Brilio.net - Tokoh ulama memang tak habis-habisnya memberikan keteladanan dan inspirasi bagi umat. Hal itu juga yang baru-baru ini dilakukan KH Maimoen Zubair, ulama sepuh Indonesia yang akrab disapa Mbah Moen.
Meskipun sudah dibantu dengan kursi roda dalam aktivitas kesehariannya, Mbah Moen tetap berusaha berdiri saat lagu Indonesia Raya dinyanyikan pada pembukaan Muktamar NU ke-33, Sabtu (1/8) lalu.
Foto Mbah Moen yang berdiri saat menyanyikan lagu Indonesia Raya pertama kali diunggah oleh Alissa Wahid pada akun Twitternya. Respons positif dari netizen pun bermunculan hingga membuat foto tersebut diretweet lebih dari 1.500 kali.
"Mau nangis melihat Kyai Maimoen Zubair yang berkursi roda memaksa berdiri utk menyanyikan Indonesia Raya. #MuktamarNU," tulis putri Gus Dur itu memberikan caption pada fotonya.
Dalam foto tampak Mbah Moen berdiri dengan memegang tongkat di depan kursi rodanya. Mbah Moen mengenakan jas putih dengan sarung berwarna gelap. Keterbatasan di usia lanjur tak menghalangi Mbah Moen untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam keadaan berdiri tegap.
"Mbah Moen sudah uzur, tak harus berdiri. Tapi demi hormatnya pada bangsa, pada lagu Indonesia Raya, beliau berdiri. Itu bedanya Mbah Moen, kyai Islam Nusantara, dengan mereka yang lahir di Indonesia, tapi haramkan hormat bangsa," kata Alissa Wahid.
Beberapa waktu lalu juga beredar berita yang menyudutkan panitia Muktamar ke-33. Banyak berita yang menuliskan sikap su'ul adab atau sikap buruk panitia Muktamar NU ke-33 lantaran tak menempatkan Mbah Moen di barisan utama para peserta pembukaan Muktamar. Pada saat itu memang Mbah Moen bukan duduk di barisan pertama, melainkan di barisan ke tiga.
Tapi bantahan terkait hal itu banyak bermunculan di media sosial. Foto Gus Mus yang membujuk Mbah Moen banyak bertebaran di media sosial. Panitia Muktamar NU ke-33 menyatakan bahwa mereka sudah berulang kali membujuk Mbah Moen untuk duduk di kursi paling depan. Bahkan Rais Aam NU, Gus Mus langsung turun tangan membujuknya, namun kyai sepuh itu tetap menolaknya. Mbah Moen tetap memilih di tempatnya saat itu.
Begitulah kesederhanaan yang tercermin pada Mbah Moen. Tak mengharap ingin dihormati secara berlebihan meskipun orang-orang di dekatnya ingin memberikan penghormatan sebagai bentuk ketakzimannya.