Brilio.net - Drama panjang Mary Jane Veloso menuju kebebasan akhirnya menemui titik terang. Perempuan kelahiran Cabanatuan, Filipina ini hampir kehilangan nyawanya di tiang eksekusi pada 2015 silam, namun takdir berkata lain. Penundaan eksekusi di menit-menit terakhir membuka harapan baru bagi ibu dua anak yang telah mendekam di penjara Indonesia selama 13 tahun.

Tekanan ekonomi menjadi awal mula kisah pilu Mary Jane. Lahir pada 10 Januari 1985 sebagai anak bungsu dari lima bersaudara, hidupnya jauh dari kata berkecukupan. Ayahnya bekerja serabutan di perkebunan tebu, sementara pernikahannya di usia 17 tahun justru berakhir perceraian. Status sebagai single parent memaksanya menjadi tulang punggung keluarga di usia yang masih sangat muda.

Pengalaman buruk sebagai pekerja domestik di Dubai pada 2009 tak menyurutkan tekad Mary Jane mencari nafkah. Keputusannya pulang lebih awal setelah nyaris menjadi korban kekerasan seksual dari majikannya justru membawanya pada tawaran kerja ke Malaysia, tawaran yang kemudian mengubah hidupnya 180 derajat.

Nah seperti apa perjalanan kasus Mary jane terpidana narkoba? Berikut ulasan lengkapnya seperti dihimpun brilio.net dari berbagai sumber, Kamis (21/11).

1. Awal mula kasus dan vonis mati

Mary jane © 2024 brilio.net

foto: Liputan6.com/Boy Harjanto

Perjalanan menuju Malaysia berujung petaka saat Mary Jane transit di Bandara Adisucipto Yogyakarta pada 25 April 2010. Pemeriksaan sinar-X memunculkan kecurigaan petugas bandara terhadap isi kopernya. Dugaan tersebut terbukti - 2,6 kilogram heroin ditemukan tersembunyi dalam koper, dibungkus rapi dengan aluminium foil.

Pengadilan Negeri Sleman menjatuhkan vonis hukuman mati pada Oktober 2010. Putusan ini bahkan lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta pidana seumur hidup. Mary Jane terus menyuarakan ketidakbersalahannya, mengaku dijebak oleh Maria Cristina Sergio yang menjanjikannya pekerjaan. Namun tanpa pendampingan penerjemah berlisensi dan pengacara yang memadai selama proses interogasi, suaranya seolah tenggelam dalam proses peradilan.

2. Penundaan eksekusi mati.

Malam 29 April 2015 menjadi momen paling mencekam dalam hidup Mary Jane. Perempuan berusia 30 tahun ini sudah berada di Nusakambangan bersama delapan terpidana mati lainnya, menunggu eksekusi. Namun, keajaiban terjadi - Maria Cristina Sergio, orang yang diduga menjebaknya, menyerahkan diri ke polisi Filipina.

Pemerintah Filipina bergerak cepat mengajukan permintaan penundaan eksekusi. Presiden Joko Widodo akhirnya mengabulkan permintaan tersebut untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Filipina. Keputusan di menit-menit terakhir ini menjadi titik balik yang membuka babak baru dalam perjuangan Mary Jane membuktikan statusnya sebagai korban human trafficking.

3. Perjuangan diplomasi dan hukum.

Mary jane © 2024 brilio.net

foto: Liputan6.com

Selama lebih dari satu dekade, pemerintah Filipina tak pernah berhenti memperjuangkan nasib Mary Jane melalui jalur diplomasi. Presiden Ferdinand Marcos Jr bahkan turun tangan langsung dalam kasus yang melibatkan isu kompleks perdagangan manusia dan narkotika ini.

Terobosan penting terjadi pada 2020 ketika Mahkamah Agung Filipina mengizinkan Mary Jane bersaksi sebagai korban human trafficking. Kesaksian ini membuka peluang pembuktian ketidakbersalahannya dan menjadi dasar upaya hukum selanjutnya. Meski proses berjalan lambat karena kendala hukum dan birokrasi, hubungan bilateral Indonesia-Filipina tetap terjaga dengan baik.

4. Hidup di balik jeruji.

Rutinitas Mary Jane selama 12 tahun di Lapas Perempuan Kelas IIB Wonosari, Gunungkidul berjalan monoton. Kerinduan pada anak-anak hanya bisa terobati lewat pertemuan virtual dua kali seminggu. Meski merasa hidupnya direnggut oleh kasus yang bukan kesalahannya, Mary Jane mencoba menerima keadaan dengan tabah.

Dukungan keluarga dan keyakinan akan datangnya keadilan menjadi kekuatan Mary Jane bertahan. Harapan untuk pulang dan memulai lembaran baru bersama keluarga tak pernah padam, meski tahun-tahun berlalu tanpa kepastian.

5. Rencana pemulangan ke Filipina.

November 2024 akhirnya membawa kabar yang ditunggu-tunggu bagi Mary Jane. Presiden Prabowo Subianto menyetujui kebijakan transfer of prisoner untuk memulangkan Mary Jane ke Filipina. Keputusan ini disambut gembira Presiden Marcos Jr sebagai hasil dari diplomasi panjang selama lebih dari satu dekade.

Meski jadwal pemulangan masih dalam proses finalisasi, keputusan ini menjadi bukti keberhasilan diplomasi dua negara dan kemenangan keadilan atas kasus yang melibatkan isu kompleks perdagangan manusia dan narkotika.