Brilio.net - Setiap hari tidak pernah sepi pasien Waluyo datang ke rumahnya. Dari pukul 07.00 WIB, sudah berlomba-lomba pasien datang pertama untuk ditanganinya. Konon katanya ada 50-100 pasien setiap harinya, tidak ada catatan pasti tentang ini. Bisa dibayangkan berapa banyak pendapatan yang dikantongi Waluyo jika dia adalah seorang dokter.
Namun karena tabib tidak menetapkan tarif sehingga pengunjung diberikan keleluasaan untuk memberikan bayaran seikhlasnya. Bahkan di kliniknya, pengunjung boleh menginap di kamar yang telah disediakan seandainya harus mengantre sampai keesokan harinya.
"Intinya semua harus ikhlas", tuturnya kepada brilio.net, Senin (30/11).
Sudah selama 20 tahun ini dia membuka praktik, dan baru sekitar 8 tahun belakangan ramai pasien. Dari segi pendapatan, terdapat peningkatan dirasakan Waluyo. Dia bisa berhaji, menghajikan keluarga dan memperindah rumah.
Namun semua ini tidak membuatnya pongah apalagi sombong. Ia mengaku masih tetap mengabdi di Pondok Pesantren API Tegalrejo, Magelang tempat dia mengaji dulu. Di sana, ia menjadi salah satu ustaz yang mengampu belajar santri-santri. Setelah Subuh hingga pukul 09.00 WIB dihabiskannya mengaji bersama santri-santri tersebut. Selama itu pasiennya dipersilakan menunggu.
Namanya pengabdian, tidak ada bayaran yang diharapkan. Ia merasa semua pencapaiannya adalah berkah dari pengabdiannya kepada almarhum KH Ahmad Muhammad, pimpinan pesantren. Setiap hari ia mengendarai sendiri kendaraannya menempuh 4-5 km di usia yang sudah hampir kepala 5 ke pesantren tersebut.
"Semua ini (pencapaiannya) adalah berkah dari almarhum Bapak (Ahmad Muhammad)," pungkas dia.