Brilio.net - Pengusaha asal Yogyakarta, Saptuari menceritakan pengalamannya berhadapan dengan para rentenir alias lintah darat, Minggu (8/11). Mereka berpura-pura membantu masyarakat dengan memberi utang, namun bunga yang dipatok mencekik orang yang tidak mampu.
 
Pengusaha berbadan gendut sekaligus penggagas gerakan Sedekah Rombongan ini menuturkan kejadian ini pada Mei 2012 di Kota Gudeg. Kala itu, ada seorang pedagang terkena gejala stroke yang membuatnya tidak bisa berjalan apalagi berjualan di pasar. Warga tersebut bernama SM, ibu beranak 6 yang masih kecil-kecil dan suaminya buruh tani serabutan.

Setiap harinya SM ini berjualan di pasar untuk menghidupi anak-anaknya. Ketika sudah di-opname seminggu lebih di salah satu rumah sakit, Saptuari yang datang menengok Ibu SM mendapatkan cerita tentang kondisi keluarganya yang menderita akibat jeratan lintah darat.

Jebakan utang yang dimiliki oleh Ibu SM sudah level akut karena terkena bujuk rayu beberapa rentenir sekaligus. Utang keluarga miskin ini yang awalnya Rp 5 juta jadi belasan juta dengan tempo yang cepat. Rumah mereka yang berlantai tanah tiap hari disatroni rentenir dengan seribu sumpah serapah, sampai anak-anak mereka yang kecil ketakutan. Sertifikat rumahnya juga sudah disita, tiap bulan Ibu SM harus membayar jutaan rupiah. Padahal untuk makan saja tidak pernah bersisa.

Melihat kondisi miris tersebut, Saptuari akhirnya berkoordinasi dengan beberapa timnya di Sedekah Rombongan. Mereka sepakat untuk menyelesaikan kasus itu. Dana yang tersedia dari para donatur digunakan untuk menuntaskan kasus duafa terdzolimi ini.

Saat hari eksekusi, Saptuari mengajak rekannya bernama Wawan Abduh, salah seorang kurir Sedekah Rombongan Jogja yang badannya besar, mantan sopir truk.

"Wan, kamu bawa ambulans jenazah aja yak. Lumayan ben kethok gagah, nek obah medeni bocah (Lumayan biar terlihat gagah, kalau bergerak biar menakutkan orang)," kata Saptuari mengajak rekannya.

LOKASI PERTAMA: Pasar Sentul Jogja

Saptuari bersama timnya menyusuri kios pasar tempat Ibu SM biasa berjualan, ternyata dari daftar yang mereka temukan, Ibu SM memiliki utang ke Bangke (Bank Keliling) dengan bunga mencekik. Saptuari lalu mencari rentenir itu namun tidak ketemu. Seorang ibu berjilbab tetangga kios Ibu SM menyarankan uang dititipkan padanya.

"Kalau enggak dibayar segera nanti nambah terus mas dendanya, saya bayarkan, nanti kalau orangnya muter sedang nagih saya kasihkan uangnya," ujar tetangga kios Ibu SM tadi.

"Urek-urek-urek! Kwitansi kami terima. Lanjut lokasi berikutnya," kata Saptuari.

Foto ibu tentangga kios

2 dari 5 halaman



LOKASI KEDUA: Jalan Pramuka Yogyakarta.

Lalu, Saptuari bersama temannya bergegas mencari rumah rentenir itu. Sesampainya di kediaman rentenir tersebut, dia langung membayar utang Ibu SM tanpa bunga dan meminta tak menagih lagi.

"Bu, jangan pernah lagi nagih utang ke Bu SM, kalo masih ngeyel nanti urusan dengan kami," gertak Saptuari.

Foto proses pembayaran di rumah rentenir 1

3 dari 5 halaman



LOKASI KETIGA: Dusun Maguwo, Selatan Bandara Adisucipto Yogyakarta.

Satuari melanjutkan perjalanan ke rumah rentenir beikutnya. Lintah darat ini dandanannya mirip dengan wanita juragan kontrakan di film Kungfu Hustle. Pakai daster, merokok, rambut keriting dipotong mirip lelaki, pakai gelang dan kalung emas yang besar dan wajahnya sinis.

"Ketika kami meminta sertifikat rumah Ibu SM yang ditahan, dia membuka lemari. Masya Allah! Itu lemari isinya ratusan sertifikat tanah dari para korban yang dijeratnya," ungkap Saptuari.

Sertifikat Ibu SM berhasil diambil, dengan sedikit gertakan seperti rentenir pertama. Berikut rincian nota utang Ibu SM yang didapatkan Saptuari dari rentenir tersebut:

1. Pinjam: Rp 7.000.000
2. Biaya survey: Rp 1.250.000
3. Administrasi: Rp 300.000
4. Terima uang: Rp 5.450.000
5. Bunga: 10% per bulan

"Gimana nggak remuk para pedagang pasar dimana-mana kalau begini. Ada yang cair tanpa agunan, diplorotin tiap hari sampai ke tulang," ujar Saptuari kaget.

Foto Sertifikat tanah diambil

4 dari 5 halaman


LOKASI KE EMPAT: Jalan raya Berbah-Prambanan, Yogyakarta.

Lokasi berikutnya, rumah rentenir tersebut berada di pingir pedesaan. Saptuari berhasil menyelesaikan utang-piutang Ibu SM. Anehnya, si rentenir malah meminta bantuan untuk pengobatan cucunya yang sedang sakit parah.

"Mas, kalau saya minta bantuan buat cucu saya bisa, jantungnya bocor harus bolak-balik ke rumah sakit. Ini rumah saya juga baru rusak, kemarin pas hujan angin atapnya rontok, gentengnya pada jatuh," terang si rentenir.

"Njenengan (kamu) cari uang haram kok nggak kapok jadi rentenir? Ya siap-siap saja sama Allah dibuat terus susah hidupnya. Tobatlah Bu, cari rezeki yang berkah saja," ujar Saptuari menasehati. Ibu renenir terebut langsung terdiam.

Foto proses pembayaran ke rentenir ke 3

5 dari 5 halaman


LOKASI TERKAHIR: dusun di daerah Berbah Sleman

Menurut anak Ibu SM, rentenir ini paling garang, kalau datang pasti sampai masuk ke dapur sambil mencaci maki seluruh keluarganya. Ketika rombongan Saptuari datang ke rumahanya, dia ketakutan dan langsung mengeluarkan catatan hutang Ibu SM.

"Mbak, kalau njenengan nggak berhenti jadi rentenir, siap-siap Allah mengazab di dunia, mau sakit parah, kecelakaan, karena dzalim ke sesama? Ya ambulans kami siap kok ngangkut mbak sekarang juga," gertak Saptuari.

Setelah selesi misinya, Saptuari langsung menyerahkan sertifikat tersebut kepada Ibu SM. Dia juga mengajak semua orang untuk memerangi praktik rentenir yang marak di masyarakat.

"Kawan-kawan semua, silakan kalian bisa bergerak bareng-bareng di kota masing-masing, bikin gerakan seperti GARR (Gerakan Anti Riba dan Rentenir) di Bekasi. Terserah namanya apa," harap Saptuari.

Foto Mobil sedekah rombongan

Lebih jauh, Saptuari meminta generasi muda untuk tak takut memerangi rentenir yang kerap mencari mangsa di kampung-kampung. Salah, satunya dengan memasang spanduk peringatan anti-rentenir di pinggir jalan.
 
"Nyetak spanduk ukuran 4 x 1 meter paling habis Rp 60.000 saja, pasang di sudut-sudut wilayahmu. Paling tidak spanduk itu sudah bikin ngeri para rentenir yang muter nawarin utang-utang yang mencekik leher.
Setiap kebaikan harus berantai, dan harus kita yang memulai. Nggak usah nunggu aparat bergerak, kekuatan masyarakat yang bersatu lebih besar jika digalang bersama-sama," pungkas dia.