Brilio.net - Selain pendidikan berbasis umum, pendidikan berbasis agama di Indonesia juga banyak dicari. Salah satu tempat yang dijadikan andalan untuk menuntut ilmu agama adalah pondok pesantren. Di Indonesia terdapat ribuan pondok pesantren yang tersebar di berbagai penjuru daerah.
Ternyata banyak tradisi unik yang masih dilestarikan oleh pondok pesantren salaf di Jawa yang terkenal dengan kajian kitab kuningnya. Dari banyak tradisi itu, salah satu tradisi ada dalam hal pemanggilan nama.
Akrab. Tetap sapa 'Kang' meski usia lebih muda
Dalam memanggil nama, para santri pesantren di Jawa biasanya memberikan tambahan 'Kang' untuk laki-laki dan 'Mbak' untuk perempuan. Kang dan Mbak dalam bahasa Jawa merupakan bentuk panggilan kakak.
Menariknya, yang dipanggil 'Kang' dan 'Mbak' di pesantren ternyata bukan hanya dari orang yang muda kepada yang lebih tua. Pemanggilan 'Kang' dan 'Mbak' itu berlaku untuk semua santri, termasuk santri yang usianya lebih tua ke santri yang usianya lebih muda.
Semua santri dianggap saudara.
Ustaz Ahmad Sholikhul Amin, salah satu pengajar di Pondok Pesantren Al Luqmaniyyah Yogyakarta mengungkapkan jika pemanggilan seperti itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan saja. "Di situ kan diajari untuk saling menghormati dan menghargai. Salah satu bentuknya ya dengan memanggil Kang atau Mbak," terang Ustaz Amin kepada brilio.net, Kamis (24/9).
Ustaz asal Blora itu menyatakan jika dengan panggilan tersebut, semua santri pesantren dianggapnya saudara. Tidak memandang tua atau muda, santri senior atau junior, maupun santri baru atau lama.
Meskipun kini tradisi tersebut mulai terkikis penggunaannya dalam aktivitas keseharian. Tapi penggunaan tersebut masih tetap berlaku di kegiatan maupun forum resmi.
Cara yang sama juga ada di pesantren-pesantren di Jawa Barat yang notabene berbahasa Sunda. Encep Afifuddin, santri asal Tasikmalaya mengungkapkan, selain menggunakan panggilan 'Kang', para santri Sunda juga menggunakan panggilan 'Mang' ataupun 'Aa' untuk sesama santri putra. Sedangkan untuk santri putri menggunakan panggilan 'Teteh' atau 'Neng'.
Hal serupa tentunya juga ada di pesantren di daerah-daerah lainnya dengan pemanggilan khas daerahnya. Tujuannya tentu sama, ingin memberikan sikap saling menghormati dan menghargai.