Brilio.net - Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa teknologi telah menjadi bagian penting dalam aktivitas sehari-hari, termasuk memengaruhi pengalaman berbelanja seseorang. Konsumen kini beralih dari aktivitas belanja konvensional dengan cara mendatangi toko fisik di beragam lokasi (offline) ke belanja secara digital (online). Kini, konsumen dapat membeli apa pun, kapan pun, dan di mana pun langsung dari genggaman tangan mereka.

Laju pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia pun kian meningkat. Pada tahun 2015, Indonesia memiliki 18 juta konsumen belanja secara online dan diharapkan untuk terus tumbuh hingga 119 juta pada tahun 2020. Optimisme ini berkat populasi muda yang besar, penetrasi perangkat mobile dengan harga yang terjangkau, investasi besar, evolusi infrastruktur pembayaran yang memungkinkan pelanggan untuk melakukan pembelanjaan secara online tanpa rekening bank, serta pertumbuhan ekonomi yang semakin kuat. Selain itu, konsumen di Indonesia semakin lebih akrab dengan dunia e-commerce, dilihat dari hasil pencarian kata kunci yang semakin spesifik.

Berangkat dari pemahaman inilah, perusahaan pemrosesan dan pengemasan makanan serta minuman, Tetra Pak, merilis Tetra Pak Index, sebuah riset tahunan yang diadakan di beberapa negara termasuk Indonesia. Riset ini mempelajari tren belanja pangan di era omnichannel serta bagaimana pengalaman tersebut dapat menghadirkan kesempatan unik bagi industri makanan dan minuman.

Untuk mampu bersaing di era omnichannel, para pengusaha harus berusaha untuk menawarkan pengalaman berbelanja secara online yang dipersonalisasi untuk para konsumennya. Salah satu aktivitas belanja online yaitu belanja makanan dan minuman secara online (e-grocery), kini dipandang sebagai katalis untuk transformasi e-commerce yang lebih luas. Cara belanja e-grocery pun kian digemari di seluruh dunia sesuai dengan hasil riset Tetra Pak Index 2018.

"Berdasarkan riset Tetra Pak Index di Indonesia, sebanyak 1,2% konsumen di Jakarta telah berbelanja pangan secara online pada tahun 2016 dan angka ini diharapkan untuk terus tumbuh hingga 5,4% pada tahun 2030. Sementara itu kegiatan belanja di pasar tradisonal mungkin akan menurun pada tahun 2030 menjadi 46,6% dari sebelumnya di angka 56,3% pada tahun 2016," ujar Communications Manager Tetra Pak Indonesia, Gabrielle Angriani di Jakarta.

Tren belanja konsumen Indonesia yang perlahan beralih ke e-grocery disambut baik para e-commerce, khususnya Bukalapak. Di Jakarta sendiri, e-grocery berkompetisi langsung dengan minimarket dan supermarket karena permintaan konsumen akan pengalaman belanja yang mudah dan cepat, serta akses internet yang membaik.

"Sebagai contoh, di Bukalapak, untuk kategori RTD saja kami mencatat puluhan juta minuman terjual di semester 1 2018 melalui marketplace dan melalui distribusi ke UKM Warung di seluruh Indonesia," ujar Associate Vice President of O2O Business Bukalapak, Rahmat Danu Andika.

Selain membahas tentang tren e-grocery, hasil riset Tetra Pak Index juga memberikan wawasan tentang empat faktor utama yang memengaruhi pasar e-grocery, yaitu kemudahan, keberlanjutan, personal dan unik, serta kemasan.

"Riset kami membuktikan bahwa daya tahan dan efisiensi kemasan menjadi persyaratan penting dalam kegiatan belanja online. Bahkan hasil riset pun menunjukkan bahwa kemasan yang efisien secara berat maupun ruang dapat memberikan pengurangan volume transportasi sebesar 30-50%," tambah Gabrielle.