Brilio.net - Jika ingin mengubah sesuatu haruslah dimulai dari hal terkecil dan paling dekat dengan kita. Itulah yang dilakukan oleh Muhsin Kalida, dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Berangkat dari keprihatinan Muhsin melihat kebiasaan warga di sekitar tempat tinggalnya yang punya kebiasaan membuang sampah ke sungai. Kebetulan Muhsin tinggal, di Dusun Nologaten, tak jauh dari Sungai Gajah Wong. Muhsin kemudian menumbuhkan minat baca warga sekaligus memberdayakan masyarakat.
Muhsin mengajak masyarakat Dusun Nologaten, Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, menyulap tempat pembuangan sampah di sekitar permukiman warga jadi perpustakaan masyarakat dengan konsep bangunan pos ronda. Meskipun awalnya tidak mudah mengubah kebiasaan warga membuang sampah sembarangan, pada tahun 2003
Perpustakaan tersebut dibangun tidak jauh dari kediaman Muhsin disatukan dengan pos ronda. Perpustakaan yang berisi buku koleksi Muhsin ini, dikenal dengan nama Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Cakruk Pintar. Cakruk dalam bahasa Indonesia berarti pos ronda.
Muhsin bercerita, dia tinggal di Nologaten sejak tahun 2001. Ketika itu lingkungannya jorok dan kumuh akibat adanya tempat penampungan sampah sementara ilegal. Air kotor pun mencemari sungai yang jernih. Sebagai pendatang, Muhsin hanya bisa menyampaikan ide untuk bersama masyarakat setempat, menyulap dusun kumuh jadi lahan pendidikan dengan mendirikan perpustakaan.
Ide tersebut tidak langsung diterima begitu saja oleh warga. Bahkan ketika pembangunan perpustakaan tersebut pernah terjadi pelemparan batu. "Ada warga yang enggak suka," kenang Muhsin, yang juga Ketua Forum TBM Yogyakarta kepada brilio.net, Senin (24/8)
Tetapi Muhsin tidak putus asa begitu saja, pelan-pelan dia berusaha menyadarkan masyarakat betapa pentingnya membaca khususnya bagi putera puteri mereka yang masih di duduk bangku sekolah. Muhsin menyadari betul bahwa ajakan untuk mengubah pola pikir warga tentang lingkungannya pasti tidak mudah. Namun, dengan niat baik untuk membangun perpustakaan masyarakat, sekaligus mengembangkan program pemberdayaan, pada akhirnya berbuah manis.
"Alhamdulillah sekarang dukungan mulai mengalir. Ibu-ibu yang tadinya banyak waktu luang untuk ngerumpi sekarang banyak yang baca buku misalnya tentang resep, kerajinan tangan, parenting dan lain-lain," lanjut Muhsin
Anak-anak yang di sekolah hanya kenal buku pelajaran, saat datang ke Cakruk Pintar puas memilih bacaan mulai dari komik hingga novel. Kegiatan seusai pulang sekolah yang biasanya dihabiskan dengan bermain, kini anak-anak punya pilihan untuk main ke Cakruk Pintar sambil membaca buku. Bahkan, anak-anak remaja sering berkumpul di malam minggu untuk mengikuti pelatihan menulis atau nonton film bersama.
Apalagi TBM Cakruk Pintar sering mendapat kunjungan dari berbagai lapisan masyarakat di dalam dan luar negeri. Perpustakaan ini pun juga jadi tempat belajar yang terbuka bagi siswa maupun mahasiswa di sekitar Yogyakarta maupun yang hendak membangun perpustakaan komunitas.
Hasilnya, pada 2010, TBM Cakruk Pintar mendapat anugerah TBM Kreatif dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelumnya TBM ini juga dikunjungi peserta Jambore 1.000 Pendidik dan Tenaga KependidikanPendidikan Non Formal pada 2009.