Brilio.net - Siapa sih yang nggak tahu ajang kecantikan wanita ternama macam Putri Indonesia dan Miss Universe? Kecantikan dan kemolekan wanita yang dipertandingkan menjadi daya tarik tersendiri untuk ajang-ajang seperti itu. Makanya banyak orang yang nggak mau ketinggalan untuk menontonnya.
Nah ternyata kontes-kontes kecantikan itu nggak hanya untuk manusia lo. Di beberapa desa di Madura masih sering mengadakan kontes kecantikan untuk induk sapi betina. Kontes ini dinamakan Sapi Sono. Kontes unik ini menarik perhatian Moh Afifi hingga membuatnya menjadikan objek penelitian dalam thesisnya di S2 Antropologi UGM Yogyakarta.
Dari penelitiannya, diketahui desa-desa di Kabupaten Sumenep adalah desa yang paling rutin mengadakan Sapi Sono. Sapi Sono tingkat kabupaten biasanya dilakukan setiap tahun pada bulan Juli. Di luar itu, Sapi Sono juga diadakan untuk acara-acara adat seperti perkawinan.
Setiap warga yang mengikuti ajang ini harus mampu mengendalikan sepasang sapi yang dilombakan. Sepasang sapi itu diapit oleh kayu yang disebut panganong. Tak cuma cantik, sepasang sapi yang dikonteskan juga harus kompak jalannya.
Kecantikan sapi dipamerkan dengan menggunakan aksesoris anggui atau omben sape (pakaian sapi). Omben sapi berwarna kuning keemasan yang terbuat dari manik-manik. Sebagiannya dikalungkan di leher yang dikenal dengan top rait atau top dada.
Sapi dikonteskan secara bertahap atau dengan sistem kloter. Dalam satu kloter dipertandingkan tiga pasang sapi. Sapi-sapi itu bersiap di garis start yang dinamakan labang galidigan utara. Kemudian sapi-sapi itu harus berjalan melewati jalur yang ditentukan.
Lenggokan sapi diiringi dengan musik saronen, yaitu perpaduan suara gong, genderang dan dedet (sejenis seruling dalam Reog Ponorogo). Saat berjalan, sapi harus menjaga langkah kakinya supaya seirama dengan pasangannya. Miringnya panganong adalah suatu pelanggaran, sehingga nilai kontestan akan dikurangi.
Biasanya supaya sepasang sapi yang dikonteskan kompak, pengendali sapi akan mengelus-elus tubuh sapi. Mereka mengendalikan sapinya pelan-pelan. Sapi-sapi itu akan berhenti melenggang di labang galidigan selatan atau tempat finish. Di tempat itu sapi-sapi menancapkan kaki-kakinya pada sebuah kayu sehingga dari belakang terlihat sangat indah dan montok.
Setelah satu kloter sapi selesai bertanding, tiga dewan juri langsung memberikan komentar dan penilaian. Tiga aspek yang dinilai adalah cara berjalan, pelanggaran dan penampilan atau kecantikan sapi. Sehabis semua sapi selesai dikomentari, ketiga pemilik sapi diberi hadiah yang sama besarnya.
Setiap pergantian kloter, kontes selalu diselingi dengan tarian dan nyanyian berbahasa Madura. Hingga akhir kloter tidak ada peserta yang menang ataupun kalah. Semua kontestan dari semua kloter akan mendapatkan hadiah yang sama. Meski begitu, warga Madura yang mengikuti kontes sangat bangga bisa mempertontonkan sapinya yang sehat dan cantik.