Brilio.net - Sidang kasus penistaan agama oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) beberapa waktu lalu masih terus bergulir. Memasuki sidang ke-14 Selasa (14/3) yang masih dilaksanakan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, pengacara terdakwa menghadirkan lima orang saksi.
Kelima saksi yang dijadwalkan hadir dalam sidang ke-14 itu, yakni ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej, dua Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bangka Belitung, yaitu Juhri dan Ferry Lukmantara, Suyanto sopir yang berasal dari Belitung Timur, dan Fajrun teman Sekolah Dasar (SD) Ahok yang juga berasal dari Belitung Timur.
Salah satu kuasa hukum Ahok, Teguh Samudera mengatakan, mereka adalah saksi-saksi yang meringankan terdakwa. Empat orang saksi sengaja dihadirkan langsung dari Bangka Belitung karena mengenal persis perilaku Ahok sejak kecil hingga dewasa.
"Beberapa saksi kami terbangkan langsung dari Bangka Belitung karena mereka ini tahu bagaimana kehidupan sehari-hari Pak Basuki di sana, sehingga jangan sampai dianggap melakukan penodaan agama. Padahal sejak awal dia sudah ada panduan dalam kehidupannya," ucap dia.
Teguh mengatakan para saksi itu nantinya akan menjelaskan bagaimana kehidupan Ahok sejak kecil yang dibesarkan di lingkungan Muslim. Sehingga, penjelasan para saksi itu diharapkan dapat meringankan dan menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim.
Sementara arus lalu lintas di depan Gedung Kementerian Pertanian Jakarta Selatan tepatnya di Jalan RM Harsono baik yang mengarah ke Ragunan maupun Mampang Prapatan sudah ditutup pihak kepolisian baik jalur umum maupun jalur Bus Transjakarta.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.