Brilio.net - Jajanan satu ini merupakan makanan yang paling hits pada 90-an. Ya, arum manis namanya. Memiliki rasa khas manis dengan cara pembuatan unik, arum manis atau dikenal juga dengan sebutan 'rambut nenek' banyak digemari anak-anak di eranya.

Sekarang pun makanan ini masih banyak peminat. Tetapi, penjualnya mulai jarang. Salah satu yang paling setia berjualan arum manis adalah Mbah Gareng. Sudah 55 tahun lamanya, pemilik nama asli Slamet tersebut menekuni profesi penjual arum manis.

Kakek asal Ponorogo, Jawa Timur ini mengungkap sudah berjualan makanan tersebut sejak tahun 1960, atau saat usianya masih remaja. Sebutan Mbah Gareng sendiri berawal dari toples dagangannya yang ada gambar Gareng.

"Jadi orang-orang malah manggilnya Mbah Gareng, ungkap Mbah Gareng kepada brilio.net, Senin (21/3). Kakek berusia 77 tahun ini setiap harinya mulai berjualan dari pukul 6 pagi.

Mbah Gareng akan naik bis dari rumahnya di Desa Jetis ke alun-alun Ponorogo. Sesampai di sana, Mbah Gareng akan berjalan sejauh 15 kilometer keliling kota untuk menjajakan arum manis buatannya.

Saat ditanya mengapa dia masih tetap bertahan berjualan arum manis di usia tuanya, Mbah Gareng hanya tertawa saja. Lha kalau bukan saya yang jualan, siapa lagi yang mau dagang jajanan ini? tutur Mbah Gareng sambil berseloroh. Zaman sekarang sudah jarang makanan ini, maklum jajanan ndeso.

Mbah Gareng 55 Tahun setia jualan 'rambut nenek''

Keuntungan yang didapat dari berjualan ini tidaklah banyak. Sehari paling cuma untung Rp 20 ribu 25 ribu saja. Ya buat makan di rumah sama istri, sekalian nanti kalau cicit saya ke sini biar saya bisa ngasih uang saku.

Yang unik dari cara berjualan mbah Gareng ini adalah bentuk pemasarannya. Jika kebanyakan orang memakai suara tape atau teriakan untuk menjajakan dagangannya, mbah Gareng lebih memilih menggunakan biola.

Suara yang ditimbulkan dari gesekan biolanya tentu menjadi daya tarik tersendiri di antara para pembelinya. Saya sampai sering dipanggil mbah ngik-ngok sama anak-anak kecil karena suara biolanya ngik ngok ngik ngok gitu. Tapi tidak apa-apa karena itu menjadi khas saya, pungkas Mbah Gareng.