Brilio.net - Di era modern seperti ini mungkin kamu sudah jarang menemui jajanan lawas. Terlebih lagi bagi kamu yang tinggal di kota besar. Jajanan tradisional sudah jarang ditemukan, tersisih dengan jajanan dengan kemasan modern. Namun, di salah satu sudut kota Jogja tepatnya di Jalan Centeng, Kotagede Yogyakarta masih ada warung aneka yang masih mempertahankan cita rasa sejak berdiri pada tahun 1950.
Warung es Sido Semi 'Mbok Mul', begitulah namanya. Warung ini memang sudah menjadi ikon klasik Kotagede sejak dulu. Warung ini dulunya didirikan oleh pasangan suami istri Dalidjan Mulyo Hartono. Dulu mereka juga tak ubahnya dengan masyarakat Kotagede kebanyakan yang berprofesi sebagai pedagang. Namun Mbok Mul jeli melihatpeluang. Belum banyak yang membuka warung es, maka Mbok Mul berinisiatif untuk mendirikan warung es.
Tak banyak saingan, hanya ada sekitar lima warung yang menjual es. Ini lantaran mendapat es tak semudah sekarang, masuk lemari es dan jadi. Es harus dipesan dahulu, letak pabrik es yang lumayan jauh juga menyulitkan orang jika ingin membuka usaha yang sama. Tak heran Sido Semi menjadi jawara di masa itu.
Kalkulator kuno untuk menghitung.
"Cerita orangtua dulu, warung ini memang jadi primadona. Selalu rame, jauh dibandingkan sekarang karena sudah banyak warung es modern, yang jelas lebih banyak varian rasanya," ujar Anik salah satu generasi penerus Mbok Mul. Kendati demikian Sido Semi masih menyisakan pelanggan setia yang tetap berkunjung. Bahkan beberapa di antaranya adalah generasi muda yang rindu dengan suasana lawas. Biasanya di hari minggu Sido Semi ramai diserbu pembeli.
Memasuki tempat ini ibarat melompat ke masa lalu. Interior masih terjaga keasliannya. Hanya cat tembok yang diperbaharui. Selebihnya masih menggunakan perabot tempo dulu. Seperti meja kayu, toples kaca dan lemari. Bahkan masih tergantung daftar harga dari tahun ke tahun. Ada yang masih menggunakan mata uang Sen, Gelo (rupiah), Ketip yang sekarang sudah tidak digunakan lagi.
Tulisan dengan aksara Jawa juga masih ada di beberapa sudut warung. Bukannya tanpa sebab, sekarang sudah jarang anak muda yang bisa membaca dan menulis menggunakan aksara jawa. Melalui pajangan-pajangan itu anak muda ingin kembali diingatkan untuk mencintai budaya mereka.
Foto lama pendiri warung terpampang.
Aneka es yang dijual antara lain es kacang hijau, es buah, es limun, dan masih banyak lagi. Di sana juga dijual Limun Saparilla yang merupakan salah satu menu andalan warung ini. Sido semi mengambilnya dari sebuah produsen minuman ringan lokal, Ay-Hwa. Minuman soda pertama di Indonesia ini sempat populer di era 1960-an.
"Orang biasa menyebutnya Coca Cola Jawa, biasanya itu yang paling sering di pesan orang dulu. Soalnya kan dulu mereka belum kenal minuman soda kayak sekarang," lanjut Anik
Tak perlu khawatir kantong jebol jika jajan di warung ini. Penjual mematok harga pada kisaran Rp 300-Rp 7.000 saja. Jika ingin membayar, pengunjung bisa melihat kalkulator antik yang dipakai untuk menghitung total biaya makan. Berupa papan kayu tua yang dilengkapi dengan kapur sebagai alat bantu dalam hitung-hitungan.
Pengumuman tutup Hari Selasa.
Uniknya warung ini biasa tutup pada hari Selasa, dalam falsafah Jawa, Selasa atau Seloso berarti 'selo ning menungso' atau artinya waktu luangnya manusia. Sehingga sejak berdiri hingga saat ini, Sido Semi biasa tutup pada hari Selasa.