Brilio.net - Korupsi jadi masalah serius yang susah banget diberantas di berbagai sektor. Dari urusan pejabat negara sampai tingkat masyarakat biasa, praktik ini terus ada dan menimbulkan dampak buruk pada kesejahteraan banyak orang.

Salah satu cara efektif untuk mengkritisi hal ini adalah lewat teks anekdot. Selain lucu, anekdot juga bisa jadi sindiran pedas yang menyentil pelaku korupsi tanpa harus terlalu frontal. Nah, di artikel ini bakal ada 5 contoh teks anekdot katakan tidak pada korupsi yang bisa bikin kamu mikir sambil ketawa.

Setiap teksnya menyajikan dialog yang sederhana tapi penuh makna, dengan pesan utama: korupsi harus ditolak. Langsung simak yuk beberapa contoh anekdot di bawah ini.

1. "Cuma Uang Rokok".

Pak Lurah: "Pak, buat urus sertifikat tanah ini ada biayanya."

Pak Budi: "Berapa ya biayanya, Pak Lurah?"

Pak Lurah: "Ah, nggak mahal, cuma uang rokok aja."

Pak Budi: "Uang rokok? Tapi saya nggak ngerokok, Pak."

Pak Lurah: "Hmm, kalau gitu... uang kopi?"

Pak Budi: "Saya juga nggak ngopi."

Pak Lurah tersenyum: "Ya sudah, kalau begitu saya yang ngopi. Bayar saja seperti biasa."

Pak Budi hanya bisa menghela napas.

Sindiran: Dari yang kecil, seperti 'uang rokok' atau 'uang kopi', korupsi tumbuh subur dan dianggap biasa.

2. "Proyek Tanpa Lelang".

Pejabat 1: "Eh, gimana proyek pembangunan jalan itu? Udah ada yang menang lelang?"

Pejabat 2 tersenyum licik: "Udah, tapi nggak lewat lelang. Langsung aja."

Pejabat 1: "Lho, kok bisa begitu?"

Pejabat 2: "Ya, itu 'lelang' versi kita. Hasilnya lebih cepat dan... menguntungkan."

Sindiran: Korupsi di balik proyek-proyek besar sering kali terjadi tanpa proses yang benar, demi keuntungan segelintir orang.

3. "Kena Tilang, Cari Jalan Pintas".

Pak Polisi: "Maaf, Bapak melanggar rambu lalu lintas. Harus ditilang."

Pak Supir: "Waduh, Pak, bisa dibantu nggak? Saya buru-buru."

Pak Polisi sambil tersenyum: "Bisa, tapi ya... tahu sendiri lah caranya."

Pak Supir sambil mengeluarkan uang dari saku: "Oh, paham, Pak. Ini 'biaya administrasi', ya?"

Pak Polisi menerima uang dengan santai: "Betul, betul. Aman, jalan terus!"

Sindiran: Korupsi kecil-kecilan di jalanan, seperti uang tilang, udah jadi budaya yang dianggap wajar di mata sebagian orang.

4. "Laporan Fiktif".

Ketua Panitia: "Pak, ini anggaran acara udah siap. Tapi kok yang dipake cuma setengah?"

Bendahara: "Sisanya kita masukin laporan aja, biar rapi."

Ketua Panitia bingung: "Laporan apa tuh?"

Bendahara: "Laporan fiktif, Pak. Acara nggak ada, tapi anggarannya ada."

Ketua Panitia mengangguk pelan: "Wah, pintar juga kamu. Yang penting laporan beres, ya?"

Sindiran: Manipulasi laporan anggaran sering terjadi demi mengamankan kantong sendiri tanpa memperhatikan kepentingan umum.

5. "Kursi Jabatan".

Pejabat Senior: "Kamu mau naik jabatan?"

Calon Pejabat: "Tentu saja, Pak. Apa syaratnya?"

Pejabat Senior tersenyum lebar: "Ya... ada sedikit biaya administrasi."

Calon Pejabat mengernyit: "Berapa, Pak?"

Pejabat Senior: "Bukan soal angka, yang penting... loyalitas, paham?"

Calon Pejabat tersenyum ragu: "Paham, Pak. Tapi... nanti rakyat gimana?"

Pejabat Senior menepuk pundak: "Rakyat? Mereka nanti ikut aja, yang penting kursimu aman."

Sindiran: Praktik suap demi jabatan udah jadi rahasia umum, sering kali mengorbankan kepentingan rakyat.

Melalui 5 contoh teks anekdot katakan tidak pada korupsi di atas, terlihat jelas bagaimana korupsi, baik dalam bentuk kecil maupun besar, sudah mengakar di berbagai lapisan masyarakat. Sindiran-sindiran ini bukan cuma buat lucu-lucuan, tapi juga buat refleksi diri. Saatnya serius menolak korupsi, dimulai dari diri sendiri.