Brilio.net - Patung Sri Sultan Hamengkubuwono IX karya seorang seniman asal Klaten Roestamadji sejak selesai dibuat pada tahun 1953 diletakkan di Jalan Batikan 666, Umbulharjo Yogyakarta. Patung tersebut pada Senin (8/2) dipindahkan ke Bangsal Kasatriyan, Keraton Yogyakarta.

Bagaimana awal mula patung tersebut berada di halaman rumah? Widyo Winoto yang halaman rumahnya ditempati patung tersebut mengatakan dulu rumahnya dikontrak sang pematung bersama sekelompok seniman lainnya. Setelah masa kontraknya habis, serta ada pekerjaan di kota lain, Roestamadji harus meninggalkan patung yang belum jadi tersebut, seperti yang dituturkan Widyo pada brilio.net pada Selasa (9/2).

Cerita Widyo Winoto perawat patung HB IX sebelum dipindahkan Lokasi patung Sri Sultan HB IX sebelum dipindahkan. Foto: twitter infoseni Jogja

"Saya sejak kecil ada di sini, karena yang punya rumah mbah saya, dilanjutkan bapak saya. Kalau saya menempati rumah ini dalam artian punya kamar sendiri baru tahun 1977," terang Widyo.

"Pada waktu saya kecil bermain di sana, naik ke atas patung, disuapi mbah saya," kenang pria kelahiran 1953 tersebut.

Perawatan oleh pihak keluarga Widyo dimulai setelah Roestamadji dan kawan-kawan habis kontrak. Mendapat amanah untuk merawat patung sebenarnya dirasakan sebagai beban moral bagi ayah 3 anak ini. Dia pun mengaku tidak mampu melakukan perawatan yang lebih daripada menyirami dan mengelap secara berkala untuk menghindarkan dari lumut. Pihaknya pernah melakukan pewarnaan dengan cat khusus batu dengan warna alami.

Widyo mengaku sama sekali tak pernah berpikir tentang imbalan karena telah merawat patung selama puluhan tahun. Pemindahan patung tersebut melahirkan perasaan haru sekaligus lega. Widyo mengaku takut kalau ada tangan jahil semisal mencorat-coret atau mengotori patung tersebut. Beruntung selama 63 tahun ini patung tersebut dapat terjaga.

"Secara psikologi saya berat. Jadi dengan pemindahan patung, saya sebagai kawolu Ngayogyakarto, sebagai bangsa Indonesia, sebagai penerus perjuangan, kebetulan saya seorang abdi dalem, yang ada saya sembah nuwun," kata pria yang mendapat penghargaan Satya Lencana pada 2004 ini.

Widyo bilang ini merupakan sebuah penghargaan yang besar bagi dia. Justru dalam kesempatan ini Widyo memohon maaf untuk saya, bapak saya, keluarga saya jika dianggap menelantarkan patung itu. "Saya merawatnya terbatas supaya tidak ngelumut karena saya bukan orang percandian," terang pria yang mengangkat 2 orang anak ini.

Patung yang dibuat dari batu merapi ini sebenarnya sudah menjadi milik ngarso dalem karena sejak 1953 sang pemahat telah menyerahkan kepada yang bersangkutan yang pada saat itu masih hidup.

Cerita Widyo Winoto perawat patung HB IX sebelum dipindahkan

Proses pemindahan patung HB IX. Foto: Twitter info seni Jogja.

Selaku abdi dalem, Widyo sudah mencoba ke kraton mendatangi Sri Sultan Hamengku Buwono X namun ketika itu tidak bertemu. Kemudian foto patung di rumahnya diserahkan ke sekretaris kraton, ketika diserahkan beliau diam. Menurut Widyo, HB X diam karena tahu lokasi patung ditempatkan adalah rumah seorang abdi dalem. Dari diamnya HB X, Widyo tanggap untuk mengelolanya tanpa harus didahului oleh perintah langsung.

"Kalau orang Jawa itu bilang 'tanggap ing sasmito', tanpa diperintah pun berarti saya disuruh. Sampai sekarang bapak saya meninggal barulah Ngarso Dalem HB X berkenan mengambil,". Proses pemindahan patung bermula dari salah satu media cetak yang menulis bahwa patung itu telantar di belakang Koramil Pakualaman Mergangsan. Widyo mengaku langsung didatangi oleh Komandan Koramil setempat.

Dituturkan Widyo, sebagai seorang seniman, Roestamadji membuat patung ini dengan maksud ingin mengabadikan sosok HB IX yang telah berjasa banyak pada bangsa Indonesia. "Saya yakin itu adalah inisiatif Pak Roestamadji sendiri," tutur Widyo. Roestamadji juga membuat dua patung lain yaitu Jenderal Soedirman dan Letkol Urip Sumoharjo.

Meskipun mengetahui bahwa Ngarso Dalem tidak berkenan dirinya dibuat patung atau dijadikan nama jalan, namun Roestamadji dengan tetap tekun memahat sampai patung terbentuk.

Proses pemindahan patung sejak sekitar 3-4 bulan lalu ini, di setiap langkahnya, menurut Widyo memiliki makna sendiri. Misalnya penyiraman oleh GKR Mangkubumi dengan padi dan air membersihkan patung.

Cerita Widyo Winoto perawat patung HB IX sebelum dipindahkan Proses pemindahan patung HB IX. Foto: Twitter info seni Jogja

"Padi adalah simbol kemakmuran, air adalah simbol kesucian dan simbol kemakmuran. Jadi sangat dalam sekali. Sementara waktu dikerudung dengan kain putih itu berarti patung itu dianggap telah tiada. Ibarat manusia telah tiada. Tetapi setelah disucikan dia masuk ke surga, artinya mendapatkan sebuah kebahagiaan yang kekal," terangnya.

Jika di kediaman Widyo seperti diakuinya mendapatkan perawatan yang kurang, diibaratkan dengan dunia. Sementara itu di kraton akan menempati tempat yang layak, diibaratkan surga. Setelah sampai di kraton patung sempat diselimuti dengan kain berwarna kuning, yang berarti keagungan.