Brilio.net - Garis tangan keluarga Namono tidak cukup beruntung, setidaknya untuk sejauh ini. Mereka terpaksa tinggal di rumah reyot yang hampir roboh di tepi Sungai Jali di Desa Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo, Jateng.
Walau begitu, semangat Namono layak diacungi jempol. Dia bekerja keras sebagai pemulung dengan penghasilan rata-rata per hari sekitar Rp 20.000. Uang yang terbatas itu tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, tapi juga diprioritaskan bagi pendidikan anaknya. Kesadaran Namono sangat tinggi untuk menyekolahkan tiga dari empat anaknya. Anak yang pertama sudah bekerja di pabrik roti di Jogja.
Menurut istri Namono, Utami, dari Rp 20.000 yang dihasilkan suaminya, Rp 15.000 di antaranya dipakai untuk mendukung pendidikan ketiga anaknya. "Setiap pagi 15 ribu buat sangu (uang saku) ketiga anak saya. Ada yang di SMA, SMP, dan SD. Disangoni biar rajin sekolah, yang gede sudah di Jogja kerja di pabrik roti," tuturnya.
Ia sadar, bahwa pendidikan adalah modal untuk anak-anaknya biar menjadi orang yang jalan hidupnya lebih baik dari orang tuanya. "Biar bagaimana sulitnya, saya tetep mengutamakan pendidikan buat anak-anak saya. Saya ingin anak-anak saya jadi orang. Biar bisa hidup layak," papar dia.
Dirinya juga mengakui kalau prestasi anak-anaknya cukup baik disekolahnya, tapi dia juga khawatir dengan pergaulan anak zaman sekarang. "Anak saya pinter-pinter lho mas, ada yang ranking 1 di kelasnya. Tapi semakin hari saya sempat berpikiran menitipkan anak-anak saya di yayasan di Purworejo, biar bisa dirawat dan dididik agar nggak ikut-ikutan anak zaman sekarang," ujarnya lirih.