Brilio.net - Keterbatasan bukanlah halangan untuk menggapai impian. Semangat itulah yang ditanamkan oleh Risnawati Utami (43) dalam hidupnya. Ya, Risna adalah salah seorang dengan keterbatasan fisik yang biasa disebut dengan Cerebral Palsy sehingga sejak usia 4 tahun dia harus menggunakan kursi roda untuk segala aktivitasnya.
Risna menceritakan awal mula kelumpuhannya tersebut ketika pada tahun 1976 dia berusia 4 tahun tiba-tiba dirinya terserang demam tinggi bahkan hingga tak sadarkan diri. "Saat itu saya dibawa ibu bapak ke Pantirapih, bahkan katanya saya sampai diisolasi hingga 40 hari," ujar wanita kelahiran Gunungkidul tersebut kepada brilio.net Jumat (17/4).
Keterangan dokter saat itu Risna terserang polio, penyakit tersebut memang pada saat itu menjadi epidemi di daerah Gunungkidul. Menurut keterangan dokter saat itu polio dapat menular melalui bau lendir atau kotoran yang tercium oleh anak-anak lain sehingga Risna harus diisolasi tanpa ada yang menunggui.
Sejak saat itu Risna mengalami kelumpuhan, walau begitu kedua orangtuanya tidak putus asa begitu saja. Mereka rutin membawa Risna fisioterapis, sehingga sedikit demi sedikit Risna kecil dilatih duduk dan menggerakkan tangan. Terapi tersebut untuk memancing saraf-saraf Risna kembali bekerja. "Katanya dulu terapi tersebut bukan cuma buat saya saja tapi juga buat ibu bapak. Terapi batin, agar mereka bisa lapang dada menerima keadaan saya," kata Risna
Walau Risna sejak kecil sudah menerima keadaannya begitu, namun menurut Risna hal tersulit dari menjadi penyandang difabel adalah penolakan lingkungan. Di berbagai tempat, orang memandang dengan cemoohan atau rasa kasihan. Tidak sedikit pula yang menggunjingkan kondisi tersebut karena menganggapnya sebagai aib dan hukuman dari Tuhan.
Ejekan tersebut jusru membuat Risna semakin berambisi untuk membuktikan prestasi kepada orang-orang. Sejak SD hingga SMA dia nelajar di sekolah normal. Bahkan selalu meraih juara kelas. Dia juga melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Risna diterima di Fakultas Hukum UNS (Universitas Negeri Sebelas Maret) Solo.
Dia pun lulus tepat waktu. Meski nilainya bagus, dia sempat menganggur dua tahun. Melamar di mana-mana, dia ditolak. Alasannya jelas, keadaan fisik Risna yang tidak sempurna. Dia bahkan pernah ditolak dan diremehkan ketika melamar menjadi dosen di salah satu universitas. "Emangnya kamu bisa nanti naik ke lantai dua, tiga dan empat? begitu katanya dulu," kata Risna menirukan penolakan yang diterimanya.
Puncaknya, pada 2006 dia berhasil mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikan ke jenjang S-2 di Brandeis University di Waltham, Amerika Serikat (AS). Mumpung berada di AS, Risna memanfaatkan liburan musim panasnya dengan magang di lembaga yang pernah memberinya kursi roda gratis, yaitu UCP (United Cerebral Palsy) Wheels for Humanity AS. Itu adalah lembaga yang mengembangkan program penyediaan kursi roda untuk lebih dari 66 negara di seluruh dunia.
Dari sanalah, terbuka jalan lain untuk Risna. Sejak saat itu Risna ditunjuk sebagai pendiri UCP Wheels untuk Indonesia yang kantornya bertempat di Yogyakarta, kota kelahirannya. Lembaga non-profit tersebut saat ini telah banyak berjasa bagi kaum difabel di seluruh Indonesia.