewa foto: Rekan-rekan Ichwan saat menyerahkan buku ke PN Palembang sebagai bentuk sindirian kepada hakim

"Buku ini untuk PN Palembang. Semoga berguna untuk memutuskan kasus-kasus lingkungan di masa mendatang," tulis Ichwan seperti dikutip brilio.net, Jumat (8/1) dari akun Facebooknya.

Ichwan menuturkan selain menyerahkan buku-buku tersebut sebagai sindirian untuk hakim agar belajar lagi, rekan-rekannya sudah berusaha untuk bertemu dan berbincang dengan Hakim Parlas Nababan. Sayangnya yang bersangkutan tidak bersedia hingga akhirnya hanya bisa berbincang dengan Ketua PN Palembang.