Brilio.net - Andri Rizki Putra memiliki pengalaman masa kecil yang tidak sebaik anak-anak pada umumnya. Dia harus tinggal bersama kakek dan neneknya di Medan, Sumatera Utar, jauh dari ibunya yang bekerja di Jakarta.
Pria yang kini berusia 24 tahun itu, sewaktu kecil adalah anak yang hiperaktif dan dikenal cukup malas jika persoalan datang ke sekolah. Pengalaman pahit didunia pendidikan sering dirasakannya, hingga membuatnya merasa terpinggirkan.
Baginya ada yang keliru dengan dunia pendidikan yang seharusnya lebih mendidik moralitas anak bangsa dan tidak malah menjadi beban bagi mereka. "Pernah nggak boleh masuk kelas dan ujian di dalam kelas karena telat membayar uang SPP sewaktu SD dan kecurangan yang terjadi waktu UN dibangku SMP," jelas Andri kepada brilio.net.
Kekecewaannya terhadap sistem pendidikan yang ada di Indonesia membuatnya kemudian memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan saat baru saja masuk SMA. Ya, dia memutuskan untuk putus sekolah dan belajar secara autodidak. Hanya butuh waktu setahun bagi Andri untuk kemudian lulus UN kesetaraan paket C. Kemudian melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan berhasil lulus dengan predikat cumlaude.
Kepedulian Andri dibidang pendidikan senantiasa berlanjut. Baginya pendidikan harus diperoleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Bermodalkan niat dan kerja keras, dia kini mendirikan yayasan untuk memberikan pendidikan gratis bagi masyarakat putus sekolah yang memiliki keterbatasan finansial. Yayasan tersebut kemudian dikenal dengan nama Yayasan Pemimpin Anak Bangsa (YPAB).
YPAB merupakan yayasan yang dikelola oleh segenap relawan dari berbagai latar belakang profesi dan usia untuk memberikan pendidikan kesetaraan secara gratis kepada anak putus sekolah. Yayasan ini dirintis secara swadaya. "Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean yang akan berlangsung, perlu peningkatan kualitas SDM di Indonesia dan peningkatan pendidikan adalah salah satu kunci utamanya," jelas laki-laki keturunan Tionghoa dan Batak ini.
YPAB membawa misi yang lebih dari sekedar membuat anak pintar dan memiliki ijazah, melainkan pendidikan karakter dan moral yang lebih baik. Kini YPAB memiliki delapan pengurus dan 106 relawan. Untuk setiap bulannya YPAB menerima 60 aplikasi menjadi relawan. YPAB melakukan seleksi yang cukup ketat untuk menjadi relawan.
Ke depannya, Andri berharap tetap memberikan pelayanan pendidikan kesetaraan bagi masyarakat putus sekolah seluas-luasnya di Indonesia. Baginya, mahal-tidaknya sebuah pendidikan bukanlah tolak ukur dari sebuah kualitas pendidikan. "Pendidikan harus menjadi alat memanusiakan manusia," lanjutnya.