Semua cerita hari ini bisa menginspirasi Anda untuk menyelesaikan tantangan Intel #ZEROTOHERO. Lengkapnya di sini: https://www.facebook.com/IntelIndonesia
Brilio.net - Nama Dwitasari bagi sebagian besar masyarakat mungkin bukan siapa-siapa. Tapi di kalangan netizen, nama yang satu ini sangat santer terdengar, mulai dari kepiawaiannya menulis hingga hal-hal bernada negatif yang menyebutkan dirinya sering copas alias copy paste saat nge-tweet lewat akun @dwitasaridwita. Tapi, terlepas dari itu semua, prestasi gadis belia ini patut diacungi jempol.
Bagaimana tidak, sejak kelas 6 Sekolah Dasar, Dwita sudah senang menulis sastra hingga dia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tetapi di SMP, Dwita justru lebih tertarik dengan dunia puisi. Kegemarannya membaca puisi mengantarkan dia menjadi finalis lomba baca puisi tingkat SMP di Kota Depok pada 2007 silam.
Begitu masuk SMA, Dwita mulai mengenal dunia asmara. Dia mulai menyukai lawan jenis. Dunia asmara juga yang membuat Dwita sering baper (bawa perasaan). Tapi, hal ini justru menjadi awal bagi Dwita untuk menuliskan kebaperannya di dunia maya melalui blog dan sosial media.
Awalnya Dwita belajar ngulik, ngeblog, nge-tweet secara otodidak. Tapi, siapa sangka jika dari belajar nulis sendiri inilah yang membuat dia dilirik Plotpoint, penerbit grup Bentang Pustaka yang tertarik dengan tulisannya. Ketika masih berusia 16 tahun, Dwita mendapat pelatihan menulis novel dasar. Tak lama kemudian, Plotpoint pun menerbitkan novel pertamanya yang berjudul Raksasa Dari Jogja.
Kesuksesan Dwita terus berlanjut. Saat usianya menginjak 17 tahun, sutradara ternama Hanung Bramantyo melirik tulisan di blog miliknya yang berjudul Cinta Tapi Beda. Tulisan itu pun kemudian difilmkan dengan judul yang sama dan cukup meraih respons positif. Kedua hal itu yang akhirnya memacu Dwita terus berkarya dan menulis.
"Tapi bagiku sukses atau tidak itu relatif. Aku sendiri belum merasa terlalu sukses mengingat di atas aku masih banyak orang yang sukses. Jadi, saat ini aku masih memperkaya diriku dengan ilmu-ilmu baru supaya tulisanku lebih matang dan lebih menyenangkan untuk dibaca semua kalangan," ungkap Dwita kepada brilio.net, beberapa waktu lalu.
Kesuksesan yang diraih Dwita tak lepas dari cara pandang gadis muda ini dalam hidup. Dwita lebih memilih hal-hal sederhana dan selalu mengikuti nasihat kedua orangtuanya. Tak jarang Dwita berbagi saat menghadapi masalah dan meminta nasihat kedua orangtuanya. Hal ini juga yang dia lakukan ketika dirinya di-bully di Twitter, saat banyak orang menuduh semua hasil karyanya jiplakan. "Mulai dari situ, aku baru tahu rasanya punya haters," katanya.
Namun, berkat nasihat orangtuanya, Dwita lebih memilih bersabar dan tak perlu menanggapi nada-nada miring yang dilontarkan kepadanya. Dwita memilih diam tanpa harus memberikan klarifikasi. Ternyata cara itu cukup jitu. Nada-nada miring yang ditujukan padanya di Twitter, lindap dengan sendirinya.
"Aku mulai belajar nggak peduli serta nggak mau tahu apa kata orang lain. Bukan bersikap 'bodo amat', tapi sebagai manusia, kita punya kemampuan untuk mau mendengar yang ingin atau yang tidak ingin kita dengar. Bagiku, pandangan negatif orang lain tentang kita boleh didengar, tapi bukan berarti pandangan tersebut harus membuat kita jatuh dan berhenti berkarya," tegasnya.
Dwita pun tak ingin energinya habis hanya untuk memikirkan para haters. Karena itu dia memilih terus berkarya untuk Sahabat Pembaca Dwitasari dan untuk orang-orang yang dia cintai. "Kita nggak bisa maksa orang buat seratus persen suka sama kita. Yang terpenting adalah berusaha menjadi manusia yang berbuat baik untuk sesama. Kalau ditampar pipi kanan, nggak perlu balas menampar," tukasnya.
Sebaliknya, tamparan itu menjadi pelajaran berharga bagi Dwita untuk lebih dalam memaknai arti keikhlaskan. Malah dia siap menyediakan pipi kirinya, juga untuk ditampar. Dalam pandangannya, manusia tidak ditakdirkan untuk membalas, Tuhan selalu punya cara membalas. Baginya menjadi manusia yang adem-ayem ketika punya pembenci dan tidak balas membenci orang lain adalah salah satu hal yang membuat dia bisa lebih menikmati hidup. "Pembencimu adalah penggemarmu nomor satu," begitulah Dwita menuliskan kutipannya.
Sikap semacam itulah yang juga mengantarkan Dwita meraih sukses seperti sekarang di samping dia belajar dari sejumlah tokoh panutan. Ngomong-ngomong tokoh panutan, ternyata Dwita banyak terinspirasi penulis-penulis beken di dunia sastra Indonesia seperti Seno Gumira Ajidarma, Sapardi Djoko Damono, Dewi Lestari, dan mentornya selama ikut kelas menulis novel dasar yaitu Clara Ng. "Tapi, soal perjalanan hidup, aku terinspirasi ayah-ibuku yang menjadi panutan terbesarku," katanya.
Dwita pun sangat gemar membaca semua buku. Sebab menurut dia buku adalah jendela pemikiran.Dia juga kerap membaca buku-buku karya inovator ternama seperti Mario Teguh, Tung Desem Waringin, dan Jamil Azzaini. "Nah, kalau buat cinta-cintaan dan menghilangkan kebaperan setelah patah hati, bisa mulai baca buku aku," katanya sambil tersenyum.
Dwita juga sangat diuntungkan hidup di era teknologi saat ini. Karena itu dia sangat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk melahirkan karya bagus. Namun Dwita tak ingin teknologi yang njlimet. Baginya cukup yang sederhana saja tapi bisa dimaksimlkan penggunaannya. "Aku sendiri memulai semua dari hal yang sederhana. Maksimalkan saja apa yang ada. Yang terpenting dengan teknologi sederhana yang kita miliki saat ini, kita bisa menghasilkan konten yang bagus dan disukai banyak orang," ujarnya.
Dwita juga menyarakan anak-anak muda yang gemar menulis untuk sering membuka blog yang inspiratif untuk mencari tips dan trik menulis, termasuk website-website kreatif seperti brilio.net. Setelah itu mulai mengamati lingkungan sekitar dan menemukan gejala apa yang menarik untuk dibahas. Jika semua informasi sudah lengkap mulailah menulis. "Karena tulisan yang padat dan berbobot selalu lahir dari pikiran penulis yang penuh dengan informasi. Kalau pengetahuan kita banyak, tentu makin banyak hal-hal yang bisa kita kaji dan kita tulis," paparnya.
Yang jelas, kemajuan teknologi saat ini sangat membantunya menelurkan karya-karya ciamik. Sebut saja tulisannya yang berjudul Jatuh Cinta Diam-diam 2, di mana Dwita menulis cerpen berlatar Tiongkok. Lewat kemajuan teknologi, Dwitabisa menyusuri Tiongkok hanya dengan gerakan beberapa jemari (internet). Saat mulai menulis cerpen, Dwita juga mengingat kembali memori-memori selama di Tiongkok. Dia membuka ulang foto-foto di HP miliknya. Foto-foto tersebut membantunya mengingat detail-detail yang ada di Negeri Tirai Bambu itu.
"Nah, pengalaman nyata selama aku di Tiongkok ditambah informasi di internet membuat aku lebih memahami Tiongkok, dan aku siap menulis cerpen cinta berlatar tempat di Tiongkok. Jadi, sayang banget, nih, buat kamu yang punya HP dan laptop canggih tapi nggak dimanfaatkan untuk berkarya," saran Dwita.
Sebagai sosok yang suka tantangan, Dwita menegaskan teknologi saat ini juga membantu mereka-mereka yang ingin mencoba peruntungan di dunia industri kreatif. Karena majunya teknologi digital saat ini, banyak anak-anak muda yang eksis dengan karya mereka seperti komik, blog, dan juga online shop yang menjual karya-karya handmade.
"Bagi aku, perkembangan ini sangat baik, makin banyak orang yang menggunakan teknologi untuk hal-hal yang baik dan aku berharap agar kondisi ini bertahan lama. Jadi, jangan sampai ada orang yang pakai kecanggihan teknologi untuk merusak dan mengganggu hidup orang lain. Lebih baik berkarya daripada sibuk mencerca," tegasnya.
Lewat teknologi juga Dwita bisa mengetahui peristiwa yang sedang hits saat ini, sehingga tulisannya tidak ketinggalan zaman. Dia juga kerap chatting dengan pembaca tulisannya, termasuk mereka yang mengirim saran dan kritik via e-mail. Tak jarang juga ada yang request cerita apa yang ingin dibahas di buku berikutnya. "Inilah teknologi-teknologi sederhana yang mendekatkan aku dengan pembacaku, sehingga tulisan aku bisa lebih kaya, hidup, dan nggak ketinggalan zaman," tandasnya.
Baginya kesuksesan dia era sekarang harus ditopang kemampuan mengusai teknologi karena sekarang semua orang banyak mencari informasi-informasi dari hal yang paling cepat mereka jangkau, yaitu HP dan internet. Jika bisa menguasai konten-konten di internet dan banyak orang yang suka, menurut Dwita hal itu menjadi salah satu gerbang awal menuju kesuksesan.
Sementara Anda terinspirasi kisah-kisah mereka, ikuti tantangan kami di Facebook untuk mendapatkan kesempatan menjadi bagian dari pasukan Zero to Hero serta memenangkan PC berprosesor Intel Pentium setiap minggunya. Informasi detail silakan ke: https://www.facebook.com/IntelIndonesia