Brilio.net - Euforia atas perhelatan Olimpiade Tokyo 2020 masih terus dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Tidak hanya atas keberhasilan dari para atlet yang mampu meraih medali pada ajang perlombaan cabang olahraga saja. Namun kebanggaan dirasakan juga dari berbagai faktor.
Salah satunya karena ada wasit dalam ajang perlombaan empat tahunan itu berasal dari Indonesia. Memiliki guru yang berkiprah di kancah internasional memang menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Itulah yang dirasakan civitas akademika SMP N 4 Patuk Gunungkidul. Ketenaran dan kemampuan Wahyana, guru olahraga mereka, dalam dunia perwasitan membawa efek positif bagi sekolah, terutama bagi para peserta didik.
Dilansir brilio.net dari Liputan6.com, Kamis (5/8), Kepala Sekolah SMP N 4 Patuk, Fatkhu Rokhman mengaku bangga dengan keberhasilan salah satu rekannya itu, hingga mampu bersinar di tingkat internasional. Minimal dengan nama besar Wahyana, SMP N 4 Patuk yang ada di pedalaman Gunungkidul bisa dikenal orang.
Fatkhu mengatakan, pihak sekolah sangat mendukung langkah yang diambil Wahyana. Meskipun di awal-awal menjejakkan karier di bidang perwasitan badminton, sempat ada sedikit 'perselisihan' dengan rekan-rekan sesama guru. Karena Wahyana sering meninggalkan tugasnya sebagai seorang guru.
"Awalnya itu biasa ada pertanyaan kenapa sering meninggalkan sekolah," ujar Fatkhu yang dilansir dari Liputan6.com, Kamis (4/8).
Karena khawatir terjadi kecemburuan, maka ia bersama Wahyana berkonsultasi dengan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Gunungkidul. Setelah mendengar cerita lengkap dari Wahyana, akhirnya Kepala Disdikpora justru sangat mendukung langkah Wahyana.
Kepala Disdikpora bahkan memerintahkan Kepala Sekolah SMP N 4 Patuk membuatkan surat tugas buat Wahyana. Untuk perjalanan tingkat nasional cukup ditandatangani kepala dinas. Namun ketika tugas ke luar negeri, maka surat tugas tersebut harus ditandatangani bupati.
foto: Liputan6.com
"Nah mulai saat itu, kami sadar jika Pak Wahyana pergi juga dalam rangka menjalankan tugas negara," katanya.
Lambat laun, semua rekan guru akhirnya memahami peran ganda Wahyana. Saat Wahyana pergi menjalankan tugasnya di PBSI, maka ada guru lain yang menggantikannya.
Sekolah daring di tengah pandemi, membuat Wahyana menjadi sedikit lebih fleksibel menjalankan tugas sebagai seorang guru. Ia selalu berkomunikasi dengan murid-muridnya dan selalu memberikan tugas kepada anak didiknya. Demikian juga tugasnya sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, tak pernah terabaikan.
"Beliau selain menggeluti dunia olahraga juga menjadi supervisi guru yang jago," ungkap Fatkhu.
Meski sudah menjejakkan kakinya di dunia internasional, namun dalam kesehariannya Wahyana tidak pernah sombong. Ia selalu rendah hati dan memberikan teladan positif kepada rekan-rekannya yang lain.
Wahyana yang tercatat sebagai warga Gancahan VII, Sidomulyo, Godean, Sleman, itu juga menceritakan pengalamannya saat memimpin pertandingan penting di Olimpiade Tokyo 2020. Ajang bergengsi itu menjadi Olimpiade pertama bagi dirinya sebagai seorang wasit.
"Cukup banyak pertandingan yang saya pimpin. Karena di sini kompetisi mulai tanggal 24 Juli sampai 2 Agustus. Sehari rata-rata 3-4 pertandingan," kata Wahyana.
Wahyana menuturkan, perbedaan yang paling terasa saat memimpin sejumlah pertandingan di Olimpiade Tokyo adalah kehadiran penonton. Pasalnya pandemi Covid-19 yang masih berlangsung membuat penonton bulu tangkis tidak bisa hadir secara langsung di stadion.
Menurutnya, kondisi itu cukup memberi efek dalam sebuah pertandingan. Kondisi stadion yang sepi membuat wasit lebih fokus pada pertandingan yang sedang dimainkan. Berbeda dengan pertandingan pada event-event besar sebelum pandemi, selalu dijubeli penonton.
"Beda kalau misal penontonnya penuh, riuh, dan lain sebagainya. Kadang kita call atau mengucapkan skor dan sebagainya itu tidak terdengar," tutur dia.
foto: Liputan6.com
Wahyana mengatakan, jalan menuju Olimpiade bukan hal yang mudah. Diperlukan sertifikat dan lisensi untuk memimpin partai final cabang bulu tangkis di kelas internasional khususnya Olimpiade.
Wahyana menjelaskan pemilihan wasit di setiap laga bulu tangkis harus netral. Artinya jika pada pertandingan tersebut ada wakil Indonesia yang bertanding, maka orang Indonesia tidak diperbolehkan untuk menjadi wasitnya begitu juga dengan negara lain.
"Untuk event sebesar olimpiade itu kan merupakan event tertinggi dan terbesar di dunia, ya. Jadi wasit yang boleh memimpin di cabang bulu tangkis itu yang mempunyai lisensi BWF certificated”, jelasnya.
Menjadi wasit memang harus netral sehingga ketika ada atlet Indonesia yang bertanding maka wasit dari Indonesia jelas tidak boleh jadi wasitnya. Terkecuali, lanjut Wahyana, pertandingan yang berlangsung itu antara Indonesia melawan Indonesia. Kondisi itu memungkinkan wasit Indonesia bisa ikut memimpin laga.
Wahyana tidak memungkiri, kendala komunikasi kadang masih ditemui. Pasalnya tidak semua pemain bulu tangkis di dunia dapat memahami bahasa Inggris. Namun apabila tidak jelas, biasanya yang dilakukan wasit adalah menggunakan gestur.
"Jadi gerakan tubuh, memakai tangan, memberikan sinyal yang dimau seperti ini," tuturnya.
Meski sibuk memimpin pertandingan, namun lelaki ini tidak lupa tugasnya menjadi guru. Pria yang juga saat ini masih mengajar mata pelajaran olahraga di SMP Negeri 4 Patuk Gunungkidul itu sudah mempunyai siasat tersendiri.
Recommended By Editor
- Emma McKeon raih 7 medali di Olimpiade Tokyo, cetak sejarah baru
- Instagram atlet Olimpiade Tokyo diblokir usai unggah video kemenangan
- Atlet China peraih medali emas Olimpiade diselidiki IOC
- Dianggap vulgar, tayangan voli pantai wanita Olimpiade diadukan ke KPI
- Momen langka Olimpiade Tokyo, dua atlet berbagi medali emas
- Korea protes resmi teriakan ganda putri China Chen Qing Chen