Brilio.net - Lonjakan kasus Covid-19 pada gelombang kedua pandemi tidak hanya berdampak pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Data nasional menunjukkan konfirmasi Covid-19 pada anak berusia 0-18 tahun mencapai 12,5 persen. Artinya 1 dari 8 kasus konfirmasi Covid-19 adalah anak-anak.
Salah satu penyebab tingginya angka infeksi pada anak adalah orang tua kurang disiplin dalam menerapkan dan menjaga protokol kesehatan. Karena itu, sangat penting bagi orang dewasa yang tinggal di rumah dengan anak-anak untuk patuh pada protokol kesehatan.
Selain memperhatikan kondisi fisik, masalah psikologis anak juga harus diperhatikan. Psikolog Anak Samanta Elsener, M.Psi, menjelaskan anak-anak di Indonesia sedang mengalami masa sulit. Mereka tak bisa belajar bersama para guru, teman-teman mereka, bermain, dan bergaul karena ada pembatasan sosial. Kondisi tersebut tentu berpengaruh pada kondisi mentalnya.
“Anak-anak sudah mulai bosan dan jenuh berada di rumah cukup lama. Sementara para orang tua yang selama ini membimbing anak-anaknya dalam belajar juga sudah mengalami titik jenuh. Sebagai pembimbing dan pengasuh utama anak selama pandemi, orang tua perlu menemukan cara-cara agar bisa mengelola rasa stres dan emosinya agar pendidikan dan perkembangan anak tetap optimal,” ujar Samanta kepada media dalam acara konferensi pers MediaTalk Hari Anak Nasional: Healthy Kids Healthy Family baru-baru ini.
Lantas seberapa buruknya dampak pandemi pada kesehatan mental anak? Berikut rangkumannya, Minggu (25/7).
1. Anak-anak alami stres.
foto: pixabay
Selama pandemi yang mengharuskan kita di rumah saja ternyata berdampak stres pada anak. Menurut Samanta, sejak November 2020 sebanyak 95 persen anak skala Nasional mengalami stres.
“Biasanya bisa keluar rumah main, ini harus di rumah saja. Ini untuk skala nasional lonjakannya tinggi banget. Bisa dilihat bagaimana stresnya mereka,” jelasnya.
2. Tanda-tanda anak stres.
foto: pixabay
Melihat tingkat stres yang begitu tinggi, orang tua harus peka terhadap perilaku anak. Menurut Samanta, anak-anak yang mengalami stres biasanya mereka gampang tantrum.
“Kalau anak tantrum biasanya ada periodenya, 10 sampai 15 menit. Tapi kalau anak nangis di atas 20-30 menit, itu bukan tantrum tapi ada lonjakan emosi si anak,” paparnya.
Gejala lainnya adalah anak usia 3 tahun yang biasanya tidak ngompol tapi tiba-tiba ngompol, hal itu terjadi karena ada kecemasan yang mereka rasakan. Bahkan sampai mengalami sleep walker.
“Anak-anak yang mengalami sleep walker, jangan langsung dibangunkan. Orang tua cukup membimbing sampai kembali ke posisi tidur. Kalau ini terjadi pada anak kita, sebaiknya langsung ke psikiater,” kata Samanta.
Selain itu juga bila anak terus menerus mengalami mimpi buruk, biasanya ada sesuatu yang mereka rasakan tapi tidak bisa diungkapkan.
“Biasanya masalah emosi yang susah diproses anak. Jadi orang tua perlu menyiasati agar anak tidak mudah stres,” tambahnya.
3. Cara mengatasinya.
foto: pixabay
Nah, sebenarnya bagaimana sih mengatasi bila anak mengalami stres? Samanta mengatakan, hal yang penting dilakukan adalah dengan olahraga dan juga makan makanan sehat.
Selain itu, pola tidur anak perlu diperhatikan. Meskipun sepele, menurut Samanta hal ini sangat penting.
“Biasanya di atas jam 10 ada yang namanya cairan pembersih otak. Saat kita tidur, otak akan dibersihkan dengan cairan tersebut sehingga setelah bangun pagi tubuh jadi lebih produktif dan optimal melakukan aktivitas,” paparnya.
Untuk mengurangi stres, Samanta menyarankan orang tua melakukan berbagai kegiatan yang fun selama di rumah seperti bermain board games, atau mengajak anak membantu pekerjaan rumah.
“Jika orang tua merasa tekanan yang dialami selama pandemi terlalu besar, jangan ragu untuk berkonsultasi kepada ahlinya, bisa melalui layanan telemedicine,” kata Samanta.
Selain itu juga, perbanyak memeluk anak. Dalam satu hari berikan 20 pelukan selama 20 detik.
“Lewat pelukan bisa membuat tekanan stres menurun. Kalau mau nenangin anak, sebaiknya orang tua ada di sebelah anak, bisa dengan menepuk punggungnya, pegang tangannya, mereka akan merasa nyaman. Kemudian ajak bicara kalau memang sudah bisa bicara,” pungkasnya.
Recommended By Editor
- Hindari 7 makanan dan minuman ini untuk menu MPASI anak
- Demi rawat ibu yang kena Covid-19, anak ini rela seharian pakai APD
- Perjuangan suami ditinggal istri, jualan sambil gendong anak
- Ketimbang gabut di rumah, mending ikutan lomba kreatif kaleng susu
- Kisah kakek 90 tahun lestarikan wayang kepada anak jalanan, inspiratif
- Momen bocah kakak beradik suap-suapan sepotong roti, bikin haru
- 10 Manfaat daun kelor untuk anak, tingkatkan kecerdasan otak