Brilio.net - Apakah kamu pernah terpikir bagaimana cara tunanetra mendeteksi nominal uang kertas? Jika kamu pernah menemui tunanetra yang berprofesi sebagai pedagang, barangkali kamu akan tahu. Mereka biasanya mengandalkan indra peraba untuk mendeteksi nominal uang kertas. Tak jarang dengan modal percaya, mereka juga hanya meminta si pembeli untuk menaruh uang di kotak yang telah disediakan.
Cara seperti itu tentu rawan disalahgunakan oleh para pembeli yang tak jujur. Ujung-ujungnya, tunanetra tersebut menjadi dirugikan. Merasa peduli dengan hal tersebut, dua siswa SMA 3 Yogyakarta membuat kacamata khusus untuk tunanetra yang bisa digunakan untuk mendeteksi nominal uang rupiah kertas.
Mereka adalah Quinita Maria Jose Noronha dan Sepvina Mutikasari, siswi kelas XI SMA 3 Yogyakarta. Ketertarikan membuat kacamata yang diberi nama Kacamata Duitan ini berawal karena mereka berdua pernah melihat secara langsung bagaimana saat tunanetra mendeteksi nominal uang rupiah. Dari pengalaman itu, mereka akhirnya terpikir untuk membuat alat praktis yang bisa berguna bagi tunanetra.
Quinita mengungkapkan jika Kacamata Duitan ini terdiri dari komponen sensor TCS 3200 untuk mendeteksi warna dan Micro Controller Arduino sebagai otak kerjanya. Cara kerjanya pun mudah. Uang kertas cukup ditempelkan pada kacamata yang telah dipakai, maka secara otomatis kacamata tersebut akan memunculkan bunyi sebagai pertanda.
"Jadi setiap nominal uang kertas akan menimbulkan bunyi buzzer yang berbeda. Itu menjadi pertanda bagi tunanetra untuk mengetahui nominal uang tersebut," terang Quinita kepada brilio.net, Selasa (20/10).
Saat menggunakan alat ini, uang harus ditempelkan karena alat ini memang mengandalkan intensitas cahaya sebagai alat deteksinya. Jika tidak ditempelkan, maka warna yang ditangkap akan terpengaruh dengan pantulan warna sekitar. Akibatnya, deteksi yang ada akan kurang akurat.
Saat diikutkan dalam ajang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia 2015 di Surabaya beberapa waktu lalu juri sempat menanyakan apakah alat ini dapat diterapkan di negara lain ataukah tidak. Menurut Quinita, alat ini bisa diterapkan di negara-negara yang uang kertasnya mempunyai perbedaan warna tiap nominalnya.
"Kayak Ringgit, Euro, Dollar Singapura itu kan seperti Indonesia, per nominal beda-beda warna, jadi bisa diterapkan. Tapi misal kayak uang Dollar Amerika itu warnanya mirip-mirip, jadi perlu pemrograman yang beda," kata Quinita saat ditemui di SMA 3 Yogyakarta.
Karya dua remaja Yogyakarta ini pun mendapat apresiasi yang tinggi. Terbukti mereka bisa membawa pulang medali emas dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia 2015 untuk kategori Ilmu Pengetahuan Alam. Quinita dan Sepvina berharap karya mereka ini mendapat dukungan untuk dikembangkan lebih lanjut agar bisa diproduksi massal untuk para tunanetra.
Recommended By Editor
- Siswa ini jualan jajan dengan sepeda ontel untuk biayai sekolahnya
- Pelajar ini bangun jembatan untuk akses anak-anak desanya bersekolah
- Soal bahasa Inggris untuk anak SD ini dikecam netizen
- Saban hari mondar-mandir di sekolahan, kucing ini punya kartu pelajar
- 10 Alasan lulusan SMA kesulitan memilih kampus
- Kelakuan siswa angkat kaki ke meja saat guru menulis, jangan ditiru!