Brilio.net - Pada saat ini komunitas Generasi Bahakti Negeri (GBN) sedang melakukan pengabdian kepada masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, tepatnya di Desa Aji Kuning dan Desa Maspul Pulau Sebatik, Provinsi Kalimantan Utara.
Program ini dilaksanakan selama dua bulan Agustus-Oktober 2015. Mereka melakukan berbagai kegiatan pengabdian seperti di bidang pendidikan, ekonomi kreatif, moral dan intelektual.
Selain melakukan berbagai kegiatan yang bersifat pengabdian, mengunjungi Pulau Sebatik dan tinggal bersama masyarakat selama beberapa bulan membuat mereka menemukan berbagai hal menarik di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia tersebut.
"Banyak hal menarik yang kami temukan di pulau ini, mulai dari melihat fenomena aktivitas masyarakat dua negara dalam satu pulau, penggunaan dua mata uang, ketimpangan pembangunan antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah Pulau Sebatik Indonesia dan Tawau Malaysia, sampai kepada masalah ketergantungan ekonomi masyarakat Pulau Sebatik kepada Malaysia," ujar Deni Febrian yang merupakan ketua GBN kepada brilio.net, Jumat (28/8).
Kenyataan yang ditemukan ini memang miris dan sulit untuk dipercaya bahwa warga negara Indonesia lebih biasa menggunakan mata uang negara tetangga dari pada rupiah.
Salah satu yang membuat hal ini terjadi karena interaksi jual beli barang atau jasa masyarakat perbatasan dengan masyarakat negara tetangga lebih mudah diakses bila dibandingkan dengan barang atau jasa dari Indonesia.
"Sebagian besar masyarakat terutama lansia lebih mengenal ringgit daripada rupiah, lebih mengerti hitungan ringgit dan tidak mengenal rupiah, mereka sering tertipu ketika melakukan transaksi dengan uang rupiah," jelas Patrialis Yusuf .
Jika saat ini sedang hangat isu perihal anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, jangankan perihal perkembangan nilai tukar rupiah, fakta lain yang ditemukan oleh Patrialis dan rekan adalah perihal uang kertas Rp 100 yang pada umumnya sudah tidak digunakan di di Indonesia, namun masyarakat yang ada di Pulau Sebatik bahkan baru mengenal uang kertas tersebut.
Perkembangan pembangunan yang tidak merata membuat beberapa informasi tidak tersampaikan secara menyeluruh.