Brilio.net - Keterbatasan ekonomi sekali lagi membuktikan tak membuat seseorang untuk berhenti berkarya. Begitu juga yang dilakukan oleh seorang Nuri Hermawan, mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya. Meskipun tumbuh dalam keluarga sederhana, ayahnya seorang tukang becak dan ibunya buruh tani, dia tetap menunjukkan prestasinya lewat seminar bahasa.
Nuri mengungkapkan bahwa awal mula dia terjun di jalur seminar bahasa ini merupakan inisitaif sendiri tanpa rekomendasi dosen maupun orang lain. Mahasiswa asal Blitar ini ingin lebih memilih seminar bahasa dibanding program kreativitas mahasiswa (PKM) karena dapat mempertajam kepekaan terhadap berbagai fenomena kebahasaan yang ada, sekaligus menambah ilmunya di Sastra Indonesia.
"Saya belajar mencintai jalur ini, pasalnya dalam PKM fenomena kebahasaan kan jarang masuk nominasi," ungkap Nuri kepada brilio.net, Kamis (23/4). "Selain itu dalam forum yang saya ikuti sangat jarang sekali ada mahasiswa S1 yang ikut, kebanyakan mahasiswa S2, dosen, pegawai balai bahasa bahkan guru besar."
Dalam setahun ini, mahasiswa Sastra Indonesia semester 8 ini telah menghasilkan 5 karya ilmiah yang telah dipresentasikan di berbagai kota, di antaranya Bandung, Surabaya, Denpasar, dan Makassar. Bahkan pada Mei 2015 nanti Nuri terpilih lagi untuk mengikuti presentasi dalam International Conference Linguistik di Universitas Padjajaran Bandung.
Nuri menuturkan bahwa tema yang dia angkat selama ini kebanyakan lebih mengedepankan bahasa kedaerahan seperti bahasa Surabaya, dialek Blitar, dan syair pujian bahasa Jawa Mataraman. Meskipun harus presentasi di hadapan orang besar yang ilmunya jauh lebih tinggi darinya, tak membuat Nuri minder.
"Modal saya sebelum presentasi adalah menganggap mereka adalah teman saya, teman untuk belajar dan saling mengoreksi, saya mencoba untuk merasa presentasi di depan kelas. Alhamdulillah respon positif sering saya terima, terkadang wejangan berharga dari guru besar saya terima selepas presentasi," pungkas Nuri.